Translate

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Sebab Dia adalah Tuhan kekuatanku, bersama-Nya ku takkan goyah

Gosip

Dalam terjemahan NIV dikatakan :"Gosip mengkhianati suatu kepercayaan. Hindari orang yang terlalu banyak bicara."

Hari-hari ini semua yang bermain saham/bursa mengerti bahwa naik turunnya saham, tergantung siapa bicara tentang apa. Sentimen pasar dan pergerakan harga sangat ditentukan oleh berita seperti apa yang sedang muncul dalam masyarakat. Karena itulah kita mesti belajar menimbang dengan masak apapuun yang kita katakan. Dari mulut kita bisa mengalir berkat kehidupan, tetapi dari mulut yang sama bisa keluar racun yang mematikan.

Terjebak dalam bergosip, akan membuat mulut kita menjadi pedang yang menikam banyak sahabat dan saudara. Dan bagaimanapun sperti yang firman Tuhan katakana : Dalam banyak bicara terdapat banyak pelanggaran.

Mari, kita ucapkan berkat, kebenaran, kebaikan, kesucian, dan jadikan dunia hidup kita lebih baik lagi.

Sumber : Pdt. Petrus Agung Purnomo

Kasih Tanpa Syarat

Kasih itu tanpa syarat dan selalu memberikan yang terbaik dalam segala keadaan, baik suka maupun duka. Kasihlah yang sangggup menyentuh hidup banyak orang yang menderita, membuat mereka yang menderita merasakan adanya pengharapan dan kekuatan untuk melangkah maju.

 



1

















Gadis yang berada di sebelah kanan itu bernama Katie Kirkpatrick yang berusia 21 tahun. Di samping kirinya adalah tunangannya bernama Nick yang berusia 23 tahun. Foto ini diambil sesaat sebelum mereka melangsungkan acara pernikahannya pada 11 Januari 2005 di sebuah kota di negara Amerika Serikat. Katie harus melakukan kemoterapi karena menderita kanker stadium akhir. Dengan kesetiaan yang luar biasa, Nick tetap menemani Katie dalam penderitaannya.

2 
















Dalam penderitaannya dimana sebagian organ tubuhnya tidak berfungsi dengan baik, Katie tetap bersemangat dan menyiapkan dengan detail mengenai segala keperluan pernikahannya. Baju pengantin pun harus disesuaikan beberapa kali dikarenakan tubuhnya yang semakin kurus.

3 
















Sambil mengenakan tabung oksigen sebagai alat bantu pernafasan, Katie tetap terlihat bersemangat menghadapi hari terpenting dalam hidupnya. Dengan disaksikan kedua orangtua dari Nick, Katie memeluk Nick dengan senyum bahagia.

4
















Dengan menggunakan kursi roda, dan tabung oksigen, Katie dengan bahagia mendengarkan suami dan teman-teman lain mem menyanyikan lagu-lagu kesukaan Katie.

5
















Di tengah-tengah pesta pernikahannya, Katie mengambil waktu untuk beristirahat untuk berjuang melawan penderitaannya. Kelemahan fisiknya tidak pernah membuatnya putus asa untuk tetap berdiri tegar melewati hari terpenting dalam hidupnya.

6 
















Akhirnya Katie dan Nick menjadi sepasang suami istri yang bahagia. Tepat 5 hari setelah pernikahan mereka yang mengharukan, Katie meninggalkan Nick untuk selamanya, berpulang ke rumah Bapa di surga yang kekal.


Hiduplah dengan kasih, siapapun pasanganmu, orang tuamu, kasihilah mereka dengan segenap hatimu. Berikan senyum kedamaian kepada setiap orang agar mereka mengerti arti kasih itu.

Bolehkah Saya Mendapat Sedikit Cahaya?

lilinkecil

Disebuah rumah mungil dipinggir hutan, tinggal sebatang lilin kecil. Ketika hari menjelang malam pemilik rumah tersebut menyalakan lilin kecil itu. Tiba-tiba datang angin besar menerobos masuk ke jendela rumah itu. Wusshh! Si Lilin Kecil ini merasakan apinya telah padam. “Aduh, aku harus segera mencari cahaya, hari sudah semakin gelap”, kata Lilin Kecil dengan panik.

Si Lilin Kecil lalu keluar dari rumah itu dan berteriak kepada Paman Matahari, “Paman, bolehkah aku meminta sedikit cahayamu?”

“O o! Mana mungkin Nak, jarak kita kan terlalu jauh! Lagipula Paman harus segera pulang, karena malam akan tiba. Daah”, kata Paman Matahari dengan terburu-buru.

Hari sudah beranjak malam, si Lilin Kecil terus berjalan mencari cahaya. Tiba-tiba dia melihat kilatan lampu mobil, dengan terburu-buru dia mengejar cahaya lampu mobil itu. “Tunggu! Tunggu! Lampu mobil, tolonglah aku!”, teriak Lilin Kecil sambil berlari-lari. “Aduh!”, jerit Lilin Kecil, rupanya dia berlari dengan menggebu-gebu sehingga tidak melihat jalan dan menabrak tiang listrik. “Lilin Kecil hati-hatilah kalau berjalan,” kata Paman Tiang Listrik.

“Oh, maafkan saya, sebenarnya saya hanya ingin meminta sedikit cahaya, tetapi tidak ada yang menghiraukan saya,” kata Lilin Kecil tertunduk sedih.

“Sudahlah jangan bersedih hati,” kata Paman Tiang Listrik. “Paman punya teman kecil bernama Lampu Meja. Dia tinggal diseberang jalan itu. Cobalah menemuinya, mungkin dia bisa membantu masalahmu.”

Seketika itu wajah Lilin Kecil berubah gembira, setelah mengucapkan terima kasih kepada Paman Tiang Listrik. Lilin kecil pergi menemui si Lampu Meja.

“Cobalah masukkan sumbumu kedalam saklar itu, saya mendapatkan cahaya juga berasal dari sana”, saran si Lampu Meja. Si Lilin Kecil itu dengan tidak sabar menancapkan sumbunya kedalam saklar tersebut. Tetapi kok tidak terjadi reaksi apa-apa ya. Berulang kali dicobanya, namun tetap tidak berhasil. De-ngan hati kecewa si Lilin Kecil meninggalkan tempat itu.

Si Lilin Kecil pulang dengan menundukkan kepala dan langkah gontai. Dia merasa benar-benar putus asa. Ketika pikirannya sedang berkecamuk sedih, tiba-tiba dia mendengar jeritan mengaduh. Oh, rupanya si Lilin Kecil lagi-lagi menabrak sesuatu. “Aduh! Maafkan saya Korek Api, saya tidak melihatmu karena saya sibuk memikirkan kemana lagi mencari cahaya,” kata Lilin Kecil. “Oh, kamu sedang mencari cahaya? Cepatlah julurkan sumbumu kesini, aku punya cahaya,” kata si Korek Api. “Waah, benarkah? Baiklah kalau begitu”, kata si Lilin Kecil penuh semangat. “Aduh Korek Api, Engkau baik hati sekali mau membantuku. Maukah engkau menjadi temanku?”

“Aku senang menjadi temanmu, Lilin Kecil. Ttt…tapi aku akan segera mati”, kata Korek Api dengan lemas.

“Tidak, tidak, aku tidak mau begini! Janganlah mati,” kata Lilin Kecil sambil menangis tersedu-sedu.

“Jjj…jangan sedih Lilin Kecil. Meskipun aku sudah tiada, tetapi cahayaku senantiasa berada di tubuhmu.”

Dan akhirnya si Korek Api itu benar-benar telah mati, namun cahaya Lilin Kecil telah menerangi rumah mungil itu sepanjang malam.

Lilin Kecil ini menggambarkan sebuah perjuangan dan ketulusan hati demi penerangan disekelilingnya, sedangkan si Korek api menggambarkan sebuah pengorbanan sampai akhir hayatnya juga demi orang lain. Persahabatan antara Lilin Kecil dan Korek Api walaupun sekejap, namun kerukunan dan ketulusan mereka telah memberikan manfaat yang besar kepada lingkungan sekitar.

Sumber : www.eraba ru.or.id

3 Pemanah

Suatu ketika, hiduplah seorang bijak yang mahir memanah dan mempunyai tiga orang murid yang setia. Ketiga pemuda tersebut, amatlah tekun menerima setiap pelajaran yang diberikan oleh guru tuanya itu. Mereka bertiga sangat patuh, dan tumbuh menjadi 3 orang pemanah yang ulung. Telah banyak buruan yang mereka dapatkan. Bidikan mereka bertiga sangatlah jitu. Sampai suatu ketika, tibalah saat untuk ujian bagi ketiganya. 

Sang guru, kemudian memilih lokasi ujian di sekitar tempat mereka belajar. Pilihannya jatuh pada sebuah pohon besar dengan latar belakang gunung yang indah. Diletakkannya sebuah burung kayu, pada cabang pohon itu. Setelah mengambil jarak beberapa puluh meter, Ia lalu berkata, "Muridku, lihatlah ke arah gunung itu, apa yang akan kau bidik ?"

Murid pertama maju ke depan. Busur dan anak panah telah disiapkan. Dengan lantang, ia menjawab, "Aku melihat sebuah batang pohon. Itulah sasaran bidikanku." Sang guru tersenyum. Ia memberikan tanda, agar muridnya itu menunda bidikannya. Sesaat kemudian, murid yang kedua pun melangkah mendekat. "Bukan. Aku melihat sebuah burung. Itulah sasaran bidikanku. Biarkan aku memanahnya Guru," seru murid itu, "Nanti, kita bisa memanggang burung yang lezat untuk makan siang."

