Translate

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Sebab Dia adalah Tuhan kekuatanku, bersama-Nya ku takkan goyah

Komunikasi : Kunci Untuk Berinvestasi Dalam Memahami Anak

Berikut ini ada tips-tips singkat tentang pentingnya komunikasi sebagai orang tua untuk memahami sang anak :

Pertama :
Biarkan anak tahu bahwa Anda tertarik, terlibat, dan mau membantu saat mereka membutuhan Anda.

Kedua :
Matikan televisi atau berhentilah membaca koran saat anak Anda mau berbincang-bincang.

Ketiga :
Hindari menerima telepon saat anak mempunyai sesuatu yang penting yang ingin dikatakan olehnya.

Keempat :
Kecuali orang lain memang diperlukan, usahakan pembicaraan berlangsung dalam privasi. Komunikasi yang terbaik antara Anda dan anak akan terjadi bila tidak ada orang lain di sekitar.

Kelima :
Jangan melebih tinggi anak Anda. Menunduklah setinggi anak Anda dan kemudian berbicaralah dengannya.

Keenam :
Jika Anda sangat marah akan suatu tindakan atau kecelakaan, jangan berkomunikasi sampai kemarahan Anda surut, karena Anda tidak dapat obyektif sampai saat itu. Lebih baik berhenti, tenangkan diri dan berbicara dengan anak Anda setelah itu.

Ketujuh :
Jika Anda lelah, Anda harus membuat usaha ekstra untuk tetap menjadi pendengar yang aktif. Mendengarkan secara aktif yang benar adalah suatu kerja keras dan sangat sulit dilakukan apabila pikiran dan tubuh Anda sudah lelah.

Kedelapan :
Dengarkan dengan seksama dan sopan. Jangan memotong anak Anda saat dia sedang mencoba menceritakan ceritanya. Jadilah sopan terhadap anak Anda seperti kepada sahabat Anda.

Kesembilan :
Jangan menjadi seniman yang menghapus, mengintreprestasikan sebagian kecil tema dari sebuah cerita dan tidak pernah mengizinkan tema anak Anda berkembang. Orang tua seperti inilah yang bereaksi terhadap potongan pesan sementara pokok pikiran dari pesan tersebut masih panjang, contohnya, "Aku tidak peduli apa yang mereka lakukan, tapi kamu lebih baik tidak terlibat dalam hal seperti itu".

Kesepuluh :
Jangan bertanya "mengapa", tetapi bertanyalah "apa" yang terjadi.

Kesebelas :


Jika Anda mengetahui informasi tentang sesuatu yang terjadi, konfrontasilah anak Anda dengan informasi yang Anda ketahui atau yang telah diinformasikan kepada Anda.

Keduabelas :
Jagalah perkataan orang dewasa ("Kamu boleh bicara kalau aku sudah selesai". "Aku tahu yang terbaik untukmu". "Lakukan saja apa yang aku katakan, itu akan menyelesaikan masalahnya"), berkhotbah, dan memoralisasi seminimal mungkin karena mereka tidak membantu untuk terbukanya komunikasi dan menjaganya tetap terbuka.

Ketigabelas :
Jangan gunakan kata-kata yang menghina mereka : tolol, bodoh, malas : "Bodoh, itu sama sekali tidak masuk akal" atau "Apa yang kamu tahu. Kamu itu hanyalah seorang anak".

Keempatbelas :
Bantulah anak dalam merencanakan langkah-langkah spesifik kepada sebuah solusi.

Kelimabelas :


Perlihatkan bahwa Anda menerima anak itu apa adanya, tanpa menghiraukan apa yang telah atau belum dilakukan.

Keenambelas :
Bantulah anak untuk tetap terbuka dengan komunikasi. Lakukan ini dengan cara menerima dia dan memuji usahanya untuk berkomunikasi.

Nah, itu berbagai tips-tips menarik tentang cara berkomunikasi yang baik dengan anak. Selamat mempraktekkannya dan semoga bermanfaat.

Sumber : Dr. Larry Keefauver dalam buku "Anda & Harta Terbesar Anda"

Sebuah Kesempatan

Bagi seorang dokter yang bernama Edward L. Trudeau (1848 - 1915), vonis rekan sejawatnya yang menyatakan bahwa dua pertiga dari paru-parunya yang sebelah kiri mengidap TBC aktif, tidak membuatnya putus asa. Hasil diagnosis menyatakan bahwa usianya hanya tinggal enam bulan saja. Ia tidak menyerah begitu saja. Ia pergi ke pegunungan untuk menghiruo udara segar, lalu kembali ke kota. Tetapi begitu kambuh, ia kembali ke pegunungan. Akhirnya ia membawa seluruh keluarganya pindah ke pegunungan. Ia tinggal enam tahun di pegunungan, dan akhirnya pulih kembali, hanya nafasnya saya yang pendek. Dari pengalaman itulah ia akhirnya mendirikan sanatorium (tempat pemulihan pengidap TBC) dengan menyumbangkan tanah dan uang miliknya. Ia pun mengadakan penelitian medis sampai ia menjadi penemu baksil TBC.

