Translate

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Sebab Dia adalah Tuhan kekuatanku, bersama-Nya ku takkan goyah

Bis Umum

bisumum Jiwa manusia bagaikan sebuah kendaraan umum. Setiap kendaraan umum punya penampilan luar yang tidak sama, situasi di dalamnya juga tidak ada yang sama. Ada yang selalu dipenuhi oleh suara kebisingan seperti pasar, tidak pernah sunyi barang sejenak. Ada juga yang karena sangat sedikit penumpangnya, maka sering-sering jadi kosong melompong, terasa sangat sunyi dan sepi. Ada pula yang karena penumpangnya sering sekali naik dan turun silih berganti, jadi sering sekali menampakkan wajah-wajah yang berbeda.

Selama kurun waktu dua-puluh tahun ini, kendaraan umum saya ini pada kebanyakan waktu hanya sepi-sepi saja, tidak pernah mengangkut terlalu banyak penumpang, mungkin karena saya memang memiliki jiwa yang lebih senang menyendiri, hidup dalam situasi yang tenang. Maka dari itu penumpang yang menumpang pada bis saya tidak begitu banyak.

Walaupun kadang kala juga bisa didatangi oleh serombongan arus manusia, mendadak akan menjadi penuh sesak, tetapi sebagian besar dari mereka adalah karena perjalanan yang mereka tempuh sangat jauh atau karena keadaan jalan yang bergelombang tidak rata, merasa tidak tahan lalu banyak penumpang yang turun di tengah perjalanan, berganti bis!

Karena tempat duduk saya dekat dengan jendela, maka ketika saya melihat banyak sekali penumpang yang susul-menyusul naik dan turun dari bis. Sering kali para penumpang itu duduk belum lama, sudah meninggalkan tempat duduk untuk turun dari bis.

Melihat situasi demikian di dalam hati saya mau tidak mau timbul perasaan kuyu dan merasa agak sayang. Boleh dikatakan bahwa urusan kehidupan manusia sangat sulit untuk ditebak! Kita selamanya tidak akan mengetahui siapa yang akan naik bis ini pada pemberhentian berikutnya. Juga tidak bisa menebak penumpang yang mana akan turun dari bis pada pemberhentian berikutnya.

Tempat duduk kosong yang berada di samping saya sudah sangat lama sekali tidak terisi oleh penumpang. Tempat duduk itu sekarang sudah dipenuhi oleh debu.

Teringat ketika saya masih berumur lima belas tahun, pernah ada seorang penumpang wanita yang duduk di samping saya, atas kemauannya sendiri dengan penuh semangat dia mengajak saya untuk mengobrol, karena itu juga secara tidak sengaja dia telah menerobos masuk ke dalam lubuk hati saya. Senyuman yang tersirat di wajahnya ditambah dengan sepasang matanya yang bulat besar, bayangan wajahnya hingga saat ini masih juga melekat di benak saya.

Para penumpang yang pernah duduk dekat di sekitar saya, ada beberapa orang adalah teman-teman yang mengangkat diri sebagai saudara angkat, tetapi oleh karena tiada pesta di dunia ini yang tidak berakhir, akhirnya terpaksa melambaikan tangan mengucapkan selamat tinggal kepada mereka untuk mencari masa depan masing-masing.

Pada akhirnya yang ditinggalkan oleh mereka, jika bukan sisa suhu tubuh mereka yang masih tertinggal di atas bangku, adalah suasana udara yang seperti pernah saya kenal, sungguh membangkitkan kerinduan.

Saat ini satu-satunya penumpang yang tidak berubah yang masih sebagai penumpang tetap dalam bis saya, adalah ayah, ibu dan kakak sulung saya.

Kakak sulung saya selalu duduk di depan saya, dari kecil hingga dewasa tidak peduli terjadi masalah apapun juga, dia selalu datang yang pertama, berdiri di depan saya dan membantu membereskan segala kesulitan yang saya hadapi!

Di dalam lubuk hati saya dia selamanya adalah seorang kakak yang sepenuh hati menuaikan tugas sebagai seorang kakak yang baik! Selanjutnya juga akan demikian.

Sedangkan ayah dan ibu sejak saya kecil hingga dewasa selalu duduk di sebelah belakang saya, mereka selalu menjaga dan melindungi saya, bagaikan buah hati kesayangan, terus menjaga saya hingga saya tumbuh menjadi dewasa. Walaupun saya sekarang sudah dewasa, mereka juga sering kali memberi nasihat, berpesan dan memberikan perhatian kepada saya.

Tetapi waktu itu tidak mengenal perasaan, dia tidak akan bermalas-malasan barang sejenak, juga tidak akan berhenti demi siapapun juga. Melihat ayah dan ibu hari demi hari masa keemasan mereka telah pergi, usia mereka makin hari semakin bertambah, rambut mereka juga sudah menjadi putih semua.

Kakak sulung saya juga sudah umur untuk menikah, dia sedang bersiap-siap berkeluarga dan meniti karier, siap memiliki rumah tangganya sendiri.

Keadaan dunia ini memang tidak menentu, masalahnya hanya tinggal menunggu waktu saja. Saya mengerti suatu hari nanti ayah ibu serta kakak saya, mereka cepat atau lambat juga akan turun dari bis saya. Dan begitu mereka turun dari bis ini kemungkinan kita tidak akan berjumpa lagi untuk selama-lamanya.

Akhirnya saya akan ditinggal seorang diri. Saya kemudian menyadari bahwa selama kita hidup di dalam dunia ini, harus benar-benar berbakti kepada orang tua, menghormati kakak kita dan mengasihi semua orang, sebab kehidupan di dunia ini hanya satu kali.

Kita tidak bisa menebak sampai kapan mereka dapat tetap bersama kita, setiap menit dan setiap detik menjadi sangat mencekam.

Sayangilah orang yang berada di seputar Anda. Dengan demikian Anda baru tidak akan meninggalkan penyesalan apapun di dalam perjalanan hidup ini.

Sumber : www.erabaru.or.id

"Tetapi yang terutama : kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa." (1 Petrus 4 : 8)

Ketamakan Yang Tak Disadari Oleh Manusia

03246950ac14f86a385381ec4ee4d796 Siang itu cuaca sangat cerah tapi udara terasa panas  menyengat, nyaris semua makhluk di hutan tersebut berteduh dan mengeluh tentang iklim yang akhir-akhir ini semakin panas menyesakan badan.

Di atas sebuah pohon yang nyaris tak bedaun lagi, bertengger sepasang burung merpati. Si betina tampak melamun meski sebenarnya dia sedang berpikir tentang makna kehidupan yang terjadi di dunia ini.

Si jantan bertanya padanya :  " Bu apa yang kau lamunkan?"

"Aku tidak melamun pak, hanya saja saya merasa hidup tidak adil buat kita"

"Apa yang membuatmu merasa tidak adil?"

"Bayangkan kita hendak hidup kemana lagi?, nyaris semua hutan telah ditebang,  menyebabkan iklim menjadi begitu panas, sehingga kalaupun masih tersisa pohon buat kita berteduh dan bersarang, tapi kenyataannya semua nyaris tak berdaun lagi, sehingga tak ada lagi ulat yang mampu hidup, dan itu artinya bahan pangan kita juga semakin berkurang, belum lagi tanaman yang mati sehingga tak sempat berbuah dan berbiji, kita akan makan apa pak?, kasihan anak-anak kita yang bakal menetas nanti. Kalau kita pindah ke kota hanya akan ditangkap manusia, dan itu sama artinya kita cari mati".

"Benar juga katamu bu, tapi apa yang sanggup kita lakukan ?"

"Seandainya saja manusia tidak serakah dan mementingkan diri sendiri mungkin ceritanya akan lain".

"Jadi kamu menyalahkan manusia ?"