Sang guru kembali tersenyum. Diisyaratkan tanda agar jangan memanah dulu. Ia bertanya kepada murid yang ketiga. "Apa yang kau lihat ke arah gunung itu?" Murid ketiga terdiam. Ia mengambil sebuah anak panah. Direntangkannya tali busur, dibidiknya ke arah pohon tadi. Tali-tali itu menegang kuat. "Aku hanya melihat bola mata seekor burung-burungan kayu. Itulah bidikanku." Diturunkannya busur itu. Tali-tali panah tak lagi meregang. Sang Guru kembali tersenyum, namun kali ini, dengan rasa bangga yang penuh. 

Muridku, sejujurnya, kalian semua layak untuk lulus ujian ini. Namun, ada satu hal yang perlu kalian ingat dalam memanah. Fokus. Sekali lagi, fokus. Tentukan bidikan kalian dengan cermat. Tujuan yang jelas, akan selalu meniadakan hal-hal yang menjadi penganggunya." Ia kembali melanjutkan, "Sebuah keberhasilan bidikan, akan ditentukan dari tingkat kesulitan yang dihadapinya. Sebuah pohon besar dan burung, tentu adalah sasaran yang paling mudah untuk didapat. Namun, bisa mendapatkan bidikan pada bola mata burung-burungan kayu, itulah yang perlu kalian terus latih."

Teman, memanah, adalah sama halnya dengan hidup. Kita pun perlu mempunyai fokus. Kita butuh sasaran dan tujuan. Memang, selalu ada banyak godaan-godaan pilihan yang harus dibidik. Selalu ada ribuan sasaran yang akan kita tuju dalam hidup. Ada bidikan yang sulit, dan ada pula bidikan yang sangat mudah. 

Namun, kita harus jeli. Kita wajib untuk cermat. Dan, sudahkan kita tentukan tujuan hidup kita dengan jeli dan dengan cermat? Tujuan yang terfokus, mungkin bukanlah hadir pada hal-hal yang besar. Tujuan yang terfokus, kerap ada pada sesuatu yang kecil, yang kadang sering dianggap remeh. Karena itulah mari, bidiklah setiap sasaran itu dengan jeli. Siapkanlah "busur dan panah" hidup kita dengan cermat. (Anonim)

Sumber : www.gbi-bethel-org

Kisah Bangau & Serigala

Pernah pada suatu saat, serigala dan bangau bersahabat. Meski keduanya punya perbedaan yang cukup besar. Setidak-tidaknya apa yang dapat dilihat mata. Misalnya, kalau jalan, serigala biasa berlari-lari kecil, sementara bangau terbang diatas. Mulut mereka juga beda. Mulut serigala punya gigi-gigi yang tajam, sementara bangau berparuh panjang tanpa gigi. Keadaan yang berbeda ini mempengaruhi cara makan dan minum yang berbeda pula.

Awal perkenalan antara mereka tak seorangpun tahu. Siapa yang memperkenalkan mereka, atau mereka ketemu sendiri, atau lewat sms barangkali? Entahlah. Tahu-tahu mereka sudah berteman saja dan sering jalan bareng.

“Hai Bangau,” kata serigala. “Bagaimana kalau kau mampir ke rumahku?” “Mampir ke rumahmu?” jawab bangau. “Boleh juga. Aku belum pernah main ke rumahmu.”

“Nanti kuhidangkan sup tulang kambing yang lezaaat sekali” kata Serigala sambil mulutnya berkecap-kecap membayangkan sup tulang kambingnya yang lezat.

Bangau semakin berminat untuk main ke rumah serigala. “Seumur hidup aku belum pernah mencicipi sup tulang kambing,” katanya dalam hati.

Setelah berjalan cukup jauh, sampailah keduanya di depan gua berlubang sempit. “Taraaaa! Inilah rumahku, “kata serigala. “Ayo, masuk!” ajaknya bersemangat.

“Mana pintunya??” tanya Bangau.
“Lubang sempit itu pintunya. Kita harus merangkak dengan hati-hati, baru bisa masuk,” jawab serigala.
“Saya tidak mungkin bisa memasuki lubang sempit itu! Saya bisa terbang, tapi tidak bisa merangkak seperti kamu,” kata bangau.
“Ayolah,“ kata serigala. “Serigala kecil saja bisa masuk, masak kamu tidak bisa??”

Malu disindir begitu, bangau dengan sangat susah payah ikut masuk ke dalam rumah serigala.

Serigala siapkan sop tulang kambing seperti yang ia janjikan. Lalu dituang di dua piring. Satu untuk dirinya, satu untuk bangau.
“Yuk, dimakan!” ajak serigala sambil menjilati supnya dengan lahap. Sementara bangau bingung. Ia tak mungkin makan seperti beruang dengan paruh panjangnya. Padahal ia sangat lapar dan haus.

Melihat sup bangau didiamkan saja, serigala yang masih lapar langsung menawarkan diri. “Tidak suka sup saya ya? Tidak mau makan ya? Ya deh, saya habiskan aja ya?”

Tanpa menunggu jawaban bangau, serigala langsung menyikat habis sup jatah Bangau. Bangau merasa dongkol sekali.

Ketika pamit pulang, mereka berdua sepakat bahwa besok giliran serigala berkunjung ke rumah bangau.

Rumah bangau ada di atas pohon besar. Melihat itu serigala langsung berkeringat dingin. “Seumur hidup aku belum pernah naik pohon,” katanya.

“Kamu bisa,” kata bangau. “Anak bangau kecil saja bisa sampai ke atas sana,” tambahnya.

Serigala merasa disindir. Maka dengan sangat susah payah ia pun berupaya naik pohon menuju rumah bangau.

Ahirnya sampai juga ia di atas, dengan badan lecet-lecet, dan gemetaran karena ia takut pada ketinggian.

Bangau sudah siapkan minuman penyambutan untuk berdua. “Ini adalah air madu, sangat lezat dan segar,” kata bangau sambil
meletakkan tempat minum berleher panjang bermulut sempit.

“Mari diminum,” ajak Bangau sambil memasukkan paruhnya kedalam minuman.

“Srrrrrrrppp!” bunyi bangau menyedot minuman dengan nikmat.  Tapi serigala bingung. Ia tak mungkin memasukkan moncongnya ke dalam tempat minum seperti yang bangau lakukan.

“Kok, tidak diminum? Tidak suka ya? Kalau begitu aku habiskan saja deh…” kata bangau langsung menghabiskan minuman yang sedianya untuk serigala.

Sejak itu mereka tak bertegur sapa lagi. Saling menghindar untuk tidak bertemu. Begitulah dua sahabat yang hanya memikirkan diri sendiri dan tidak peduli sama yang lain.

Sumber : www.erabaru.or.id

Kontes Si Jagung

Di sebuah ladang jagung sedang diadakan kontes pemilihan jagung tersehat, semua berkumpul sibuk menentukan pilihannya masing-masing, “Satu....satu, aku pilih yang nomer satu”, “Tiga, . . .tiga. .  yang nomer tiga baru ada perawakan raja”, jagung lainnya berkata, “Alaa..kita khan bukan sedang memilih raja”. Yang lainnya juga tidak mau kalah, “Lima…nomer lima , lihat  bijinya berisi padat dan sehat itu adalah jagung yang paling hebat!” Suasana sangat ramai. Juri mulai menghitung dan mencatat hasilnya di papan. Para jagung menunggu dengan tegang, ingin jagoannya menang. Suasana makin ramai hingga ketua juri menenangkan mereka, “Perhatian, perhatian, terima kasih kalian telah mengikuti perlombaan pemilihan jagung sehat pada tahun ini. Juara akan diumumkan sebentar lagi, para hadirin diharap tenang!”

Para kontestan yang berada di panggung juga cukup tegang apalagi ketika lampu sorot di arahkan ke mereka secara bergantian, “Juara lomba jagung sehat pada tahun ini adalah . . . .  nomer   lima!!” Lampu sorot berhenti di nomer lima, penonton lantas bersorak, “Hore!! Hore! Hebat yah!” Ketua Juri menyerahkan piala kepada nomer lima berkata, “Nomer lima, anda layak terpilih jadi juara jagung sehat dari 300 peserta, semoga anda bisa memecahkan rekor dan mendapat harga jual tinggi, serta bisa menguntung nenek tani lebih banyak.” Para hadirin pun memberikan tepuk tangan.

Seketika Jagung sehat ini pun menjadi idola, dimanapun berada selalu menjadi pusat perhatian. Para tetangga berkata “Wah, bisa jadi tetangga sang juara, sungguh membanggakan.” Beginilah si Jagung sehat menjadi terkenal, dan dia juga dengan ramah menyapa semuanya. “Sstt, nenek tani datang, lihat tangannya membawa apa?” kata Jagung jambul. Jagung pendek menyahut, “Keranjang, hari ini adalah saat memetik jagung.” Kemudian para jagung menyiapkan diri sebaik mungkin agar dipetik oleh nenek tani. Setelah mendekat, nenek tani bergumam,“Hhmm kali ini kelihatannya jagung-jagung tumbuhnya sangat sehat.” Tak lama kemudian nenek tani membawa pergi sekeranjang penuh jagung. Tapi si Jagung sehat tidak dipetik, tentu para jagung keheranan, “Hei, mengapa nenek tidak memetik jagung yang paling baik?” Melihat wajah sedih Jagung sehat, yang lainnya menghibur, “Ah mungkin nenek tani tidak melihat jagung yang baik ini.” Keesokan hari, nenek tani datang lagi ke ladang, tetapi dia tetap tidak memetik jagung yang sehat itu. Para jagung tambah heran, “Kali ini nenek tani kenapa lagi?” si jambul ikut menghibur, “Besok, besok, saya tebak nenek tani pasti akan membawa jagung yang sehat ini.” Hari demi hari, di ladang jagung hanya tersisa si Jagung sehat itu,  jagung yang semula padat berisi dan sehat telah berubah menjadi kering, menyusut dan keras. Si jagung pun menangis, ”Mengapa nenek tani tidak mau mengambil aku, bukankah aku adalah jagung yang paling sehat? Sekarang matahari telah membuatku jadi kering, susut dan keras, kelihatannya aku akan membusuk…hik..hik.”

