Translate

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Sebab Dia adalah Tuhan kekuatanku, bersama-Nya ku takkan goyah

Kisah Siao Bao dan Paku

Siao Bao, nama bocah laki-laki yang sebenarnya pintar tapi suka marah-marah. Sebagai anak satu-satunya, perilaku Siao Bao kadang manja dan semaunya. Tentu saja orang tuanya merasa sedih memikirkan perilaku Siao Bao.

Seperti kejadian kemarin, saat Siao Bao sedang asyik menonton TV hingga larut malam. Mama memanggilnya, “Siao Bao, tidurlah, hari sudah larut malam!” Siao Bao berteriak dengan ketus, “Tidak mau, saya masih ingin nonton TV!”

“Tapi besok pagi kamu tidak bisa bangun, bisa terlambat masuk sekolah lho!,” mama merayunya. Bukannya menurut, Siao Bao malah menjerit-jerit, “Saya tidak mau tidur! Sana, pergilah!” Sambil menghela nafas, mamanya membahas masalah ini dengan papa, “Papa, Siao Bao makin suka marah-marah, apa yang seharusnya kita perbuat.”

“Ya, kita harus mencari cara agar sifatnya dapat menjadi lebih baik”, kata papa.

Cuaca pagi di hari Minggu ini sungguh cerah, orang tua Siao Bao mengajaknya bermain-main di taman belakang, papa membuatkan ayunan di pohon, tentu saja Siao Bao sangat senang. Sambil memangku Siao Bao duduk di ayunan, papa bertanya, “Siao Bao, mari kita melakukan suatu permainan”. Dengan riang Siao Bao menjawab, “baiklah, permainan apa papa?” Papa pun menjelaskan, “Permainannya adalah setiap kamu marah, maka kita akan tancapkan satu paku di papan, tapi bila dalam sehari, kamu bisa tidak marah, maka kita cabut satu paku”. “Yeah, saya paling senang permainan!”, teriak Siao Bao.

Berturut-turut beberapa hari kemudian, selalu terdengar suara palu dipukul. Betul, itu memang suara paku yang ditancapkan Siao Bao, sambil berhitung, “Hari Ini ada 9 biji….Hari ini ada 8 biji….Hari ini ada 6 biji…..Hari ini hanya ada 5 biji lho…..”

Hingga suatu hari, orang tua Siao Bao mengajaknya duduk di taman, papa berkata, “Eh, Siao Bao, mengapa pakunya makin hari makin sedikit?” Siao Bao bilang, “Karena saya menemukan bahwa setiap kali menancapkan satu paku, membuatku teringat masalah saat saya marah, hati jadi merasa tidak enak, makin dipikir makin marah.”

“Oh, benarkah?”, kata mama. Siao Bao melanjutkan, “Ya, tetapi saat mencabut paku, saya teringat kalau seharian saya tidak marah, hati jadi senang”. Papa tersenyum, “Oh jadi kamu lebih senang mencabut paku”. “Tentu saja! Bahkan setiap kali memaku paku, saya membayangkan rupa diri saya sendiri yang suka marah”, kata Siao Bao. Sambil melihat ke pagar, papa berkata, “nampaknya paku sudah hampir habis dicabut semua”. Siao Bao menunjuk pagar lebih dekat, “Tapi lubang bekas paku yang tertinggal di sini, sungguh jelek dan tidak enak dilihat”. Papa berkata, “Benar, setiap kali sedang marah, maka ucapan kita seperti paku ini, bisa meninggalkan luka dan kebencian dalam hati orang lain. Meskipun kita telah berulang kali meminta maaf tetapi luka tersebut akan tetap ada.” Mama juga ikut mendekat, “Sebenarnya yang paling penting adalah belajar mengontrol diri kita”. Siao Bao memeluk keduanya, “Iya, sekarang saya mengerti sekarang”.

Sumber  : www.erabaru.or.id

"Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan amarah" (Amsal 15 : 1)

Comments

No responses to “Kisah Siao Bao dan Paku”

Posting Komentar