"Tentu saja !, Seandainya mereka berpikir mempunyai anak tidak terlalu banyak, atau berpikir untuk hidup sederhana, kita tidak akan dirugikan oleh manusia karena  ketamakannya".

"Tapi bukankah manusia juga mempunyai hak  untuk menghidupi anak atau keluarganya ?, dan punya hak untuk membahagiakan keluarga yang mereka cintai ? sama halnya kita juga selalu berusaha untuk membahagiakan diri dan anak-anak kita nanti ?".

"Dibandingkan dengan manusia, tentu saja kita berbeda dalam usaha mempertahankan hak untuk hidup dan bahagia. Coba bayangkan, kita makan sebatas kemampuan perut kita menampung makanan, kita tidak pernah berpikir untuk menimbun makanan apalagi sampai membuang-buang seperti yang manusia lakukan.

Kita juga punya rumah cuma satu seperti yang kita tempati ini, tak pernah berusaha menimbun rumah. Sedangkan manusia tidak  pernah puas hanya memiliki satu rumah. Bayangkan kalau setiap orang berpikiran memiliki anak banyak dan setiap anak berusaha menimbun rumah, ada berapa juta hektar sawah dan hutan yang akhirnya akan menjadi lahan rumah mereka ?, dengan begitu tak ada lagi hutan buat kita bersarang dan mencari makan, bukankah manusia telah membuat mati semua hewan yang hidupnya memang di hutan ?".

"Kamu benar bu, saya bahkan berpikir kita seharusnya bersyukur karena kita tercipta hanya untuk memberi manfaat buat manusia, sedangkan manusia betapa tidak tahu diri, semua dicipta untuk manusia tapi mereka bahkan tidak pernah berpikir bahwa ketamakan mereka sesungguhnya adalah mencelakakan diri mereka sendiri. Jika semua binatang dan tumbuhan tidak ada lagi tempat untuk berkembang biak, bukankah manusia berarti telah membunuh diri mereka sendiri karena tidak ada lagi yang dapat mereka makan untuk kelangsungan hidup mereka. Apakah mereka bisa hidup dari menggerogoti rumah yang mereka timbun? Atau mengunyah kekayaan yang mereka agung-agungkan selama ini?. Kita lihat bahkan sesama manusiapun akhirnya saling membunuh karena ketidakmampuan mereka meyediakan pangan buat mereka sendiri"

"Entahlah pak, saya hanya berharap manusia dapat sadar bahwa untuk dapat hidup bahagia selayaknya mereka juga memikirkan kebahagiaan makhluk lain, untuk mempertahankan hak-hak hidup mereka seharusnya juga memikirkan hak-hak hidup makhluk lain, dengan demikian  terciptanya manusia seharusnya juga mempunyai manfaat buat kehidupan makhluk lain, bukan untuk selalu  mengambil manfaat atas kerugian makhluk lain.  Kalau dipikir-pikir apa manfaatnya manusia buat kita ya pak?''.

Ditanya begitu oleh istrinya, si jantan cuma diam sesaat, dan akhirnya menggeleng-gelengkan kepalanya. Melihat gelengan kepala suaminya si betina tersenyum penuh arti dan akhirnya dia terbang menuju ke sarangnya untuk mengerami telurnya yang tinggal beberapa hari lagi menetas. Dalam hatinya si burung betina tetap berharap semoga anak-anaknya kelak tetap dapat memberi manfaat buat manusia, sekalipun pengorbanannya tak pernah diingat oleh manusia sepanjang hidupnya.

Sumber : www.erabaru.or.id

"Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan. Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan, siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum." (Amsal 11 : 24 - 25)

Titik Hitam Diatas Kertas Putih

Bertahun-tahun yang lalu hingga sekitar beberapa bulan yang lalu, terus terang saya menjadi seorang yang merasa kehidupan dunia ini datar-datar saja, tidak ada yang istimewa dan layak disyukuri. Bagi saya saat tidurlah suatu kebahagiaan terindah. Entahlah, saya begitu menyesal atas apa yang saya miliki, istri, pekerjaan, kehidupan, kemampuan serta fisik yang saya miliki sepertinya tidak sesuai harapan. Saya selalu merasa menjadi orang yang kekurangan di dunia ini. Semakin kuat saya berusaha untuk merubah keadaan, yang saya terima adalah semakin banyak kekecewaan. Saya tidak tahu harus memulai dari mana, hingga suatu saat seorang ”sahabat” memberikan suatu nasehat yang sungguh luar biasa dan memberikan suatu gambaran utuh tentang sebuah arti syukur dalam kehidupan. Di suatu tempat aku dan sahabatku berbincang-bincang :

”Ya...aku mengerti apa yang kau alami, tidak hanya kamu akupun sendiri pernah mengalami dan mungkin banyak orang lainnya, sekarang aku akan ambil satu kertas putih kosong dan aku tunjukkan padamu, apa yang kamu lihat ?”, ucap sahabatku.

”Aku tidak melihat apa-apa semuanya putih”, jawabku lirih.

Sambil mengambil spidol hitam dan membuat satu titik ditengah kertasnya, sahabatku berkata, ”Nah..sekarang aku telah beri sebuah titik hitam diatas kertas itu, sekarang gambar apa yang kamu lihat?”

”Aku melihat satu titik hitam”, jawabku cepat.

”Pastikan lagi !”, timpal sahabatku.

”Titik hitam”, jawabku dengan yakin.

”Sekarang aku tahu penyebab masalahmu. Kenapa engkau hanya melihat satu titik hitam saja dari kertas tadi? cobalah rubah sudut pandangmu, menurutku yang kulihat bukan titik hitam tapi tetap sebuah kertas putih meski ada satu noda didalamnya, aku melihat lebih banyak warna putih dari kertas tersebut sedangkan kenapa engkau hanya melihat hitamnya saja dan itu pun hanya setitik ?”, jawab sahabatku dengan lantang.

”Sekarang mengertikah kamu ?, Dalam hidup, bahagia atau tidaknya hidupmu tergantung dari sudut pandangmu memandang hidup itu sendiri, jika engkau selalu melihat titik hitam tadi yang bisa diartikan kekecewaan, kekurangan dan keburukan dalam hidup maka hal-hal itulah yang akan selalu hinggap dan menemani dalam hidupmu”.

”Cobalah pahami, bukankah disekelilingmu penuh dengan warna putih, yang artinya begitu banyak anugerah yang telah diberikan oleh Tuhan kepada kamu, kamu masih bisa melihat, mendengar, membaca, berjalan, fisik yang utuh dan sehat, anak yang lucu-lucu dan begitu banyak kebaikan dari istrimu daripada kekurangannya, berapa banyak suami-suami yang kehilangan istrinya ?, Juga begitu banyak kebaikan dari pekerjaanmu dilain sisi banyak orang yang antri dan menderita karena mencari pekerjaan. Begitu banyak orang yang lebih miskin bahkan lebih kekurangan daripada kamu, kamu masih memiliki rumah untuk berteduh, aset sebagai simpananmu di hari tua, tabungan , asuransi dan teman-teman yang baik yang selalu mendukungmu. Kenapa engkau selalu melihat sebuah titik hitam saja dalam hidupmu ?”



”Itulah kamu, betapa mudahnya melihat keburukan orang lain,

padahal begitu banyak hal baik yang telah diberikan orang lain kepada kamu".

"

Itulah kamu, betapa mudahnya melihat kesalahan dan kekurangan orang lain,

sedangkan kamu lupa kelemahan dan kekurangan diri kamu".

Itulah kamu, betapa mudahnya kamu menyalahkan dan mengingkari- Nya atas kesusahan hidupmu,

padahal begitu besar anugerah dan karunia yang telah diberikan oleh-Nya dalam hidupmu".

I

tulah kamu betapa mudahnya menyesali hidup kamu padahal 

banyak kebahagiaan telah diciptakan untuk kamu dan menanti kamu”.

Mengapa kamu hanya melihat satu titik hitam pada kertas ini? Padahal sebagian kertas ini berwarna putih ?