Keesokan harinya, nenek tani datang lagi ke ladang dan berkata, “Ini adalah jagung yang benar-benar susah didapat, sudah besar cantik lagi, mengunakannya sebagai benih bibit unggul maka tahun depan seluruh ladang ini akan dipenuhi jagung hebat seperti dia. Sungguh luar biasa!” Mendengar itu si Jagung sangat terharu. Nenek tani lalu memetiknya dengan hati-hati dan tersenyum puas.

Setiap makhluk hidup yang dilahirkan didunia ini mempunyai talenta dan keunikannya masing-masing. Apa yang diberikan alam kepada diri kita pastilah ada maksud dan tujuannya.  Karena itu selalu bersyukur atas segala pemberian Tuhan, itu yang paling utama.

Sumber : www.erabaru.or.id

Prinsip Gio : Sepele Tapi Menghangatkan Hati

Gio seorang anak Italia. Karena kesulitan ekonomi dalam keluarga, mengharuskan dia putus dari sekolah pada usia 9 tahun, ikut bersama dengan ibunya menjaga toko alat-alat tulis yang dibuka di pinggir sebuah sekolahan.

Tokonya sangat kecil (luas toko itu hanya kira-kira 7 hingga 8 meter persegi), jadi uang yang dihasilkan juga kecil sekali. Hanya bisa untuk mempertahankan hidup dengan sederhana. Meski begitu ibu-nya menyediakan satu botol besar lem cair gratis, untuk siswa-siswa yang membeli amplop dan perangko.

Pada saat itu, Gio dan ibunya harus bekerja seharian penuh baru bisa mendapatkan sebotol lem cair itu, sehingga membuat Gio sangat tidak bisa memahami pemikiran ibunya.
Ibunya lalu menjelaskan bahwa, dari hal yang sangat kecil dan sepele, kadang kala malah bisa membuat orang merasakan kehangatan, hanya dengan membuat orang merasa hangat, baru bisa berdagang dengan baik, walaupun tidak berdagang jika bisa membuat orang lain merasakan kehangatan, juga merupakan suatu hal yang baik.

Tidak lama kemudian, ibunya juga mengeluarkan rautan pensil untuk dipergunakan para siswa secara gratis. Pada saat itu rautan pencil merupakan alat yang baru muncul di pasaran, kebanyakan para siswa itu tidak mampu membeli, jadi mereka datang ke toko kecil itu untuk meraut pensil mereka. Dalam beberapa hari rautan pencil itu sudah rusak. Ibunya lalu mengeluarkan lagi rautan pensil yang baru.

Toko kecil yang dibuka oleh Gio bersama ibunya itu, walaupun untungnya sangat tipis, tetapi selalu bisa membuat orang merasakan kehangatan dan ramah-tamah. Beberapa tahun kemudian, Gio telah tumbuh menjadi seorang remaja yang berusia 15 tahun, dia merasa harus mengerjakan sesuatu pekerjaan.

Karena Italia pernah sebagai satu negara yang memiliki banyak sepeda, Gio lalu membuka servis sepeda angin tepat berada di depan toko kecilnya sendiri. Ini adalah bisnis pertama Gio yang dia rintis sendiri.

Gio menyediakan karet pentil gratis bagi orang yang mereparasikan sepedanya. Mereparasikan sepeda di tempat lain, penggantian karet pentil dikenakan biaya, hanya di tempat Gio yang gratis, hal ini membuat orang terheran-heran. Para siswa lebih baik menempuh jarak satu hingga dua kilometer lebih jauh, juga akan pergi ke tempat Gio untuk mereparasikan sepeda mereka.

Beberapa tahun kemudian, Gio membuka usaha kantor jasa penitipan paket kilat. Di perusahaan jasa penitipan yang lain, membungkus barang paket dikenakan biaya. Tetapi di tempat Gio, pemaketan yang sederhana adalah gratis. Perusahaan Gio untung lebih sedikit jika dibandingkan dengan perusahaan penitipan kilat yang lain, tetapi dengan sangat cepat Gio mendapatkan hati para pelanggan.

Ketika Gio berusia 39 tahun, dia mengambil alih sebuah toko distributor mobil. Saat dia baru mengambil alih toko itu, dia membiarkan para pegawainya mempersiapkan mental untuk merugi selama setengah tahun.

Siapapun sudah tahu bahwa Gio adalah orang yang paling pandai mencari untung, tetapi pengumuman yang dia keluarkan justru  kerugian. Pernyataan yang di keluarkan oleh Gio ini lebih-lebih membuat kegemparan di dunia otomotif, "Semua orang yang membeli mobil di toko ini, mendapatkan gratis interior."

Gio merupakan orang yang pertama kali menjual mobil seperti ini di seluruh Italia, juga merupakan pelopor dari seluruh dunia dengan memberikan interior gratis bagi pembeli mobil. Tidak sampai setengah tahun, perusahaan otomotif Gio sudah mulai mendapatkan keuntungan.

Saat Gio berusia 50 tahun, dia mendirikan supermarket berantai yang paling besar di Itali. Di supermarket yang lain satu peni dan satu sen harus diperhitungkan.

Di supermarket milik Gio pelanggan bisa menghemat uang receh. Angka di belakang koma semuanya di tanggung oleh super market. Mengalah beberapa sen bagi sebuah supermarket adalah masalah yang sangat kecil, akan tetapi Gio telah memenangkan hati para pelanggan.

Seumur hidup Gio selalu melakukan "Hal yang sangat kecil, tetapi menghangatkan hati." Kelihatannya tidak ada apa-apa, sangat biasa hingga tidak perlu diutarakan.

Tetapi Anda keliru, kebanyakan orang di dunia ini, tidak bisa melaksanakan hal ini. Orang semakin kaya, pada hakekatnya semakin perhitungan. Bank adalah tempat yang paling banyak uang, tetapi dia berhubungan dengan para nasabahnya dengan memperhitungkan sampai sen dan peni. Perhitungan yang sangat cermat hingga beberapa angka di belakang koma, perhitungannya sering mencapai taraf yang tidak dapat ditolerir oleh para nasabahnya, bahkan tinta printer untuk buku tabungan nasabah juga enggan untuk diganti, angka dan huruf yang tercetak di atas buku tabungan, selalu pudar dan samar-samar, karena dengan cara beginilah yang paling hemat.

Dari ilmu kejiwaan, tidaklah mudah bagi seseorang untuk mengalah satu sen atau satu peni pada orang lain. Kebanyakan orang, termasuk para tokoh dunia, mereka sering menimbulkan kebencian pada masyarakat justru hanya karena mereka terlalu perhitungan pada keuntungan kecil dan kurang memberi perhatian atas hal-hal kecil. Dan sifat terlalu perhitungan serta tidak bisa mengalah kepada orang lain ini, merupakan kelemahan dari sifat manusia yang paling sulit ditanggulangi. Seseorang bila dalam hidupnya, ia bisa merelakan suatu keuntungan pada orang lain, walaupun keuntungan itu hanya kecil, maka menunjukkan bahwa orang ini benar-benar memiliki jiwa yang lapang serta hatinya penuh dengan kasih.

Sumber : www.erabaru.or.id

Semua Karena Cinta

giangkoi.com_st-Valentine (49) Selama perang dunia kedua, di dalam arus para pengungsi, ada seorang ibu membawa anaknya yang masih berusia tiga tahun, mengikuti arus manusia menuju ke tempat yang jauh.

Ibu ini menghancurkan rangsum terakhirnya dan yang hanya sedikit itu, disuapkan ke mulut anaknya, melihat muka anaknya yang kurus, tak tertahankan dia menitikkan air mata.

Dia tahu, dia sendiri sudah dua hari tidak makan, hidup dalam kelaparan dan kedinginan selama setengah bulan, membuat tubuhnya menjadi sangat lemah sekali. Dia khawatir dirinya sudah tidak bisa bertahan lagi, dan pada akhirnya anaknya pun tidak akan dapat melangsungkan hidup.

Setelah dia pikir-pikir, ibu tersebut lalu menggendong anaknya ke hadapan seorang pengungsi. Orang tersebut dulu adalah tetangganya, seorang dokter, orangnya sangat baik, dia tahu akan hal itu, maka dia berpikir jika saat ini anaknya dipercayakan kepada tetangganya ini, pasti tetangganya ini bisa memelihara anaknya ini hingga dewasa.  

“Saya akan berterima kasih kepada Anda seumur hidup saya”, ibu tersebut berlutut di hadapan tetangganya itu, “Mohon Anda bisa membawa serta anak saya ini untuk mengungsi bersama Anda.”

