Saat Henry berumur 23 tahun, ia telah difitnah oleh seseorang yang tidak dikenalnya dan karenanya telah dihukum penjara selama sembilan tahun. Di kemudian hari saat kasus itu diusut ulang, ia dinyatakan tidak bersalah, dan akhirnya dibebaskan dari penjara. Setelah keluar dari penjara, setiap hari dia mulai berulang-ulang mengecam dan mengutuk orang yang telah memfitnahnya, merasa telah diperlakukan tidak adil dan selalu mengasihani diri sendiri.
“Nasibku sungguh malang, saat usiaku masih sangat muda dan dimana seharusnya dapat berprestasi malah mengalami fitnahan. Melewatkan masa-masa yang seharusnya paling bagus dan indah di dalam penjara. Penjara semacam itu tidak seharusnya ditinggali manusia, sangat sempit sekali. Berbalik badan saja sulit dilakukan.”
“Satu-satunya jendela kecil yang ada, dari sana juga hampir tak pernah terlihat berkas sinar matahari yang terang benderang. Dinginnya udara pada musim dingin tidak tertahankan. Jika musim panas banyak nyamuk yang datang menggigit… Sungguh aku tak mengerti, mengapa Tuhan tidak menghukum mereka yang telah memfitnah diriku, walaupun orang tersebut dicincang sampai hancur, juga tidak akan bisa meredakan dendam kesumat yang berada di dalam hati ini!”
Di saat dia telah berusia 73 tahun, ia dirundung oleh kemiskinan dan penyakit, yang akhirnya membuat dia tergolek di atas ranjang pesakitan tidak bisa berdiri.
Saat dalam keadaan sekarat, seorang pastur mengunjunginya dan mendekat ke sisi ranjangnya, “Anak yang malang, sebelum Anda pergi ke surga, bertobatlah atas se-gala dosa yang telah Anda perbuat di dunia ini……”
Segera setelah pastur itu selesai berkata, dia yang berbaring di atas ranjang langsung berteriak-teriak dengan suara parau, “Saya tidak membutuhkan tobat apapun juga, yang saya butuhkan adalah kutukan, untuk mengutuk orang-orang yang telah memberikan nasib malang pada saya itu …”
Pastur itu lalu bertanya, “Akibat sebuah fitnahan berapa lama Anda mendekam di penjara? Dan setelah keluar, Anda telah hidup di luar penjara selama berapa lama?”
Dengan sangat geram dia menunjukkan angka-angka itu kepada pastur itu.
Henry lalu menuturkan bahwa ia mendekam di penjara selama 9 tahun, dan sejak keluar dari penjara hingga hari ini telah ia lewati selama 41 tahun.
Mendengar penuturan Henry, pastur itu lalu menghela nafas panjang, “Sungguh kasihan, Anda benar-benar adalah orang yang paling malang di dunia ini, saya sungguh-sungguh merasakan sangat-sangat prihatin dan sedih atas semua kemalangan yang Anda alami ini! Tetapi mereka hanya memenjarakan Anda selama 9 tahun saja. Setelah Anda keluar dari penjara seharusnya Anda bersyukur telah mendapatkan kebebasan untuk selamanya dan dapat memanfaatkannya untuk hal-hal yang berharga.”
“Tetapi sungguh sangat disayangkan tindakan Anda malah sebaliknya, Anda telah menyia-nyiakan waktu yang berharga, menggunakan dendam, keluhan dan kutukan yang ada di dalam hati Anda, untuk membelenggu dan telah memenjarakan Anda selama 41 tahun lagi!”
Dalam kehidupan sehari-hari, kita memang sering menemui orang-orang yang selalu terikat dengan rasa dendamnya. Mereka merasa telah diperlakukan secara tidak adil dan selalu mengutuk pihak lain yang mereka anggap telah menyalahi mereka, sehingga tidak dapat menjalankan kehidupan ini dengan enak, selalu ada ganjalan dalam hati mereka.
Mengapa tidak mengurai dendam ini, memaafkan mereka yang bersalah? Bukankah mereka juga adalah manusia seperti kita yang bisa khilaf sesaat dan berbuat salah? Bukankah semua manusia tidak luput dari kesalahan dan dosa? Mengapa harus menambah dosa, membebani hidup dengan membenci orang lain? Dengan mau berbelas kasih, membuang beban yang tidak berguna ini, bukankah akan membuat kita lebih dapat menikmati keindahan dari kehidupan ini?
Sumber : www.erabaru.or.id
"Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu" (Efesus 4 : 32)
Kemalangan Terbesar
07 April 2009
- By Tommi
Label:
Renungan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Comments
No responses to “Kemalangan Terbesar”
Posting Komentar