Sekarang mengetikah engkau ?” ucap sahabatku sambil pergi.

”Kadang-kadang Tuhan menaruh kita pada tempat yang sulit supaya kita tahu dan menyadari bahwa tidak ada yang sulit bagi Tuhan”

Sumber : forward email

Bulan Yang Iri Hati

moonstar Langit ditaburi bintang dan bulan yang bersinar indah. Senang sekali rasanya melihat keindahan malam dari ketinggian. Alam di bawah tampak sunyi. Hampir di setiap beranda rumah, tampak orang duduk-duduk. Mereka memandang ke langit.

Bulan merasa senang, lalu katanya kepada bintang-bintang, "Lihat, teman-teman. Mereka mengagumiku." "Mengagumimu? Belum tentu. Mungkin mereka mengagumi kami," kata sebuah bintang. "Tapi dari bawah, aku kelihatan lebih besar dan indah!" sahut Bulan. "Huh, sombong!" sungut sebuah bintang pada teman-temannya.

"Dia boleh saja sombong. Tapi, dia tak kan dapat mengalahkan Matahari," kata bintang yang lain. "Apa?" sahut Bulan terkejut. "Ya, kau tak bisa mengalahkan Matahari. Karena Matahari lebih banyak penggemarnya. Pagi hari, saat Matahari terbit, orang-orang ingin menyaksikannya. Waktu Matahari naik, orang-orang berjemur untuk kesehatan. Selain disukai, Matahari pun disegani. Walaupun ia bersinar terik, orang-orang tidak mengumpat. Mereka hanya mencari tempat yang teduh. Matahari mempunyai jasa yang besar, mengeringkan jutaan pakaian yang dicuci orang. Terus terang, kami pun lebih menyukai Matahari karena ia hebat," kata sebuah bintang. "Tidak sombong lagi!" sahut bintang yang lain.

Bulan diam. Ia sangat kesal. Betulkah Matahari sehebat itu? Sepanjang malam ia tak bisa tenang. Ia terus berpikir bagaimana mengalahkan Matahari. Akhirnya Bulan mendapat akal.

Pagi datang. Matahari segera menghampiri bulan.

"Selamat pagi, Bulan. Sudah saatnya aku bekerja. Sekarang kau boleh beristirahat." "Tidak!" "Lo, kenapa?" tanya Matahari heran. "Aku pun ingin bekerja pada siang hari," sahut Bulan. "Bulan, siang hari akulah yang bertugas. Kau harus beristirahat supaya bisa tampil segara nanti malam," kata Matahari. "Tidak! Sebenarnya aku ingin bertarung denganmu," kata Bulan. "Bertarung? Bertarung bagaimana?" Matahari makin bingung. "Bintang-bintang mengatakan kau lebih hebat dariku. Aku ingin lihat, apa benar kau lebih hebat?" "Bagaimana caranya?" tanya Matahari.

"Aku akan tetap tinggal di sini bersamamu. Lalu kita lihat, siapa yang lebih disukai orang-orang," kata Bulan. "Ha ha ha," Matahari tertawa geli. "Bulan, di pagi hari kau tak kan terlihat. Sinarku lebih kuat dari sinarmu. Jadi apa gunanya?"

Bulan tidak perduli. Ia ingin tetap tinggal bersama Matahari. Tetapi, kemudian ia kecewa. Sepanjang hari ia di sana, tak seorang pun menyapanya. Mereka hanya menyapa Matahari. "Hu hu, tak seorang pun menyukaiku. Bintang-bintang benar, Matahari lebih hebat dariku," Bulan menangis sedih.

"Benar 'kan Matahari lebih hebat," kata bintang-bintang yang mengelilinginya. "Sekarang beristirahatlah, Bulan. Malam segera tiba." "Tidak, aku tidak mau! Tak seorang pun menyukaiku. Apa gunanya aku ada di sana?" sahut Bulan sedih. "Bulan, dengarlah! Matahari itu tak sehebat yang kau kira. Tapi, kami senang pada Matahari. Karena ia tidak sombong. Kami pun senang padamu, asalkan kau tak sombong. Sebenarnya kau dan Matahari tak bisa dibandingkan. Masing-masing punya kelebihan. Sudahlah, jangan menangis lagi," hibur sebuah Bintang pada Bulan.

Bulan berhenti menangis. Benar apa yang dikatakan Bintang. Ia tak boleh sombong. "Bulan, coba lihat!" kata sebuah bintang. Di bawah, sekelompok anak melambai-lambaikan tangan. "Ya, mereka menginginkan kau menerangi tempat itu. "Tapi uaaaah...." Bulan menguap. "Bulan mengantuk karena sepanjang siang tidak tidur. Biarlah untuk malam ini ia istirahat," kata bintang-bintang.

Malam itu Bulan tidak bekerja. Ia tertidur dengan nyenyak. Biarlah malam itu langit tak dihiasi Bulan. Yang penting, Bulan telah menyadari kesalahannya. Ia tak lagi sombong dan tetap hadir setiap malam.

Sumber : www.erabaru.or.id



"Takut akan Tuhan ialah membenci kejahatan; aku benci kepada kesombongan, kecongkakan, tingkah laku yang  jahat, dan mulut penuh tipu muslihat" (Amsal 8 : 13)

Injil Menurut Toko Serba Ada

Ada kisah tentang kebaikan dan kasih yang tercecer dari antara perayaan-perayaan Natal. Semacam kisah orang Samaria yang baik hati. Kisah tentang kasih yang indah ini sayangnya tidak terjadi di gereja, tetapi di sebuah dept. store di Amerika Serikat.



Pada suatu hari seorang pengemis wanita yang dikenal dengan sebutan “Bag Lady” (karena segala harta bendanya hanya termuat dalam sebuah tas yang ia jinjing kemana-mana sambil mengemis) memasuki sebuah dept. store yang mewah sekali. Hari-hari itu adalah menjelang hari Natal. Toko itu dihias dengan indah sekali. Lantainya semua dilapisi karpet yang baru dan indah. Pengemis ini tanpa ragu-ragu memasuki toko ini. Bajunya kotor dan penuh lubang-lubang. Badannya mungkin sudah tidak mandi berminggu-minggu. Bau badannya sangat menyengat hidung bagi orang di sekitarnya.



Ketika itu seorang pendeta wanita mengikutinya dari belakang. Ia berjaga-jaga, kalau petugas sekuriti toko itu mengusir pengemis ini, sang pendeta mungkin dapat membela atau membantunya. Wah, tentu pemilik atau pengurus toko mewah ini tidak ingin ada pengemis kotor dan bau mengganggu para pelanggan terhormat yang ada di toko itu. Begitu pikir dari sang pendeta wanita dalam hatinya.



Tetapi pengemis ini dapat terus masuk ke bagian-bagian dalam toko itu. Tak ada petugas keamanan yang mencegat dan mengusirnya. Aneh ya?! Padahal, para pelanggan lain berlalu lalang di situ dengan setelan jas atau gaun yang mewah dan mahal.



Di tengah dept. store itu ada piano besar (grand piano) yang dimainkan seorang pianis dengan jas tuksedo, mengiringi para penyanyi yang menyanyikan lagu-lagu natal dengan gaun yang indah. Suasana di toko itu tidak cocok sekali bagi si pengemis wanita itu. Ia nampak seperti makhluk aneh di lingkungan gemerlapan itu. Tetapi sang "bag lady" berjalan terus. Sang pendeta itu juga mengikuti terus dari jarak tertentu.



Rupanya pengemis itu mencari sesuatu dibagian "gaun wanita".  Ia mendatangi counter paling eksklusif yang memajang gaun-gaun mahal bermerek dengan harga di atas puluhan juta. Baju-baju yang mahal dan mewah! Apa yang dikerjakan pengemis ini?