“Tidak, saya tidak akan mengabulkan permintaan Anda.”

Tetangganya itu menolak permintaannya, setelah dengan sekilas ia memeriksa keadaan tubuh si ibu dan anaknya itu,  “Masalah yang saya hadapi sudah cukup runyam, saya sudah tidak bisa membantu Anda lagi.”

Ibu ini terpaksa menggendong anaknya, melanjutkan perjalanan mereka.

Sepanjang perjalanan, tidak henti-hentinya ada orang yang terjatuh di pinggir jalan, dan tidak bangun lagi untuk selamanya. Tetapi ibu ini bisa secara ajaib membawa anaknya, menembus garis perbatasan dan tinggal di dalam kemah pengungsi.

Alasan utama Ibu ini bisa bertahan adalah karena dia tahu, jika dia pun tidak bisa melindungi anaknya, maka tidak akan ada orang lain lagi yang bisa membantu dia untuk mengasuh anaknya hingga dewasa.

Di kemah pengungsi, dia akhirnya berjumpa lagi dengan tetangganya itu.

“Anda dan anak Anda membutuhkan sebuah penopang.” Tetangganya itu berkata, “Hanya dengan kalian saling menopang, ibu dan anak baru bisa selamat.” Saat ini ibu tersebut baru menyadari kebaikan hati dari tetangganya itu.

Cinta merupakan suatu penopang. Cinta, telah menopang jiwa dari ibu dan anaknya itu. Pendidikan terhadap anak juga haruslah demikian.

Jika cinta bisa menopang sebuah harapan, lalu ada apa lagi yang tidak bisa tertopang oleh cinta? 

Sumber : www.erabaru.or.id

"Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran" (Amsal 17 : 17)

Api Suci Gereja Tua

Untitled Yerusalem-Umat Kristiani Ortodok merayakan Api Suci di Kota Yerusalem Ribuan penganut Agama Kristen Ortodoks merayakan Api Suci akhir pecan lalu di Gereja suci Sepulcher, Yerusalem.

Api suci dianggap sebagai keajaiban yang terjadi setiap tahun di hari Sabtu suci, sebelum Paskah Minggu Ortodok Ribuan Jemaat berkumpul di gereja tua, berdoa disamping salib Yesus, yang diyakini akan bangkit dari kematiannya.

Tepat pukul 2 siang waktu setempat, sinar matahari diperkirakan menerobos jendela pada langit-langit gereja, dan cahaya lampu ditempatkan di dalam pemakaman. Pemimpin Kristen Ortodoks Yunani dari Yerusalem menyalakan beberapa lilin dengan api suci, dan melangkah menuju jemaat yang berada dalam gereja. Selanjutnya, jemaat saling menyalakan lilin mereka, menyebarkan api dengan cepat hingga keluar gereja.

Tahun ini, Hari Paskah Ortodok timur jatuh satu minggu setelah dirayakannya Paskah di wilayah barat

Sumber : www.erabaru.or.id

Pemuda Cacat Memperbaiki Jam Dengan Kaki

perbaiki-jam Wang Jianhai, seorang lelaki cacat dari Beijing yang kehilangan kedua tangannya dalam sebuah kecelakaan, belajar untuk memperbaiki lonceng dan jam tangan hanya memakai kakinya. (TTV News) Wang Jianhai, seorang lelaki cacat dari Beijing yang kehilangan kedua tangannya dalam sebuah kecelakaan, belajar untuk memperbaiki lonceng dan jam tangan hanya memakai kakinya.

Pada masa anak-anaknya, Wang mengalami kecelakaan menyentuh sebuah kawat bertegangan tinggi, menyebabkan luka bakar serius pada kedua tangannya yang mengakibatkan amputansi. Walaupun kehilangan kedua tangannya, dia adalah seorang yang mandiri dan dapat mengurus dirinya sendiri tanpa bantuan dari orang lain.

Sepuluh tahun lalu, Wang memulai tugas belajar bagaimana memperbaiki lonceng dan jam tangan hanya menggunakan kakinya. Ada beberapa masalah yang dapat meyebabkan kerusakan jam: jam bisa berjalan terlalu lamban, terlalu cepat, atau bahkan berhenti sama sekali. Secara umum, memperbaiki jam yang rusak membutuhkan pengerjaan yang teliti dan hati-hati. Sekarang, masalah komplex dan teliti tidak pernah membingungkannya lagi, dan Wang Jianhai bahkan bisa bercakap-cakap dengan santai ketika dia sedang memperbaiki.

Wang secara bertahap memperoleh ketenaran di seluruh Beijing untuk pekerjaan kakinya yang bagus. Banyak pelanggan akan mencarinya ketika jam bermerknya mengalami kerusakan.

Baru-baru ini seorang turis dari Hong Kong sangat kagum dengan talentanya yang langka sehingga dia mengnudang Wang untuk pergi ke Hong Kong dan mengajari orang cacat di sana.

Sumber : www.erabaru.or.id

"Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa" (Roma 12 : 12)

Siapa Yang Menanam Apel Ini?

Di sebuah Desa yang damai dan tentram, tinggallah sebuah keluarga petani yang rajin di kaki bukit. Keluarga yang bahagia ini hanya mempunyai seorang anak perempuan. Pada suatu hari, si ayah petani yang rajin ini pergi ke ladangnya diatas bukit untuk bercocok tanam. Tiba-tiba datanglah seorang kakek yang aneh mendekati si Petani itu.

“Pak Tani, saya mempunyai 5 buah biji buah apel yang lezat dan manis sekali. Apabila dirawat dengan baik, maka dalam waktu 2 tahun pohon apel ini akan sudah dapat berbuah lebat. Maukah anda membelinya dengan 10 keping uang perak?”, kata kakek  aneh tersebut dengan penuh harap.

Si Petani itu memandangi 5 biji apel itu dengan penuh kecurigaan,”Bagaimana mungkin 5 biji apel ini dihargai 10 keping uang perak?! Mahal sekali. Jangan-jangan kakek aneh ini ingin menipuku,” pikir si Petani itu. Namun ketika dia melihat wajah kakek aneh itu tidak menampakkan sedikit pun niat jahat, malah menimbulkan iba di hati Pak Tani. “Kakek ini pasti dalam kesulitan sehingga dia harus menjual biji apel ini, tidak ada salahnya aku membelinya. Kalaupun benih ini tidak tumbuh seperti yang diharapkan, paling tidak saya telah membantunya,” pikir Pak Tani.

“Baiklah saya akan membelinya,” kata Pak Tani. Setelah menerima uang pemberian dari Petani itu, kakek aneh ini segera lenyap dari pandangan. “Sungguh kakek yang aneh,” gumam Pak Tani.

Pada hari itu juga Pak Tani menanam 5 biji apel ini diladangnya. Hari berganti hari, Pak Tani dan Ibu Tani bergantian merawat benih apelnya. Terkadang anak perempuannya juga ikut membantu membersihkan rumput liar disekitar pohon apel itu. Dalam waktu singkat 5 benih apel itu tumbuh dengan suburnya. Tak terasa 2 tahun telah berlalu. Kelima pohon apel itu benar-benar telah menghasilkan buah-buah apel merah yang besar dan ranum. Ibu Tani dan anaknya segera memetik buah apel yang ranum dan memakannya. “Hmm, benar-benar apel yang lezat! Kakek aneh itu tidak menipu kita, Pak,” kata Ibu Tani dengan riang. “Jika kita jual ke kota, orang-orang pasti mau membelinya dengan harga tinggi,” timpal Pak Tani sambil membayangkan keuntungan besar yang bakal diperolehnya.

Beberapa hari kemudian, keluarga Petani ini hendak memanen pohon apel mereka. Dengan riang Pak Tani memikul keranjang bambunya pergi ke kebun apel. Namun ketika mereka tiba di kebun, alangkah terkejutnya. Kebun apel yang penuh harapan itu telah porak poranda. Ternyata binatang-binatang hutan seperti monyet, burung, babi hutan, tupai dan lain-lain, sedang asyik menikmati buah apel mereka. Mereka telah menghabiskan hampir semua buah apel yang siap panen.

Petani itu pulang dengan tangan hampa dan penuh kekecewaan. Sejak saat itu Pak Tani tidak mau lagi pergi ke kebun apelnya diatas bukit. Mereka telah beralih memelihara hewan ternak di rumahnya.

Tak terasa dua tahun telah berlalu, suatu pagi anak perempuan mereka mengajak bertamasya ke atas bukit, tempat kebun apel mereka dahulu. “Tak ada salahnya kita kesana melihat-lihat kebun apel itu. Lagipula tempat disana sangat indah dan sejuk,” pikir Pak Tani.

Kemudian mereka berangkat ke atas bukit itu. Sesampai disana, alangkah terkejutnya Pak Tani melihat kebun apelnya. “Bbba...bbagaimana mungkin bisa menjadi begini?!” kata Pak Tani tergagap-gagap melihat kebunnya dipenuhi dengan pohon-pohon apel yang sedang berbuah ranum. “Dibukit ini hanya dihuni babi hutan dan burung-burung. Mungkinkah ada orang yang menanam pohon apel di kebun kita?”, kata Pak Tani penuh keheranan.

Anak perempuan mereka berkata,”Tidak ayah, sewaktu para binatang itu memakan buah apel kita, bukankah mereka membuang biji-biji apel itu berserakan di setiap jengkal tanah kebun kita? Biji-biji itu ternyata tumbuh menjadi pohon-pohon apel ini.”