Seringkali kita gagal untuk melihat adanya sebuah kesempatan melakukan sesuatu yang besar dalam kelemahan dan ketidakberdayaan kita. Sering sikap kita adalah mengeluh dan menggerutu, mulai menyalahkan diri sendiri, orang lain, bahkan menyalahkan Tuhan. Kita mudah putus asa dan mudah menyerah. Kita merasa sulit menerima tentang kelemahan dan kesulitan kita. Paulus dan Trudeau tidak demikian ! Mereka memiliki iman yang dewasa. Mereka mengerti bahwa jika memang Allag mengizinkan sesuatu terjadi di dalam hidup mereka pasti ada maksud yang indah di dalamnya.

Apakah saat ini Anda sedang mengalami masalah yang berat, penyakit yang menahun, kondisi ekonomi yang tak kunjung pulih ? Cobalah melihat apa maksud dan pesan Tuhan di balik itu semua. Anugerah-Nya cukup bagi kita untuk melakukan sesuatu yang mustahil di mata manusia.

"Tetapi jawab Tuhan kepadaku :"Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna" (2 Korintus 12 : 9)

Sumber : Sinar Kasih

Jalan Tuhan

Hidup ini antara mempengaruhi dan dipengaruhi. Kita bisa mempengaruhi orang lain, tetapi juga dapat dipengaruhi orang lain. Daud sadar bahwa orang di sekitarnya hidup dalam kefasikan (tidak takut Tuhan). Cara hidup orang fasik adalah tidak menghormati Tuhan, mengerjakan perkara yang jahat dan berdosa setiap hari, kata-katanya penuh dengan bualan dan kebohongan.

Lingkungan hidup zaman ini penuh dengan "orang fasik". Orang tidak takut melakukan kejahatan terhadap sesamanya. Cara kerja di kantor tidak benar, misalnya korupsi waktu kerja dan penyalahgunaan wewenang maupun keuangan, dan saling menjatuhkan sesama karyawan. Praktek hidup berkeluarga juga kacau balau, saling membenci dan menyakiti menjadi kejadian sehari-hari.

Bagaimana kita mengelola hidup di tengah-tengah kondisi zaman seperti ini ? Jangan larut dan ikut-ikutan cara hidup orang fasik. Daud berjuang menjaga dirinya agar tidak tercemar denga pola hidup sekitarnya. Doa menjadi penting bagi orang yang mau menjaga diri. Daud berdoa setiap pagi kepada Tuhan. Doa setiap pagi merupakan bukti bahwa seseorang selalu menyerahkan dirinya kepada Tuhan. Doa tidak bisa dilepaskan dari merenungkan firman Tuhan, itulah yang disebutkan Daud setelah berdoa. Dia berkata, "... dan aku menunggu-nunggu".

Berdoalah kepada Tuhan setiap pagi sebagai tanda penyerahan hidup saudara kepada Tuhan. Dan setialah menunggu-nunggu Tuhan bertindak. Firman Tuhan akan menjaga hidup saudara tetap berkenan. Tuhan akan meratakan jalan saudara.

"Tuhan, tuntunlah aku dalam keadilan-Mu karena seteruku ; ratakanlah jalan-Mu di depanku" (Mazmur 5 : 9).

Sumber : Sinar Kasih

Pemegang Kendali Hidup

Apabila kita berada dalam suatu kendaraan, apakah itu mobil, kereta api, bahkan pesawat terbang, pasti pernah terlintas dalam pikiran kita bahwa kenyamanan, kelancaran, dan keselamatan perjalanan itu ada sepenuhnya pada pengemudi, masinis, dan pilot kendaraan itu. Keahlian, ketrampilan, dan tanggung jawab pembawa kendaraan itu sangat besar dan berpengaruh bagi semua orang yang ada dalam kendaraan itu. Demikian pula halnya dalam perjalanan hidup kita. Tuhan adalah sang pemegang kendali, sehingga perjalanan hidup kita sepenuhnya ada dalam tangan-Nya.

Banyak orang merasa trauma dengan pengalaman-pengalaman yang menimpa atau terjadi dalam hidupnya. Baik itu bencana alam seperti gempa bumi, banjir, angin topan, puting beliung, kelaparan, banjir, kecelakaan yang semuanya tidak pernah kunjung berhenti menimpa manusia. Sekalipun manusia dengan segala kehebatannya dan keahliannya berusaha untuk mengatasi dan menanggulanginya, namun kenyataannya tidak pernah mampu.