Sang pelayan bertanya, “Apa yang dapat saya bantu bagi anda?”

“Saya ingin mencoba gaun merah muda itu?”

Kalau anda ada di posisi sang pelayan itu, bagaimana respon anda?

Wah, kalau pengemis ini mencobanya tentu gaun-gaun mahal itu akan jadi kotor dan bau, dan pelanggan lain yang melihat mungkin akan jijik membeli baju-baju ini setelah dia pakai. Apalagi bau badan orang ini begitu menyengat, tentu akan merusak gaun-gaun itu. Tetapi mari kita dengarkan apa jawaban sang pelayan toko mewah itu.

“Berapa ukuran yang anda perlukan?”

“Tidak tahu!”

“Baiklah, mari saya ukur dulu.”

Pelayan itu mengambil pita meteran, mendekati pengemis itu, mengukur bahu, pinggang, dan panjang badannya. Bau menusuk hidung terhirup ketika ia berdekatan dengan pengemis ini. Ia cuek saja. Ia layani pengemis ini seperti satu-satunya pelanggan terhormat yang mengunjungi counternya.

“OK, saya sudah dapatkan nomor yang pas untuk nyonya! Cobalah yang ini!”

Ia memberikan gaun itu untuk dicoba di kamar pas.

“Ah, yang ini kurang cocok untuk saya. Apakah saya boleh mencoba yang lain?”

“Oh, tentu!”

Kurang lebih dua jam pelayan ini menghabiskan waktunya untuk melayani sang “bag lady”. Apakah pengemis ini akhirnya membeli salah satu gaun yang dicobanya? Tentu saja tidak! Gaun seharga puluhan juta rupiah itu jauh dari jangkauan kemampuan keuangannya. Pengemis itu kemudian berlalu begitu saja, tetapi dengan kepala tegak karena ia telah diperlakukan sebagai layaknya seorang manusia. Biasanya ia dipandang sebelah mata. Hari itu ada seorang pelayan toko yang melayaninya, yang menganggapnya seperti orang penting, yang mau mendengarkan permintaannya.

Tetapi mengapa pelayan toko itu repot-repot melayaninya? Bukankah kedatangan pengemis itu membuang-buang waktu dan perlu biaya bagi toko itu? Toko itu harus mengirim gaun-gaun yang sudah dicoba itu ke Laundry, dicuci bersih agar kembali tampak indah dan tidak bau. Pertanyaan ini juga mengganggu sang pendeta yang memperhatikan apa yang terjadi di counter itu. Kemudian pendeta ini bertanya kepada pelayan toko itu setelah ia selesai melayani tamu “istimewa”-nya.

“Mengapa anda membiarkan pengemis itu mencoba gaun-gaun indah ini?”

“Oh, memang tugas saya adalah melayani dan berbuat baik!”

“Tetapi, anda ‘kan tahu bahwa pengemis itu tidak mungkin sanggup membeli gaun-gaun mahal ini?”

“Maaf, soal itu bukan urusan saya. Saya tidak dalam posisi untuk menilai atau menghakimi para pelanggan saya. Tugas saya adalah untuk melayani dan berbuat baik.”

Pendeta ini tersentak kaget. Di zaman yang penuh keduniawian ini ternyata masih ada orang-orang yang tugasnya adalah melayani dan berbuat baik, tanpa perlu menghakimi orang lain. Pendeta ini akhirnya memutuskan untuk membawakan khotbah pada hari
Minggu berikutnya dengan tema “Injil Menurut Toko Serba Ada”. Khotbah ini menyentuh banyak orang, dan kemudian diberitakan di halaman-halaman surat kabar di kota itu. Berita itu menggugah banyak orang sehingga mereka juga ingin dilayani di toko yang eksklusif ini.

Pengemis wanita itu tidak membeli apa-apa, tidak memberi keuntungan apa-apa, tetapi akibat perlakuan istimewa toko itu kepadanya, hasil penjualan toko itu meningkat drastis, sehingga pada bulan itu keuntungan naik 48% !



Sumber : adhy trisnanto - trainer club indonesia

Raja Yang Iri Hati & Gajah Putih

gajah-putih Pada zaman dahulu kala, negeri ada seorang raja yang memelihara beberapa ekor gajah. Diantara kelompok gajah itu, ada seekor yang bentuknya sangat unik, seluruh tubuhnya putih bersih, bulunya halus dan licin mengkilap Belakangan, raja menyerahkan gajah itu pada seorang pelatih gajah untuk dipelihara.

Pelatih gajah itu tidak hanya memperhatikan kehidupan sehari-hari gajah tersebut, juga sangat tekun melatihnya. Gajah putih ini sangat cerdas, mengetahui maksud baik orang, dan setelah beberapa waktu berlalu,. Mereka telah membentuk suatu hubungan baik yang tak terucap.

Pada suatu hari, negeri itu mengadakan sebuah upacara perayaan yang meriah. Raja bermaksud menunggangi gajah putih pergi menghadiri perayaan itu, karenanya si pelatih gajah membersihkan sang gajah putih, menghiasnya sejenak, dan setelah menyandangkan selembar selimut di punggungnya, baru menyerahkan pada raja.

Di bawah dampingan sejumlah pejabat, raja menunggangi gajah putih pergi ke kota kabupaten menyaksikan upacara perayaan. Oleh karena sang gajah putih itu benar-benar sangat bagus, orang-orang mengelilinginya, sembari berdecak kagum sambil berseru nyaring : Raja gajah!raja gajah dan disaat itu, raja yang menunggang diatas punggung gajah, merasa semua kemeriahan dan semaraknya telah direbut oleh gajah putih itu, dalam hatinya benar-benar merasa sangat tidak senang, dan iri. Dan setelah dengan cepat mengelilingi satu putaran, lantas dengan perasaan tidak gembira ia kembali ke istana.

Begitu masuk ke dalam istana, ia bertanya pada pelatih gajah “Gajah putih itu, apakah mempunyai teknik seni yang spesial ? “ si pelatih gajah bertanya pada raja : “ Saya tidak tahu dari segi mana yang dimaksud baginda ?” Raja berkata : “Apakah ia bisa mempertunjukkan teknik seninya di ujung lereng yang terjal ?” lalu kata si pelatih gajah : “Semestinya bisa.” Raja lantas berkata : “Baik. Kalau begitu, besok memintanya untuk mempertunjukkan teknik seninya di lereng terjal.”

Pada hari kedua, dengan berdasarkan perjanjian pelatih gajah membawa gajah putih ke luar lereng terjal disana. Raja berkata : “Apakah gajah putih ini bisa berdiri di ujung lereng dengan 3 kaki?” Pelatih gajah mengatakan : “Ini gampang saja.” Ia naik ke atas punggung gajah, dan berkata pada gajah putih : “Ayo, berdiri dengan 3 kaki.” Dan ternyata, gajah putih lantas segera mengerutkan satu kakinya.

Kemudian raja berkata lagi : “Apakah ia bisa menggelantungkan kedua kakinya ke atas, dan hanya berdiri dengan dua kaki?” “Bisa” si pelatih gajah lalu menyuruhnya mengkerutkan ke dua kakinya, dan dengan patuh gajah putih mengikuti perintah si pelatih. Selanjutnya raja berkata lagi : “Apakah ia bisa menggelantungkan ke tiga kakinya ke atas, dan hanya berdiri dengan satu kaki ?”

Begitu mendengar perkatan Raja, si pelatih tahu bahwasannya raja sengaja ingin memojokkan gajah putih, lantas berkata pada gajah putih : “Kali ini kamu harus hati-hati, kerutkan ketiga kaki, dan berdiri dengan satu kaki.” Sang gajah putih dengan ekstra hati-hati melaksanakannya. Mengetahui permintaan raja yang demikian, Massa yang mengelilingi menyaksikan, dengan antusias memberikan semangat dan bersorak-sorak pada gajah putih! Semakin melihat, dalam hati raja semakin tidak senang, lalu berkata pada pelatih gajah : “Apakah ia juga bisa mengerutkan kaki belakangnya, dan menggelantungkan seluruh tubunya keatas ?”