“Ya Tuhan, buahnya lebih lebat daripada pertama kali kita menanamnya. Ini baru benar-benar panen besar”, ujar Petani itu dengan penuh rasa syukur.

Pengalaman pak Tani ini memberikan contoh pada kita bahwa janganlah melakukan sesuatu dengan setengah-setengah dan harus mengerjakan sesuatu dengan kesungguhan hati. Kecewa sesaat namun tidak patah semangat dapat merubah kegagalan menjadi sebuah keberhasilan.

Sumber : www.erabaru.or.id

"Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang" (Amsal 17 : 22)

Adakah Yang Akan Mendoakan Kita ?

Seorang pengusaha mengalami stroke, sudah 7 malam dirawat di RS di ruang ICU. Pada suatu malam di dalam dunia roh seorang Malaikat menghampiri si pengusaha yang terbaring tak berdaya.

Malaikat memulai pembicaraan, "Kalau dalam waktu 24 jam ada 50 orang berdoa buat kesembuhanmu, maka kau akan hidup dan sebaliknya jika dalam 24 jam jumlah yang aku tetapkan belum terpenuhi, itu artinya kau akan meninggal dunia!

"Kalau hanya mencari 50 orang, itu sih gampang. Aku memiliki 2000 karyawan. " kata si pengusaha ini dengan yakinnya.

Setelah itu Malaikat pun pergi dan berjanji akan datang 1 jam sebelum batas waktu yang sudah disepakati.

Tepat pukul 23:00, Malaikat kembali merngunjunginya, dengan antusiasnya si pengusaha bertanya, "Apakah besok pagi aku sudah pulih?".

Dengan lembut si Malaikat berkata, "Anakku, aku sudah berkeliling mencari suara hati yang berdoa buatmu tapi sampai saat ini baru 3 orang yang berdoa buatmu, sedang waktumu sempit, rasanya mustahil ada 50 orang yang berdoa buat kesembuhanmu".

Lalu si Malaikat menunjukkan layar besar berupa TV, 3 orang yang berdoa buat kesembuhannya adalah istri dan kedua anaknya. Berdoa dengan khusuk dan tampak tetesan air mata di pipi mereka".

Kata Malaikat, "Aku akan memberitahumu, kenapa Tuhan mau memberikanmu kesempatan kedua?  Itu karena doa istrimu yang tidak putus-putus berharap akan kesembuhanmu"

Kembali terlihat di mana si istri sedang berdoa pada pukul 02:00 dini hari, " Tuhan, aku sadar kalau selama hidupnya suamiku bukanlah suami atau ayah yang baik! Tapi Tuhan, tolong pandang anak-anak yang telah Engkau titipkan pada kami, mereka masih membutuhkan seorang ayah dan hamba tidak mampu membesarkan mereka seorang diri." dan setelah itu istrinya berhenti berkata tapi air matanya semakin deras mengalir di pipinya yang kelihatan tirus karena kurang istirahat".

Melihat peristiwa itu, tanpa terasa, air mata mengalir di pipi pengusaha ini. Timbul penyesalan bahwa selama ini dia bukanlah suami yang baik dan ayah yang menjadi teladan bagi anak-anaknya, dan malam ini dia baru menyadari betapa besar cinta istri dan anak-anak padanya.

Waktu terus bergulir, waktu yang dia miliki hanya 10 menit lagi, tidak mungkin dalam waktu 10 menit ada 47 orang yang berdoa untuknya!

Dengan setengah bergumam dia bertanya, "Apakah di antara orang yang ku kenal, tidak ada yang berdoa buatku?"

Jawab si Malaikat, "Ada beberapa yang berdoa buatmu tapi mereka tidak tulus, bahkan ada yang mensyukuri penyakit yang kau derita saat ini. Itu karena selama ini kamu arogan, egois dan bukanlah atasan yang baik, bahkan kau tega memecat karyawan yang tidak bersalah".

Si pengusaha tertunduk lemah, dan pasrah menghadapi saat terakhir, dia minta waktu sesaat untuk melihat anak dan si istri yang setia menjaganya sepanjang malam.

Ketika waktu menunjukkan pukul 24:00, tiba-tiba si Malaikat berkata, "Anakku, Tuhan melihat air matamu dan penyesalanmu! Kau tidak jadi meninggal, karena ada 47 orang yang berdoa buatmu tepat jam 24:00".

Si Malaikat menunjukkan Panti Asuhan yang pernah diberinya bantuan. Meski bantuannya waktu itu tidak tulus namun sangat berarti bagi panti asuhan itu. Anak-anak panti asuhan itulah yang berdoa buat kesembuhannya.

Sumber : www.erabaru.or.id

Tiga Pertanyaan

Leo Tolstoy menceritakan sebuah kisah indah tentang seorang raja yang ingin mengetahui jawaban atas 3 pertanyaan: Kapan waktu yang tepat untuk melakukan segala hal? Siapa yang terpenting? Dan apa hal terpenting yang harus dilakukan? Raja menjanjikan hadiah besar bagi mereka yang berhasil menjawab ketiga pertanyaan tersebut dengan tepat.

Untuk pertanyaan pertama, ada yang menasehatkan raja untuk membuat jadwal kerja dan berkonsentrasi. Yang lain menganjurkan supaya raja tidak membuang-buang waktu. Ada yang menganjurkan raja untuk mengangkat penasehat-penasihat yang bijak. Yang berikutnya menganjurkan supaya raja memakai juru ramal saja karena lebih cepat daripada mencari dan merekrut orang bijaksana.

Pertanyaan kedua, seseorang berkata bahwa raja perlu mempercayai pegawai-pegawainya, pendeta, dan ahli-ahli perang.

Pertanyaan ketiga, ada yang mengatakan ilmu pengetahuan, ada yang mengatakan agama atau ilmu kemiliteran.

Raja tidak puas dengan semua jawaban yang ada. Akhirnya ia memutuskan untuk mengunjungi seorang pertapa bijaksana yang hidup di puncak gunung. Raja kemudian menyamar menjadi seorang rakyat jelata dan pergi mengunjungi orang tersebut. Sampai di puncak gunung, ia mendapati sang pertapa sedang menggali beberapa lubang di kebunnya. Ketika raja menanyakan ketiga pertanyaannya, si pertapa hanya tersenyum sambil menepuk-nepuk pundak sang raja dan meneruskan pekerjaannya. Raja berkata, "Anda kelihatannya lelah  mari saya bantu menggali." Pertapa itu mengucapkan terima kasih, dan memberikan sekopnya kepada raja. Ia duduk di bawah pohon untuk beristirahat.

Ketika raja telah menyelesaikan 2 lubang, kembali ia menanyakan 3 pertanyaannya kepada si pertapa. Pertapa itu tidak menjawabnya, malahan ia mengatakan hal lainnya, "Kenapa Anda tidak beristirahat dulu? Biarkan saya meneruskan pekerjaan itu lagi." Tetapi raja meneruskan pekerjaannya. Satu,dua jam pun berlalu. Akhirnya Matahari terbenam. Raja meletakkan sekop dan duduk di samping Si Pertapa. Raja menanyakan kembali pertanyaannya.

Tiba-tiba seorang laki-laki lari mendekati mereka dari dalam hutan. Ia meletakkan tangannya di perutnya yang terluka. Laki-laki itu pingsan di tanah. Seluruh tubuhnya berlumuran darah. Tak tahan melihatnya, raja membuka pakaian laki-laki itu dan membersihkan lukanya. Saat siuman, raja memberi ia minum. Berdua bersama Si Pertapa, ia menggendong laki-laki itu ke pondok karena hari mulai gelap. Raja merasa kelelahan, dan jatuh tertidur. Keesokan paginya, ketika raja membuka mata, laki-laki itu telah siuman. Ketika melihat raja, laki-laki itu berbisik, "Maafkan saya." "Mengapa saya harus memaafkanmu?" tanya raja. “Saya adalah musuh Anda, saya datang untuk membunuh Anda. Tetapi saya bertemu pengawal-pengawal istana, Mereka melukai saya. Untung saya bisa melarikan diri. Kalau saja Anda tidak menolong saya, pasti saat ini saya sudah mati. Anda telah menyelamatkan saya! Saya merasa malu dan saya ingin berterima kasih atas kebaikan Anda. Saya bersumpah, saya, anak dan cucu saya akan mengabdi kepada Anda? Maafkan saya."

Raja merasa sangat bersukacita karena begitu mudah ia didamaikan dengan musuhnya. Sebelum pulang, raja menemui Pertapa untuk berpamitan. Pertapa itu berkata, "Pertanyaan-pertanyaan Anda telah terjawab." Ketika Pertapa melihat raja kebingungan, ia segera melanjutkan pernyataannya. "Kemarin seandainya Anda tidak merasa kasihan kepada saya dan menolong saya di kebun, maka Anda sudah terbunuh di hutan. Maka Anda pasti akan menyesal mengapa tidak tinggal saja di sini. Jadi waktu yang tepat adalah saat Anda menggali lubang, orang yang terpenting adalah saya dan pekerjaan yang terpenting adalah menolong saya.

Kemudian saat laki-laki itu datang, waktu yang terpenting adalah saat Anda mengobati lukanya, karena bila tidak Anda lakukan ia akan mati dan Anda akan kehilangan kesempatan berdamai dengannya. Demikian juga, ia adalah orang yang terpenting. Sedangkan hal yang terpenting adalah mengobati lukanya."