Di saat itu, secara diam-diam si pelatih gajah berkata pada gajah putih : Raja sengaja ingin membunuhmu. Karena ia tidak  bermoral, kita bisa sangat riskan berada disini. Kamu bisa kan membubung kelangit terbang ke lereng seberang sana? Dan secara tak terbayangkan, diluar dugaan sang gajah putih itu benar-benar menggelantungkan kaki belakangnya ke atas dan mulai terbang, dengan memboncengi si pelatih gajah melintasi lereng terjal, dan memasuki negeri tetangga.



Mengetahui gajah putih terbang ke sana, rakyat seluruh kota negeri tetangga berseru gembira. Dan dengan sangat gembira raja tetangga bertanya pada si pelatih gajah : Asalmu dari mana ? dan kenapa bisa menunggangi gajah putih datang ke negeri saya ? Kemudian si pelatih gajah menjelaskan seluk-beluk hal, ihwal yang dialaminya dan memberitahu pada raja. Setelah raja mengetahuinya, ia berkeluh mengatakan :

“Manusia, mengapakah harus memperbandingkan dan merasa iri dengan seekor gajah ?”

Sumber : www.erabaru.or.id



Iri hati tidak pernah membawa keberhasilan dalam hidup kita, justru membuat hati kita menjadi dengki dan kotor yang akhirnya akan membawa kehancuran untuk hidup kita sendiri.

"Tetapi pada waktu mereka pulang, ketika Daud kembali sesudah mengalahkan orang Filistin itu, keluarlah orang-orang perempuan dari segala kota Israel menyongsong raja Saul sambil menyanyi dan menari-nari dengan memukul rebana, dengan bersukaria dan dengan membunyikan gerincing; dan perempuan yang menari-nari itu menyanyi berbalas-balasan, katanya :"Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa." Lalu bangkitlah amarah Saul dengan sangat ; dan perkataan itu menyebalkan hatinya, sebab pikirnya: "Kepada Daud diperhitungkan mereka berlaksa-laksa, tetapi kepadaku diperhitungkannya beribu-ribu ; akhir-akhirnya jabatan raja itupun jatuh kepadanya." Sejak hari itu maka Saul selalu mendengki Daud." (1 Samuel 18 : 6-9)

Mengairi Kebun Melon Negara Tetangga

farmer Song Jiu adalah seorang hakin negara Bian yang dekat dengan perbatasan negara Liang sebelum dia menjabat sebagai pejabat tinggi. Negara lain dari perbatasan tersebut adalah negara Chu. Kedua negara tersebut menabur benih melon di perbatasan dan masing-masing akan memeriksa bersama-sama hasil panen buah melon mereka. Penduduk negara Liang sangat rajin dalam bertani dan mengairi kebun mereka setiap hari. Sehingga kebun melonnya tumbuh dengan sangat baik. Penduduk negara Chu malas bekerja dan melalaikan pengairan. Sehingga mengakibatkan kebun melonnya tidak tumbuh dengan bagus.

Hakim dari perbatasan negara Chu menjadi cemburu dan jengkel ketika melihat perbedaan kebun melon dari kedua negara tersebut. Atas pengaruh dari hakim Chu, penduduk negara Chu menjadi cemburu dan marah dengan penduduk yang ada di negara Liang. Pada malam hari mereka menyelinap kekebun melon negara Liang dan serta merta merusak beberapa melon-melon mereka. Hari berikutnya ketika penduduk negara Liang menemukan tentang kerusakan ini, lalu mengadukannya kepada pimpinan tentara dan menyampaikan keinginannya untuk mengadakan pembalasan. Pimpinan tentara melaporkan semua ini kepada Song Jiu dan menanyakan persetujuannya untuk membalas. Song Jiu menjawab, “kejahatan hanya akan menghasikan kejahatan, jika engkau membalas kejahatan mereka, engkau akan hanya membuat suatu keburukan. Jika anak saya mempunyai kebun melon, saya akan menyuruh dia untuk mengairi kebun melon negara Chu pada malam hari dan melakukan perbuatan baiknya tersebut secara diam-diam”.

Setelah itu lalu penduduk negara Liang mengairi kebun melon milik penduduk negara Chu secara diam-diam di malam hari. Kadang-kadang penduduk negara Chu juga mengairi kebun melonnya disiang hari. Sehingga pada akhirnya kebun milik penduduk negara Chu tumbuh dengan baik. Orang-orang dari negara Chu merasa bingung, mengapa melon mereka dapat tumbuh dengan baik padahal mereka merasa kurang dalam bekerja. Mereka mulai menyelidiki rahasia dibalik semua ini, dan kemudian ditemukan bahwa karena penduduk Linglah yang telah mengairi secara diam-diam kebun melon milik mereka. Ketika hakim dari negara Chu mengetahui tentang kebenaran tersebut, dia merasa senang lalu melaporkan semuanya ini kepada raja negara Chu. Raja negara Chu merasa malu atas perbuatan yang dilakukan oleh rakyatnya dan berkata kepada hakim, “bagaimana engkau bisa membiarkan rakyatmu untuk merusak kebun melon milik rakyat negar Liang?. Itu sangat jelas sekali bahwa rakyat negara Liang memiliki sebuah hati yang sangat mulya dibandingkan dengan rakyat Chu”. Raja negara Chu lalu mengirim banyak uang kepada negara Liang sebagai rasa terimakasih dan rasa maaf dan menyampaikan keinginannya untuk menjalin hubungan persahabatan diantara kedua negara. Kedua negara tersebut menjalin hubungan persahabatan karena perilaku Song Jiu.

Sumber : www.erabaru.or.id



"Kamu telah mendengar firman : Mata  ganti mata dan gigi ganti gigi. Tetapi Aku berkata kepadamu : Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu" (Matius 5 : 38-39)

Kisah Pasir & Batu

Kisah ini menceritakan

tentang dua sahabat

yang berjalan melintasi gurun pasir.

Saat berjalannya waktu

mereka mulai bertengkar

dan yang satu menampar pipi sahabatnya dengan kerasnya.

Yang ditampar pipinya hatinya terluka,

tapi tanpa berkata sepatah katapun

dia kemudian menulis di pasir :

"Hari ini sahabat baikku menampar wajahku".

Mereka meneruskan perjalanannya

sampai menemukan sebuah oasis,

dimana mereka memutuskan

untuk beristirahat dan mandi.

Tetapi orang yang wajahnya ditampar,

terjebak di pasir penghisap dan tenggelam,

tetapi sahabatnya dengan susah payah akhirnya berhasil

menyelematkannya.

Setelah pulih keadaannya,

dia mengukir kalimat

di sebuah batu :

"Hari ini sabat baikku telah menyelamatkan hidupku".

Orang yang telah menampar sahabatnya

dan kemudian menolongnya

lalu bertanya :

"Setelah aku menampar, kamu menulis di pasir,

dan sekarang kamu menulis di batu,

kenapa begitu ?".

Sahabat yang ditanya menjawab :

"Ketika seseorang menyakiti,

kita harus menuliskannya di pasir

sehingga angin bisa memaafkan kita

dengan meniupnya lenyap tak terbekas.

Tapi saat orang melakukan kebaikan untuk kita,

kita harus mengukirnya di batu

supaya tidak ada satu anginpun

yang sanggup menghapuskan

ingatan indah itu".

Belajarlah untuk menuliskan kepedihanmu di pasir dan mengukir pengalaman baikmu di batu cadas.