Ingatlah bahwa waktu yang terpenting itu cuma satu dan waktu itu adalah “Sekarang”. “Sekarang”  adalah satu-satunya waktu yang ada  di tangan kita. Orang yang terpenting selalu adalah orang yang ada di sisi kita, di depan kita karena siapa yang tahu hubungan apa yang akan kita miliki dengannya di masa yang akan datang. Pekerjaan yang terpenting adalah membuat orang itu bahagia.

Sumber : www.erabaru.or.id

Gambar Mirip Yesus Muncul di Potongan Batu Meteorit

Untitled Ilmuwan Rusia menemukan potongan batu meteorit yang jatuh pada 100 tahun lalu mirip dengan gambar Yesus. Meteorit ini disebut  “Boguslavka”, gambar kepala Yesus di potongan batu sangat mirip dengan gambar yang teradapat di kain kafan Turin. Masalah ini mendapat perhatian serius dari ilmuwan Rusia.

Menurut laporan  Pravda Rusia, meteorit ini telah disimpan di Museum Geologi di Moskow, penanggung jawab museum Michael Nazarov berkata meteorite Boguslavka jatuh di wilayah  Timur Jauh yang jarak 220 km dari Vladivostok, ketika meteorite jatuh di bumi sudah pecah menjadi dua bagian, dan gambar kepala Yesus ada di atas potongan meteorit tersebut.

Menurut informasi, pada saat itu masyarakat di desa telah melihat pemandangan jatuhnya meteorit. Bahkan salah satu penduduk desa menggunakan cat warna untuk melukis meteorit yang jatuh.

Ilmuwan Rusia sangat terkejut melihat gambar seperti ini dalam potongan meteorit. Dalam potongan meteorit ini secara samar-samar terlihat jenggot, dahi yang tinggi dan hidung yang panjang serta fitur wajah lainnya.

Kain kafan Turin adalah sebuah benda yang paling suci dalam agama Katolik, beberapa orang menganggap ini adalah kain yang digunakan ketika Yesus dikuburkan, yang mengherankan, meskipun kain kafan produk linen, tetapi di bagian depan dan belakang bisa dilihat gambar laki-laki sungguhan yang disalibkan, di dalamnya bisa dilihat gambar kepala Yesus. Sejauh ini asal usul mayat dalam bungkusan kain kafan Turin masih menjadi misteri.



Sumber : www.erabaru.or.id

1 2

3 4

Memberi Orang Lain Sebuah Senyuman

senyum Telah diketahui oleh semua orang, bahwa Tuan Dawson adalah orang tua yang memiliki tabiat buruk, jika tidak ada masalah jangan sekali – kali mengusik dia. Halaman rumahnya ditanami pohon apel, pohon itu membuahkan apel yang terbaik di seluruh kota kami. Tetapi warga seluruh kota pun tahu, bahwa apel di rumahnya itu tidak boleh dipetik, walaupun sudah jatuh di tanah pun tidak boleh dipungut. Kata orang, jika Tuan Dawson kelihatan kamu sedang memetik buah apelnya, maka dia akan mengeluarkan senapan anginnya untuk mengusirmu.

Di suatu hari Jumat sore, gadis kecil 12 tahun yang bernama Jeannite bermaksud melewatkan akhir pekannya di rumah teman baiknya, Amy. Untuk ke rumah Amy, harus berjalan melewati rumah Tuan Dawson. Ketika Jeannite dan Amy berjalan mendekati rumah Tuan Dawson, Jeannite melihat Tuan Dawson sedang duduk di depan teras, Jeannite mengusulkan untuk berjalan di seberang jalan.

Amy lalu berkata bahwa Tuan Dawson tidak akan melukai siapa pun. Jeannite sangat ketakutan, setiap langkah berjalan mendekati rumah Tuan Dawson, selalu membuat hatinya berdebar semakin kencang. Ketika mereka berjalan sampai di depan pintu Tuan Dawson, tanpa sadar Tuan Dawson mengangkat kepalanya, seperti biasanya dahinya berkerut, memandangi tamu tak dikenal di depan matanya. Ketika dia melihat itu adalah Amy, wajah yang asalnya berkerut dalam sekejap merekah sebuah senyuman berseri. “Apa kabar, Nona Amy?”, kata Tuan Dawson, “Hari ini ada seorang teman kecil berjalan bersama anda.”

Amy juga membalasnya dengan senyuman dan memberitahu dia bahwa mereka akan bermain dan mendengarkan musik bersama. Tuan Dawson bilang, kedengarannya sangat asyik, dan memberi mereka satu orang satu buah apel yang baru dipetik dari pohon. Dua nona kecil itu menerima apel yang merah dan besar itu dengan hati sangat gembira.

Setelah berpisah dengan Tuan Dawson, Amy menjelaskan bahwa sewaktu pertama kali melewati depan pintu rumah Tuan Dawson, dia juga merasa Tuan Dawson sama seperti yang dikatakan orang – orang, sangat tidak ramah, membuat dia merasa takut. Tapi dia membayangkan bahwa Tuan Dawson dengan wajah tersenyum, hanya saja senyumnya itu disembunyikan, sehingga orang lain tidak dapat senyuman itu. Maka setiap kali dia melihat Tuan Dawson, Amy selalu menyambutnya dengan senyuman. Akhirnya pada suatu hari, Tuan Dawson juga membalas Amy dengan sebersit senyuman. Lalu setelah beberapa kali, Tuan Dawson mulai membalas senyum Amy, senyuman beliau adalah senyum yang muncul dari lubuk hatinya, tidak hanya itu Tuan Dawson malah mulai berbincang – bincang dengan Amy.

Seiring dengan berlalunya waktu, pembicaraan mereka juga semakin lama semakin banyak.
Selesai mendengarkan penuturan Amy, Jeannite pun bertanya, “Senyuman yang tersembunyi?” “Iya…”, jawab Amy, “Nenek pernah memberitahuku, bahwa setiap orang itu bisa tersenyum, hanya bagi sebagian orang senyumannya itu disembunyikan. Maka aku tersenyum terhadap Tuan Dawson, sebaliknya Tuan Dawson juga tersenyum denganku, senyuman itu bisa saling menular.”

Dalam hidup ini, kita selalu sibuk, selalu berupaya untuk mengerjakan lebih banyak hal, misalnya bekerja mati – matian, mendidik anak, menjaga kebersihan dan sebagainya. Dengan demikian, kita mudah sekali terperosok ke dalam pekerjaan kecil dan sepele di dalam hidup keseharian, dengan demikian senyuman kita sendiri disembunyikan, lupa atau mengabaikan membawa kegembiraan pada orang lain dan diri sendiri. Sebenarnya memberikan senyuman kepada orang sama dengan memberikan senyuman pada diri sendiri. Perkataan Amy memang benar, senyuman itu bisa saling menular, janganlah disembunyikan lagi.

Sumber : www.erabaru.or.id

"Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat" (Roma 12 : 10)

Kemalangan Terbesar

Saat Henry berumur 23 tahun, ia telah difitnah oleh seseorang yang tidak dikenalnya dan karenanya telah dihukum penjara selama sembilan tahun. Di kemudian hari saat kasus itu diusut ulang, ia dinyatakan tidak bersalah, dan akhirnya dibebaskan dari penjara. Setelah keluar dari penjara, setiap hari dia mulai berulang-ulang mengecam dan mengutuk orang yang telah memfitnahnya, merasa telah diperlakukan tidak adil dan selalu mengasihani diri sendiri.

“Nasibku sungguh malang, saat usiaku masih sangat muda dan dimana seharusnya dapat berprestasi malah mengalami fitnahan. Melewatkan masa-masa yang seharusnya paling bagus dan indah di dalam penjara. Penjara semacam itu tidak seharusnya ditinggali manusia, sangat sempit sekali.  Berbalik badan saja sulit dilakukan.”

“Satu-satunya jendela kecil yang ada, dari sana juga hampir tak pernah terlihat berkas sinar matahari yang terang benderang. Dinginnya udara pada musim dingin tidak tertahankan. Jika musim panas banyak nyamuk yang datang menggigit… Sungguh aku tak mengerti, mengapa Tuhan tidak  menghukum mereka yang telah memfitnah diriku, walaupun orang tersebut dicincang sampai hancur, juga tidak akan bisa meredakan dendam kesumat yang berada di dalam hati ini!”

Di saat dia telah berusia 73 tahun, ia dirundung oleh kemiskinan dan penyakit, yang akhirnya membuat dia tergolek di atas ranjang pesakitan tidak bisa berdiri.

Saat dalam keadaan sekarat, seorang pastur mengunjunginya dan mendekat ke sisi ranjangnya, “Anak yang malang, sebelum Anda pergi ke surga, bertobatlah atas se-gala dosa yang telah Anda perbuat di dunia ini……”

Segera setelah pastur itu selesai berkata, dia yang berbaring di atas ranjang langsung berteriak-teriak dengan suara parau, “Saya tidak membutuhkan tobat apapun juga, yang saya butuhkan adalah kutukan, untuk mengutuk orang-orang yang telah memberikan nasib malang pada saya itu …”

Pastur itu lalu bertanya, “Akibat sebuah fitnahan berapa lama Anda mendekam di penjara? Dan setelah keluar, Anda telah hidup di luar penjara selama berapa lama?”

Dengan sangat geram dia menunjukkan angka-angka itu kepada pastur itu.

Henry lalu menuturkan bahwa ia mendekam di penjara selama 9 tahun, dan sejak keluar dari penjara hingga hari ini telah ia lewati selama 41 tahun.