Sumber : forward email

Belajar Dari Keledai Yang Terperosok

keledai Suatu hari keledai milik seorang petani jatuh ke dalam sumur. Hewan itu menangis dengan memilukan selama berjam-jam, semetara si petani memikirkan apa yang harus dilakukannya. Akhirnya, Ia memutuskan bahwa hewan itu sudah tua dan sumur juga perlu ditimbun (ditutup - karena berbahaya); jadi tidak berguna untuk menolong si keledai. Ia mengajak tetangga-tetangganya untuk datang membantunya. Mereka membawa sekop dan mulai menyekop tanah ke dalam sumur.

Pada mulanya, ketika si keledai menyadari apa yang sedang terjadi, ia menangis penuh kengerian. Tetapi kemudian, semua orang takjub, karena si keledai menjadi diam. Setelah beberapa sekop tanah lagi dituangkan ke dalam sumur, si petani melihat ke dalam sumur dan tercengang karena apa yang dilihatnya.

Walaupun punggungnya terus ditimpa oleh bersekop-sekop tanah dan kotoran, si keledai melakukan sesuatu yang menakjubkan. Ia mengguncang-guncangkan badannya agar tanah yang menimpa punggungnya turun ke bawah, lalu ia menaiki tanah itu. Sementara tetangga-tetangga si petani terus menuangkan tanah kotor ke atas punggung hewan itu, si keledai terus juga menguncangkan badannya dan melangkah naik. Segera saja, semua orang terpesona ketika si keledai meloncati tepi sumur dan melarikan diri !

Kehidupan terus saja menuangkan tanah dan kotoran kepadamu, segala macam tanah dan kotoran. Cara untuk keluar dari 'sumur' (kesedihan, masalah, dsb.) adalah dengan menguncangkan segala tanah dan kotoran dari diri kita (pikiran, dan hati kita) dan melangkah naik dari 'sumur' dengan menggunakan hal-hal tersebut sebagai pijakan.

Setiap masalah-masalah yang datang pada kita merupakan satu batu pijakan untuk melangkah. Kita dapat keluar dari 'sumur' yang terdalam dengan terus berjuang, jangan pernah menyerah !

Guncangkanlah hal negatif yang menimpa dan melangkahlah naik!!

Sumber : www.erabaru.or.id

"Sebab tujuh kali orang benar jatuh, namun ia bangun kembali, tetapi orang fasik akan roboh dalam bencana" (Amsal 24 : 16)

Belajar Mengendalikan Diri

mencabutrumputdalamhati Permintaan sang ayah sangatlah sederhana, akan tetapi telah membuat putra-putrinya mendapat manfaat seumur hidupnya.

Zente memiliki 3 orang anak, yang sulung bernama Gail, anak kedua bernama Gaolfu dan putri yang terkecil Gaini. Setiap hari dia menyuruh ketiga anaknya tersebut pergi ke kebun sayur untuk mencabut rumput.

Walaupun ketiga anak tersebut merasa sangat enggan, tapi semua anak-anak itu tahu tabiat ayahnya, oleh sebab itu setiap hari sepulang dari sekolah, mereka pergi juga ke kebun sayur untuk mencabut rumput sesuai dengan permintaan ayah mereka.

Pada awalnya, mereka saling menggerutu. Lambat laun anak-anak itu bukan hanya bisa mencabut rumput dan tidak lagi menggerutu, tetapi mereka telah belajar bagaimana untuk mengekang diri sendiri.

Sayur mayur yang ada di kebun tumbuh lebih subur karena rumputnya dicabuti. Dan anak-anak juga telah mencintai pekerjaan mencabut rumput.

Hingga pada suatu hari, Gail mengumumkan bahwa dia tidak bisa mencabut rumput di kebun sayur lagi, karena dia harus pergi belajar di universitas negeri. Sebelum pergi, Gail berkata, "Sayang sekali saya harus meninggalkan kebun sayur yang sangat indah ini." Maka selanjutnya tinggal Gaolfu dan Gaini saja di kebun sayur itu.

Tidak lama setelah itu, giliran Gaolfu mengumumkan bahwa dia tidak bisa mencabut rumput di kebun sayur, karena dia juga akan pergi belajar di universitas kota lain.

Akhirnya tibalah giliran Gaini. Ketika Gaini akan pergi, dia merasa berat untuk meninggalkan kebun sayur tersebut. Dia bertanya pada ayahnya, "Selanjutnya siapa yang akan mencabut rumput di kebun sayur?"

Ayahnya menjawab, "Jangan kuatir, Ayah memiliki obat pembersih rumput."

Dengan perasaan tidak mengerti, Gaini berkata kepada ayahnya, "Jika memang Ayah memiliki obat pembersih rumput, mengapa Ayah masih menyuruh kami bertiga menghabiskan waktu untuk mencabuti rumput?"

Zente tertawa dengan berlega hati: "Sekarang kalian tiga bersaudara sudah masuk ke universitas, jangan melupakan jasa dari mencabut rumput. Ketika mencabut rumput, kalian telah belajar bagaimana mengendalikan diri, bagaimana berbesar hati. Harus diketahui, rumput yang tumbuh dalam hati tidak bisa dicabut dengan obat pembersih rumput, rumput-rumput dalam hati itu harus mengandalkan tangan kita sendiri baru bisa dicabut!"

Sumber : www.erabaru.or.id

"Kebodohan melekat pada hati orang muda, tetapi tongkat didikan akan mengusir itu dari padanya" (Amsal 22 : 15)

Kisah Fleming dan Churcill

fleming-churcill Ada seorang yang bernama Fleming, dia adalah seorang petani Sunderland (Inggris) yang sangat miskin. Pada suatu hari, di saat dia sedang bekerja mencari nafkah seperti biasanya, sayup- sayup terdengar teriakan "tolong...tolong" di sekitar rawa. Dia segera membuang peralatan kerjanya kemudian berlari menuju ke sumber teriakan, dan melihat seorang anak lelaki yang setengah tubuhnya telah terperosok ke dalam kubangan lumpur di rawa tersebut. Anak lelaki tersebut sangat panik dan gugup, meronta-ronta sambil berteriak, mencoba untuk melepaskan diri dari kemalangan tersebut. Dengan sekuat tenaga, Fleming mencoba menyelamatkan anak ini dari ujung kematian yang menegangkan.

churcill Pada hari berikutnya, sebuah kereta kuda yang mewah berhenti di depan rumah Fleming, kemudian seseorang yang berpakaian parlente seperti kaum bangsawan turun dari kereta tersebut. Dia lalu memperkenalkan dirinya dengan mengatakan bahwa dirinya adalah ayah dari anak lelaki yang diselamatkan olehnya. "Tujuanku datang ke sini adalah untuk membalas budi baikmu. Aku ingin memberimu uang," kata si priayi itu. Fleming kemudian mengatakan bahwa menolong orang adalah suatu hal yang sudah selayaknya dilakukan, dan ia tidak bisa menerima uangnya hanya dikarenakan telah menyelamatkan anaknya. Fleming menolak pemberian uang dari bangsawan tersebut. Dan tepat di saat itu, anak Fleming muncul dari pintu kecil pondok tersebut, lalu bangsawan itu bertanya, "Apakah ini anakmu?" "Ya", jawab Fleming merasa bangga sebagai seorang ayah.

Lalu bangsawan itu berkata, begini saja, biarkanlah anakmu ikut denganku, aku akan membiayainya untuk mendapatkan sebuah pendidikan yang layak. Jika anakmu begitu bersemangat berjuang seperti ayahnya, maka pada suatu hari nanti dia akan tumbuh menjadi seseorang yang akan membuat kau merasa sangat bangga. Dan begitulah masalahnya telah disepakati, bersamaan dengan berlalunya waktu, anak Fleming telah menamatkan pendidikannya dari lembaga ilmu kedokteran St. Maria di London, Inggris. Melalui ketekunan dirinya, dia kemudian menjadi Sir Alexander Fleming yang terkenal di dunia kedokteran, dan penisilin adalah merupakan penemuannya.

Setelah sekian tahun kemudian, anak bangsawan itu menderita penyakit radang paru-paru, di mana penyakit tersebut waktu itu merupakan suatu penyakit yang belum ada obatnya, penisilin yang ditemukan oleh anak Fleming-lah yang telah menyembuhkan penyakitnya. Apakah Anda mengetahui nama dari bangsawan itu? Dia adalah Rudolf A. Churcill yang terhormat itu, lantas siapa nama anaknya itu? Dia adalah mantan PM Inggris yang terhormat, Winston Churcill.

Sumber : www.erabaru.or.id



"Orang yang baik hati akan diberkati, karena ia membagi rezekinya dengan si miskin" (Amsal 22 : 9)

Si Miskin dan Si Kaya

rumah-kaya Dahulu kala, Tuhan sendiri mempunyai kebiasaan bergaul langsung dengan manusia biasa di bumi ini. Pada suatu hari, ketika dia sedang melakukan perjalanan, hari sudah gelap, tetapi Tuhan masih belum menemukan sebuah penginapan, hari yang gelap membuat dia merasa lelah. Dia melihat ada dua buah rumah berhadapan berdiri disisi jalan, yanga satu besar dan mewah, yang lain kecil seperti gubuk, yang besar milik seorang yang kaya, yang kecil milik seorang yang miskin. Tuhan berpikir jika saya menginap di rumah orang kaya, sudah mungkin tidak menambah beban. Ketika orang kaya mendengar ada orang yang mengetuk pintu rumahnya, dia membuka jendela bertanya kepada orang asing tersebut kenapa mengetuk pintu rumahnya, Tuhan menjawab : “Saya ingin menginap satu malam dirumahmu.”

Si kaya melihat Tuhan dari kepala sampai kaki, dia melihat Tuhan memakai pakaian yang sederhana, tidak mirip dengan orang yang mempunyai uang, dia menggelengkan kepalanya berkata : ” Tidak bisa, saya tidak mengizinkan kamu menginap disini, rumah saya menumpuk banyak obat-obatan dan bibit unggul, jika setiap orang mengetuk pintu saya dan menerimanya, tidak akan berapa lama, saya bisa menjadi seorang pengemis, kamu cari tempat lain saja.” Setelah berkata demikian, dia menutup jendela dan meninggalkan Tuhan berdiri diluar.

Akhirnya Tuhan membalikkan badan meninggalkan rumah si kaya, lalu berjalan kedepan menuju ke rumah gubuk dan mengetuk pintu, pintu kecil segera terbuka, orang miskin langsung mempersilahkan Tuahan masuk dan berkata : ”Hari sudah gelap, silahkan menginap bersama kami disini, malam ini kamu tidak perlu meneruskan perjalanan.” Tuhan sangat terharu, dia masuk ke dalam rumah, istri orang miskin menjabat tangannya, menyambut kedatangannya dan berkata : ”Jangan sungkan, anggap seperti dirumah sendiri saja.” Meskipun mereka tidak memiliki banyak makanan, tetapi mereka dengan tulus hati mengeluarkan semua milik mereka untuk melayani Tuhan, istri si miskin merebus kentang diatas tungku api, sambil memeras susu kambing, dengan begitu mereka bisa meminum susu. Setelah meja makan dialas taplak meja, Tuhan dan suami istri ini duduk dimeja makan, meskipun hidangan tidak mewah, Tuhan sangat menikmatinya, sebab mereka semua berada dalam suasana gembira makan bersama.

Sesudah makan malam, tiba saatnya untuk tidur, istri si miskin memanggil suaminya dan berkata : ”Dengarkan saya, suamiku tercinta, malam ini kita tidur diatas tumpukan jerami saja, supaya tamu kita bisa tidur nyenyak ditempat tidur kita, dia sudah seharian melakukan perjalanan pasti sangat lelah.” Suaminya menjawab : ”Saya setuju, saya akan mengatakan kepadanya.” Dia lalu datang mengajak tamunya tidur diatas tempat tidurnya, Tuhan tidak setuju tidur diatas tempat tidur kedua orang tua ini, walaupun Tuhan menolak,  mereka tetap bersikeras, akhirnya Tuhan menerima usul mereka, tidur diatas tempat tidur, dan mereka berdua tidur diatas tumpukan jerami.

Keesokan harinya, mereka pagi-pagi sudah menyiapkan sarapan yang apa adanya untuk tamunya. Ketika sinar matahari menyusup masuk melalui jendela yang kecil ini, Tuhan terbangun, setelah sarapan bersama mereka, Tuhan hendak melanjutkan perjalannya. Dia berdiri didepan pintu rumah lalu membalikkan badan berkata kepada mereka : ”Kalian berdua adalah orang yang baik hati, silahkan meminta 3 permintaan, saya akan mengabulkan permintaan kalian. Orang miskin ini berkata : ”Saya berharap kami suami istri dapat hidup rukun dan sehat selamanya, setiap hari ada makanan untuk dimakan, sedangkan permintaan ketiga saya tidak tahu saya harus meminta apa lagi?” Lalu Tuhan berkata : ”Apakah engkau tidak berharap mempunyai sebuah rumah yang baru?” ”Oh ya, benar” si miskin berkata : ”Saya sangat suka, jika saya bisa mempunyai sebuah rumah yang baru.” Tuhan mengabulkan permintaan mereka, menggantikan gubuk mereka dengan sebuah rumah yang baru, lalu sekali lagi mengucapkan selamat kepada mereka dan melanjutkan perjalanannya.

Menjelang siang hari, si orang kaya baru bangun, dari jendela dia mengeluarkan kepalanya melihat ke luar, rumah gubuk di depan rumahnya telah berubah menjadi sebuah rumah yang mewah, jendelanya sangat terang, dia sangat terkejut, dengan cepat berteriak kepada istrinya: ”Apa yang terjadi?, semalam masih sebuah gubuk, kenapa dalam semalam bisa berubah menjadi rumah yang mewah? Cepat pergi lihat apa yang terjadi.” Istrinya lalu pergi keseberang jalan bertanya kepada orang miskin, lalu simiskin bercerita kepadanya bahwa semalam ada seorang yang minta menginap, dipagi hari ketika hendak melanjutkan perjalanan orang tersebut menyuruh mereka menyebutkan 3 permintaan yaitu seumur hidup bahagia dan sehat, setiap hari dapat makan dengan kenyang dan mengganti gubuk mereka menjadi rumah yang baru.

stri orang kaya setelah mendengar cerita tersebut, cepat-cepat memberitahu suaminya. Orang kaya mengeluh : “Saya sungguh benci kepada diri sendiri ! Kenapa saya tidak tahu ! Orang asing tersebut terlebih dahulu datang kerumah kita, ingin menginap dirumah kita, saya yang mengusir dia.” “Sekarang cepat pergi !” istrinya berteriak kepadanya : ”Cepat menunggang kuda dan mengejarnya, engkau pasti dapat mengejarnya, engkau harus membuat dia mengabulkan 3 permintaanmu.” Si kaya merasa ide istrinya sangat bagus, dengan segera dia menunggang kuda  mengejarnya, segera dia dapat mengejar Tuhan, meminta maaf kepada Tuhan, meminta Tuhan tidak marah karena tidak mengijinkan Tuhan menginap di rumahnya semalam, dia berkata semalam dia sedang mencari kunci depan rumahnya, rupanya Tuhan sudah berlalu dari rumahnya, jika Tuhan kembali pasti diijinkan tinggal dirumahnya.

“Baiklah,” Tuhan berkata :”Jika saya datang lagi saya pasti akan menginap.” Si kaya lalu bertanya kepada Tuhan apakah dia bisa mengabulkan 3 permintaannya seperti tetangganya. ”Dapat” Tuhan berkata : ”Tetapi ini semua tidak akan baik terhadap dirimu, lebih baik engkau tidak meminta.” Tetapi si kaya berpikir, jika bisa mengabulkan permintaan saya, saya bisa hidup lebih makmur lagi. Tuhan tidak bisa berbuat apa-apa lalu berkata kepadanya : ” Pulanglah ke rumahmu, sebentar lagi 3 permintaanmu akan terkabul.”