Mendengar penuturan Henry, pastur itu lalu menghela nafas panjang, “Sungguh kasihan, Anda benar-benar adalah orang yang paling malang di dunia ini, saya sungguh-sungguh merasakan sangat-sangat prihatin dan sedih atas semua kemalangan yang Anda alami ini! Tetapi mereka hanya memenjarakan Anda selama 9 tahun saja. Setelah Anda keluar dari penjara seharusnya Anda bersyukur telah mendapatkan kebebasan untuk selamanya dan dapat memanfaatkannya untuk hal-hal yang berharga.”

“Tetapi sungguh sangat disayangkan tindakan Anda malah sebaliknya, Anda telah menyia-nyiakan waktu yang berharga, menggunakan dendam, keluhan dan kutukan yang ada di dalam hati Anda, untuk membelenggu dan telah memenjarakan Anda selama 41 tahun lagi!”

Dalam kehidupan sehari-hari, kita memang sering menemui orang-orang yang selalu terikat dengan rasa dendamnya. Mereka merasa telah diperlakukan secara tidak adil dan selalu mengutuk pihak lain yang mereka anggap telah menyalahi mereka, sehingga tidak dapat menjalankan kehidupan ini dengan enak, selalu ada ganjalan dalam hati mereka.

Mengapa tidak mengurai dendam ini, memaafkan mereka yang bersalah? Bukankah mereka juga adalah manusia seperti kita yang bisa khilaf sesaat dan berbuat salah? Bukankah semua manusia tidak luput dari kesalahan dan dosa? Mengapa harus menambah dosa, membebani hidup dengan membenci orang lain? Dengan mau berbelas kasih, membuang beban yang tidak berguna ini, bukankah akan membuat kita lebih dapat menikmati keindahan dari kehidupan ini?

Sumber : www.erabaru.or.id

"Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu" (Efesus 4 : 32)

Raja Alfred Dan Kue Yang Gosong

Picture1 Suatu hari, ketika Raja Alfred yang baik dari Inggris dipaksa melarikan diri dari pasukan musuh, ia menyembunyikan dirinya di sebuah hutan. Di dalam hutan ini, ada sebuah gubuk yang kecil, dan Alfred bertanya pada wanita yang tinggal di sana apakah ia boleh masuk dan beristirahat. Wanita desa itu tidak mengetahui bahwa yang berdiri dihadapannya adalah raja, mengiranya sebagai seorang prajurit Inggris yang tampak sangat lelah, maka dia membiarkan raja Alfred masuk dan duduk di dapurnya.

Di atas perapian, beberapa kue sedang dipanggang, dan wanita itu mengatakan kepada orang asing itu untuk menjaganya, dan berhati-hatilah supaya ia tidak gosong, setelah itu wanita itu akan memberi dia makan malam dengan kue tersebut. Lalu wanita itu pergi untuk lakukan pekerjaannya.

Pada mulanya, Raja Alfred mengamati kue-kue itu secara hati-hati; ketika satu sisi sudah matang ia membalikkan sisi yang lain keperapian. Tetapi, saat sedang menunggu, ia mulai berpikir tentang negerinya, dan tentang rakyatnya yang miskin, lalu ia melupakan kue tersebut.

Ketika wanita itu kembali, kue-kue itu telah hitam dan gosong. “Kamu adalah seorang yang sangat ceroboh!” dia berteriak dengan marah. “Kamu telah sangat lapar dan bisa mengisi perut dengan kue-kue ini, tapi kenapa kamu tidak menjaganya sampai gosong begini!”

Selagi dia mendamprat dengan keras, suaminya pulang. Ia mengenali bahwa yang sedang duduk di dapurnya adalah Raja Alfred. Ia berkata: “Diam, istriku!” teriaknya. “Ia adalah yang mulia raja kita!”

Ketika wanita itu mendengar hal ini, dia sangat ketakutan, dan dia memohon kepada Alfred untuk mengampuninya.

Raja yang rendah hati ini tersenyum, dan berkata: “Saya akan dengan dengan senang hati memaafkan Anda, asalkan Anda mengampuni saya karena membuat kue-kue ini gosong.”

Sumber : www.erabaru.or.id

"Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut Tuhan dari padamu : selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hdapan Allahmu ?" (Mikha 6 : 8)

Murah Hati Yang Sesungguhnya

murah_hati Angin Tornado telah menerpa sebuah kota kecil di dekat tempat tinggal kami, banyak sekali penduduk dalam kota itu menderita kerugian yang sangat parah. Sebuah foto khusus yang dimuat dalam surat kabar benar-benar sangat menyentuh hati saya.

Di dalam foto itu terlihat seorang ibu muda berdiri di depan rumahnya yang hancur total diterpa oleh angin Tornado, di samping ibu muda itu berdiri seorang bocah yang kira-kira berusia tujuh sampai delapan tahun menundukkan kepalanya dengan sedih. Di sisi lain ibu muda itu berdiri seorang anak perempuan kecil. Kedua tangan kecilnya sedang memegang erat baju ibunya, matanya memandang ke arah kamera, dengan sinar mata yang penuh dengan ketegangan dan ketakutan.

Dalam berita tersebut, wartawan juga memaparkan ukuran pakaian dari orang-orang yang berada di dalam foto. Setelah saya perhatikan ternyata ukuran pakaian mereka (anak yang berada dalam foto) hampir sama dengan ukuran pakaian anak-anak saya. Saya pikir ini merupakan kesempatan yang sangat baik untuk mendidik anak-anak saya agar mengerti bagaimana memberi bantuan kepada mereka yang tertimpa kemalangan.

Saya menempelkan foto dalam surat kabar itu di pintu lemari es, menceritakan kesulitan yang mereka (orang-orang yang berada dalam foto) hadapi sekarang, kepada sepasang anak kembar saya Brando dan Brant yang berusia tujuh tahun serta putri saya Mery yang masih berumur tiga tahun.

Saya katakan kepada mereka bertiga, “Kita memiliki begitu banyak barang, sedangkan orang-orang yang tertimpa bencana itu sekarang tidak memiliki apa-apa lagi. Sekarang kita akan berbagi benda-benda yang kita miliki dengan mereka.”

Saya mengeluarkan tiga kardus besar dari gudang dan meletakkan kardus-kardus itu di atas lantai. Ketika saya dan kedua anak lelaki saya sedang sibuk memasukkan makanan kalengan serta barang-barang yang tidak mudah rusak, juga sabun dan lain sebagainya ke dalam salah satu kardus besar itu, saya melihat Mery sedang memeluk Lucy, boneka kain yang sangat disayanginya, datang menghampiri diri saya.

Dia memeluk erat-erat boneka itu di depan dadanya, menempelkan pipi bundar kecilnya di atas wajah Lucy yang berwarna semu dan berbentuk pipih itu, setelah memberikan ciuman terakhirnya, kemudian dia meletakkan Lucy dengan perlahan di atas mainan-mainan yang lain.

Melihat itu saya berkata kepadanya, “Oh, sayangku kamu tidak perlu menyumbangkan boneka Lucy yang sangat kamu sayangi itu.”

Mery mengangguk-anggukkan kepalanya dengan serius, kedua matanya berkaca-kaca. Nampaknya dia sedang menahan agar air matanya tidak menetes keluar dan berkata, “Mama, Lucy memang telah membawakan aku kebahagiaan. Saya berharap dia juga bisa membawakan kebahagian kepada anak perempuan kecil itu.”

Saya mendadak tersadar, sesungguhnya setiap orang bisa saja dengan hati ringan menyumbangkan barang-barangnya yang sudah tidak dipakainya kepada orang lain, tetapi tidak semua orang bisa bermurah hati menyumbangkan barang yang paling ia sayangi kepada orang lain.

Murah hati yang sesungguhnya ini, kebaikan hati yang tulus ini terpancar dari tindakan dan harapan seorang anak yang masih berusia tiga tahun. Menyumbangkan sebuah boneka kain yang biarpun sudah usang, tetapi merupakan boneka yang paling dia sayangi itu kepada orang lain.

Saya sendiri yang semula ingin memberikan didikan kepada anak-anak, akhirnya malahan mendapatkan pelajaran dari tindakan yang dilakukan oleh anak-anak.

Mendengar kata-kata adiknya yang begitu polos, sepasang kakak laki-lakinya terperangah sampai lupa menutup mulut mereka.

Brant tidak mengatakan sepatah kata apapun, dia masuk ke dalam kamar mengeluarkan robot yang paling dia sukai. Dengan sedikit keraguan, memandang ke arah Mery, lalu meletakkan robot itu di samping boneka Lucy.

Wajah Brando memperlihatkan senyuman yang hangat, kedua matanya bersinar, dia juga lari masuk ke dalam kamar mengeluarkan beberapa mobil-mobilan kecil seperti kardus korek api yang paling dia sayangi, dengan serius dan hati-hati memasukkan mobil-mobil itu ke dalam kardus.

Saya mengeluarkan kembali jaket coklat yang lengannya sudah sangat aus itu dari kardus yang terisi pakaian. Lalu sebagai gantinya saya masukan jaket hijau yang baru saya beli minggu yang lalu ke dalam kardus baju.

Saya berharap wanita di dalam foto itu juga bisa seperti saya, akan menyenangi jaket hijau itu.

Sumber : www.erabaru.or.id

"Karena itu, sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan, dan kesabaran" (Kolose 3 : 12)

Di Kota Laiyang, China ada Tiga Matahari dan Pelangi Terbalik

Untitled Pada 27 Maret 2009, cuaca sangat dingin. Sore hari kira-kira antara jam 16:00 sampai 17:30, di langit ada satu matahari, pada Timur Laut, dan Tenggara posisi yang berbeda dekat matahari terdapat empat titik pantulan cahaya matahari, tidak jauh dari matahari, masih ada pelangi yang berbentuk setengah lingkaran. Sekitar pukul 17:30 an, dengan awan di dekat matahari yang semakin tebal, matahari secara pelan-pelan menghilang di Barat. Semuanya berlangsung sekitar dua jam.

Pengguna internet bercerita kepada koran Secreat China: “Di Kota Laiyang, Provinsi Shandong pada tanggal 27 Maret 2009 kira-kira jam 16:20 hingga 16:50 di langit muncul tiga matahari, pada kedua sisi depan matahari, ada dua cahaya bulat yang samar-samar, seperti matahari tersembunyi di balik awan, di sisi Timur muncul pelangi yang sangat besar seperti busur.

"Ketika itu saya sedang bekerja di rumah, dan teman menelpon saya mengatakan: cepat lihat ke langit! Tiga matahari bersinar bersamaan, beberapa orang buru-buru keluar rumah, begitu menengok ke langit, terkejut, sungguh megah! Sangat indah, kami telah melihat tiga matahari, terangnya hampir sama, yang di tengah sedikit lebih terang, tiga matahari berbaris di Utara dan Selatan, lingkaran cahaya besar di sekeliling matahari juga sangat jelas, Ini adalah pertama kalinya dalam hidup saya terlihat pelangi yang begitu indah."



Sumber : www.erabaru.or.id

  matahari-(2) matahari-(3)

  matahari-(4) matahari-(5)
matahari-(6) matahari-(7) 

Asal Muasal Bakwan

bakwan Konon menurut cerita di jaman akhir dinasti Ming dan  permulaan dinasti Qing, di Fuzhou, Tiongkok, hiduplah seorang anak laki-laki yang sangat berbakti pada orang tua. Kehidupan mereka amatlah miskin, terlebih setelah sang ayah meninggal dunia. Sang ibu dengan susah payah membesarkan sendiri anak tersebut hingga menjadi seorang pemuda yang gagah dan rajin. Setelah dewasa, si pemuda ini mengambil alih segala beban pekerjaan yang selama ini dipikul oleh ibunya.

Setiap subuh, pemuda ini sudah berangkat bekerja, mencari kayu bakar dan hasil hutan lainnya untuk dijual dikota. “Anakku, mendaki gunung harus hati-hati!”, pesan ibunya. Pemuda itupun mengangguk sambil memegang kapak dan keranjang, siap-siap berangkat, dia berkata, “Bu, makanan sudah tersedia di atas meja, bila ibu lapar, makanlah dulu, tidak perlu menungguku lagi”.

Karena dia giat bekerja, dalam beberapa tahun kemudian ekonomi keluarganya semakin membaik, pemuda ini pun dapat mempersunting seorang  istri. Ibunya bahagia karena memperoleh menantu yang telaten melayani di hari tuanya.

Suatu hari ketika mereka sedang makan malam, sang menantu berkata, “Bu, cobalah makan daging ini, rasanya enak dan sangat bergizi!”. Sang ibu sambil mengeleng kepala berkata, “Menantu yang baik, ibu sudah tua, gigi ibu tidak kuat mengunyah daging ini, lebih baik ibu makan sayur saja”. Mereka pun melanjutkan makan malam. Dalam hati, pemuda ini berpikir, “daging yang kecil tipis pun tidak bisa digigit oleh ibu, saya harus mencari cara agar ibu bisa menikmati kelezatan daging ini”.

Malamnya, pemuda ini terus memikirkan bagaimana agar ibunya dapat menikmati lezatnya daging. Bersama istri, dia mencoba berbagai cara memasak, hingga akhirnya, “ah, ini seharusnya cara yang bagus!”, kata pemuda ini sambil mencincang daging tersebut hingga halus dan dibentuk bulat-bulat, dimasukkan ke dalam air untuk dimasak.

Keesokan harinya, sang istri menghidangkan makanan ini. Sang pemuda meminta ibunya mencoba, “Bu, coba rasakan bagaimana rasa bakwan ini?”. Ibunya mencicipi, “Hhm, daging ini empuk sekali, rasanya enak, Ibu bisa lebih mudah memakannya”. Pemuda ini dengan wajah berseri, berkata, “Ibu, kalau begitu, makanlah lebih banyak lagi yah!”

Baik, baiklah anakku!”, ibu tua ini mengangguk kepala. Mereka terlihat sangat bahagia.

Perilaku berbakti pemuda ini kemudian menyebar luas. Menurut dialek Minlan, daging bulat tersebut dinamakan  Gong Wan atau Bakwan.

Nah rekan-rekan terkasih, semua tentu mengenal bakwan, kan? Kini selain tahu nikmatnya bakwan juga tahu asal usulnya. Kita bisa menikmati lezatnya bakwan karena rasa bakti seorang anak. Semasa kita kecil, orang tua menjadi pohon pelindung kita. Sebaliknya setelah dewasa kita harus menjadi pelindung mereka. Nah, apakah rekan-rekan terkasih ingin mencoba membuat makanan istimewa untuk orang tua tersayang? Walau hanya makanan sederhana, orang tua kalian pasti akan bahagia melihat adik-adik yang berbakti.

Selamat mencoba!

Sumber : www.erabaru.or.id

"Tetapi jikalau seorang janda mempunyai anak atau cucu, hendaknya mereka itu pertama-tama belajar berbakti kepada kaum keluarganya sendiri dan membalas budi orang tua dan nenek mereka, karena itulah yang berkenan kepada Allah" ( 1 Timotius 5 : 4)

Kisah Siao Bao dan Paku

Siao Bao, nama bocah laki-laki yang sebenarnya pintar tapi suka marah-marah. Sebagai anak satu-satunya, perilaku Siao Bao kadang manja dan semaunya. Tentu saja orang tuanya merasa sedih memikirkan perilaku Siao Bao.

Seperti kejadian kemarin, saat Siao Bao sedang asyik menonton TV hingga larut malam. Mama memanggilnya, “Siao Bao, tidurlah, hari sudah larut malam!” Siao Bao berteriak dengan ketus, “Tidak mau, saya masih ingin nonton TV!”

“Tapi besok pagi kamu tidak bisa bangun, bisa terlambat masuk sekolah lho!,” mama merayunya. Bukannya menurut, Siao Bao malah menjerit-jerit, “Saya tidak mau tidur! Sana, pergilah!” Sambil menghela nafas, mamanya membahas masalah ini dengan papa, “Papa, Siao Bao makin suka marah-marah, apa yang seharusnya kita perbuat.”

“Ya, kita harus mencari cara agar sifatnya dapat menjadi lebih baik”, kata papa.

Cuaca pagi di hari Minggu ini sungguh cerah, orang tua Siao Bao mengajaknya bermain-main di taman belakang, papa membuatkan ayunan di pohon, tentu saja Siao Bao sangat senang. Sambil memangku Siao Bao duduk di ayunan, papa bertanya, “Siao Bao, mari kita melakukan suatu permainan”. Dengan riang Siao Bao menjawab, “baiklah, permainan apa papa?” Papa pun menjelaskan, “Permainannya adalah setiap kamu marah, maka kita akan tancapkan satu paku di papan, tapi bila dalam sehari, kamu bisa tidak marah, maka kita cabut satu paku”. “Yeah, saya paling senang permainan!”, teriak Siao Bao.

Berturut-turut beberapa hari kemudian, selalu terdengar suara palu dipukul. Betul, itu memang suara paku yang ditancapkan Siao Bao, sambil berhitung, “Hari Ini ada 9 biji….Hari ini ada 8 biji….Hari ini ada 6 biji…..Hari ini hanya ada 5 biji lho…..”

Hingga suatu hari, orang tua Siao Bao mengajaknya duduk di taman, papa berkata, “Eh, Siao Bao, mengapa pakunya makin hari makin sedikit?” Siao Bao bilang, “Karena saya menemukan bahwa setiap kali menancapkan satu paku, membuatku teringat masalah saat saya marah, hati jadi merasa tidak enak, makin dipikir makin marah.”

“Oh, benarkah?”, kata mama. Siao Bao melanjutkan, “Ya, tetapi saat mencabut paku, saya teringat kalau seharian saya tidak marah, hati jadi senang”. Papa tersenyum, “Oh jadi kamu lebih senang mencabut paku”. “Tentu saja! Bahkan setiap kali memaku paku, saya membayangkan rupa diri saya sendiri yang suka marah”, kata Siao Bao. Sambil melihat ke pagar, papa berkata, “nampaknya paku sudah hampir habis dicabut semua”. Siao Bao menunjuk pagar lebih dekat, “Tapi lubang bekas paku yang tertinggal di sini, sungguh jelek dan tidak enak dilihat”. Papa berkata, “Benar, setiap kali sedang marah, maka ucapan kita seperti paku ini, bisa meninggalkan luka dan kebencian dalam hati orang lain. Meskipun kita telah berulang kali meminta maaf tetapi luka tersebut akan tetap ada.” Mama juga ikut mendekat, “Sebenarnya yang paling penting adalah belajar mengontrol diri kita”. Siao Bao memeluk keduanya, “Iya, sekarang saya mengerti sekarang”.

Sumber  : www.erabaru.or.id

"Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan amarah" (Amsal 15 : 1)