Permintaan si kaya sudah terkabul,  di dalam perjalanan pulang ke rumahnya, sambil menunggang kuda dia berpikir apa yang hendak diminta, lagi asyik memikirkan permintaannya, tali kekang kudanya terlepas, kuda mulai tidak berjalan dengan baik, sambil lompat-lompat mengacaukan pikirannya, dia betul-betul tidak bisa konsentrasi berpikir, dia menepuk-nepuk leher kuda dan berkata “Bisa santai sedikit, kudaku.” Tetapi kudanya malah melompat-lompat lebih tidak terkendali lagi, dia mulai kehilangan kesabarannya, menjerit kuat-kuat “Saya harap kamu jatuh dan lehermu putus.” Suaranya baru berhenti, kudanya tiba-tiba terjatuh, sama sekali tidak bergerak dan mati. Dengan demikian permintaan pertamanya sudah terkabul. Karena sifat pelitnya dia sayang membuang pelana kudanya, dia mengambil pelana kudanya dan meletakkan diatas bahunya, sekarang dia harus berjalan kaki pulang. “Saya masih mempunyai 2 permintaan.” Dia menghibur dirinya sendiri.

Dia berjalan perlahan-lahan di padang pasir, matahari di tengah hari sangat terik bagaikan berada di dalam tungku api, semakin lama dia semakin emosi, pelana diatas bahunya membuat bahunya sakit, dia masih belum terpikir apa permintaan selanjutnya. “Jika saja saya dapat memiliki harta diseluruh dunia ini. “ Dia mengoceh sendiri : ”Tentu saja saya tidak bisa dengan sekaligus memikirkan semuanya, harus dipikirkan baik-baik, cara apa yang dapat sekaligus memiliki semuanya, tidak boleh ada yang tertinggal.” Dia menghela nafas : ”Oh ya, saya mendengar dari seorang petani di Bovaria, meminta tiga permintaan sangat gampang, permintaan pertama adalah meminta bir yang banyak, permintaan yang kedua adalah meminum sepuasnya sesuai dengan selera, dan yang ketiga adalah meminta tambah 1 durm lagi.”

Ada beberapa kali dia merasa sudah selesai memikirkan permintaannya, beberapa saat lagi dia merasa permintaannya terlalu sedikit, sekarang didalam otaknya berpikir, betapa senang istrinya duduk di rumah, udara sejuk, sedang menyantap makanan yang lezat, dengan berpikir demikian dia semakin emosi tanpa sadar dia mengatakan : ”Saya harap dia bisa duduk diatas pelana ini, tidak bisa turun lagi, jadi saya tidak perlu memikulnya dalam perjalanan.” Perkataannya belum selesai, pelana dibahunya sudah menghilang, dia langsung mengerti permintaan keduanya sudah terkabul. Tiba-tiba dia merasa panas yang tak tertahan lagi, dia mulai lari berharap dapat cepat sampai kerumahnya, sehingga dirumah dapat berpikir dengan tenang hal-hal yang penting untuk permintaan ketiganya.

Ketika sampai dirumah,  membuka pintu kamarnya, dia melihat istrinya sedang duduk diatas pelana kuda, sedang menangis dan menjerit, tidak dapat turun dari atas pelana.  Dia membujuk istrinya berkata : ”Sabar sebentar, sebentar lagi saya akan meminta seluruh kekayaan didunia ini akan saya berikan padamu, engkau duduk dulu disana jangan bergerak.” Tetapi, istrinya memarahi dia : ”Engkau sangat tolol, jika saya tidak dapat turun dari pelana ini untuk apa seluruh kekayaan di dunia ini, engkau yang membuat permintaan sehingga saya duduk diatas pelana ini, maka kamu harus membuat permintaan supaya saya bisa turun dari pelana ini.” Mendengar perkataan istrinya mau tidak mau dia harus membuat permintaan ketiga supaya istrinya bisa turun dari pelana, permintaan ini langsung terkabul.

Akhirnya, si kaya selain pusing, capek dan malu, dia juga kehilangan kudanya, tidak mendapat apapun, tetapi kebalikan dari si kaya, simiskin malah mendapatkan kegembiraan , kehidupan yang tenang dan kebahagiaan seumur hidup.

Sumber : www.erabaru.or.id

"Orang yang murah hati berbuat baik kepada diri sendiri, tetapi orang yang kejam menyiksa badannya sendiri" (Amsal 11 : 17)

Janganlah Menjadi Hamba Uang

mau-harta Shuizhou tempat ini kali dan sungainya banyak, karenanya semua orang pandai berenang. Bocah-bocah yang berusia 5-6 tahun bisa bermain-main dan menangkap ikan di sungai ini, dan lebih hebat lagi kecakapan berenang orang dewasa.

Suatu hari, beberapa orang dari Shuizhou bersama seperahu melintasi sungai. Sepanjang perjalanan semua orang berbicara dengan gembira dan jenaka. Satu di antaranya mengatakan bahwa dirinya sudah beberapa tahun pergi berdagang, dan sekarang pulang melihat-lihat keluarga. Ia membawa sebuah buntalan di sisinya, dan selalu berada di sisinya setiap saat. Perahu tiba di pusat sungai, dan hal yang merepotkan terjadi. Karena sebelumnya turun hujan badai selama beberapa hari berturut-turut, sehingga air pasang melonjak hebat, dan saat ini angin kembali bertiup di permukaan sungai, sehingga membangkitkan gelombang raksasa. Dan tiba-tiba, sebuah gelombang menerjang ke perahu, sehinga memboboli sebuah lubang besar di ujung perahu, dengan gencar air sungai menggenangi perahu, dan perahu kecil akan segera tenggelam. Melihat kondisi yang buruk, orang-orang yang berada di atas perahu berturut-turut terjun ke sungai, berenang menyelamatkan diri, dan dengan sekuat tenaga berenang ke tepian.

Dan orang yang sebelumnya selalu membawa buntalan itu napasnya tersengal-sengal, kedua tangan turun naik berusaha berenang, namun meskipun lelahnya bukan main, berenangnya tetap saja sangat lamban. Teman seperahunya merasa sangat aneh, lantas bertanya padanya: “Hei, selama ini kamu sangat mahir berenang, kenapa kali ini malah ketinggalan di belakang?” Dengan napas tersengal-sengal orang itu menjawab: “Sebelum terjun ke sungai, saya membelitkan buntalan berisi seribu kepingan besar uang, karena itulah saat berenang sangat melelahkan.”

Dan tidak beberapa lama kemudian, orang itu semakin tidak bisa bergerak (berenang) lagi, melihat tanda-tanda bahaya akan segera tenggelam, teman seperahunya menjadi cemas padanya, dan mengingatkan: “Lepaskanlah uang itu dan buang saja!” Saking lelahnya orang itu tidak bisa berkata, hanya berusaha sekuat tenaga menggeleng-gelengkan kepalanya. Dan terakhir benar-benar tidak bisa berenang lagi, melihat akan segera tenggelam melihatnya demikian orang-orang lain menjadi sangat cemas, lalu berteriak kencang padanya: “Kenapa kamu begitu tolol, nyawa sudah hampir tak tertolong lagi, apa gunanya lagi uang itu? Sekarang buang uang itu masih belum terlambat, cepat buang uang itu, cepatlah, buang uang itu!” Orang itu tetap saja dengan sekuat tenaga menggeleng-gelengkan kepalanya, tetap tidak rela membuang uangnya. Dan terakhir, akhirnya ia   benar-benar kelelahan, dan ia tenggelam ke dasar sungai bersama-sama dengan uangnya.


Sumber : www.erabaru.or.id

"Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman :"Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau" (Ibrani 13 : 5)