Sebagian orang yang meyakini bahwa Tuhan adalah pemegang kendali hidup kita, maka haruslah menyerahkan diri secara total kepada Dia yang menjadi Tuhan atas hidup kita. Apabila kita belajar menyerahkan diri kepada Tuhan, maka kita akan merasakan ketenangan dan keyakinan bahwa Tuhan akan bertindak atas masalah kita.

Ingatlah bahwa Tuhan pemegang kendali hidup kita, kesetiaan-Nya dan kasih-Nya tidak dapat dibandingkan dengan apapun juga yang ada dalam dunia ini. Bukan usaha dan kehebatan kita, tetapi harus ketaatan dan penyerahan diri secara total kepada kehendak Tuhan membuat hidup kita aman penuh dengan damai sejahtera.

"Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu"
(1 Petrus 5 : 7)

Sumber : Sinar Kasih

Pemimpin Yang Berhati Gembala

Charles R. Swindoll dalam bukunya yang berjudul "Improving Your Serve" menulis : "Apabila seseorang mengikuti pemimpin yang mencari nama besar, maka sang pemimpin yang akan diagungkan. Pemimpin tersebut akan dipuja dan akhirnya menggeser kedudukan Tuhan. Jikalau seseorang mengikuti pemimpin yang berhati seorang pelayan, Tuhanlah yang akan diagungkan. Pemimpin-peminpin semacam ini akan berbicara tentang anak Tuhan, kuasa Tuhan, pekerjaan Tuhan, nama Tuhan, firman Tuhan, Tuhan ... semuanya untuk kemuliaan Tuhan"

Untuk memuliakan Tuhan, pasti juga dibutuhkan seorang pemimpin yang berhati gembala, yaitu :


Pertama :
Ia berjalan di depan kita dan menyediakan jalan bahkan membuat jalan tersebut jelas dan aman walaupun mungkin di sana ada kesulitan, tantangan, dan perjuangan.

Kedua :
Ia mau meminta tuntunan Tuhan senantiasa. Ia dapat membawa pergumulan dalam doa dan memohon tuntunan agar Tuhan memberikan kepadanya petunjuk yang dibutuhkannya.

Ketiga :
Ia dapat dipakai Tuhan untuk melindungi kita. Saat pemimpin melakukan firman Tuhan, ia dapat membantu kita yang dipimpinnya untuk membuat pilihan-pilihan yang tepat dan yang penting mendapat keyakinan bahwa ada Tuhan sebagai Gembala Yang Baik yang berjanji untuk melindungi, memimpin kita ke tempat yang hijau dan air yang tenang dan yang berjanji untuk memulihkan jiwa kita dan tetap memimpin kita sekalipun melalui bayang-bayang maut.

Keempat :


Ia mengenal dan memperhatikan kita dengan kasih Kristus karena Kristus sudah memberikan hidup-Nya bagi pemimpin tersebut.

Sudahkan Anda menjadi seorang pemimpin yang berhati gembala ? Marilah mendengar dan mengikut Kristus yang adalah Gembala Yang Agung.

"Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku" (Yohanes 10 : 27).

Sumber : Sinar Kasih

Bonus

Tak ada seorang pun yang tidak senang ketika ia memperoleh bonus. Entah bonus itu berasal dari perusahaan dimana kita bekerja, atau dari toko di mana kita membeli sesuatu, atau dari orang tua karena prestasi belajar kita. Yang perlu dipahami adalah bahwa bonus itu diberikan bersama dengan sesuatu yang lebih utama. Kita tidak mungkin memperoleh bonus jika kita tidak memperoleh pokoknya.

Itulah yang dialami oleh Raja Hizkia. Ia telah menjadi raja di Yehuda dengan hidup takut akan Tuhan. Dalam masa pemerintahannya banyak prestasi yang dibuatnya. Ketika negerinya dikepung musuh, yaitu Kerajaan Asyur, ia membawa seluruh rakyatnya untuk mengandalkan Tuhan, dan tidak mengandalkan kekuatan militernya atau mengandalkan bangsa lain. Hizkia telah hidup menyenangkan hati Tuhan. Itulah sebabnya, ketika Hizkia memohon agar kepadanya ditambahkan usia, maka Tuhan mengabulkan doa permohonannya. Melalui nabi Yesaya, Tuhan mengatakan ia diberi bonus usia 15 tahun lagi !

Apakah ada suatu "bonus" yang Anda inginkan agar Tuhan memberikan kepada Anda ? Mari kita mengadakan introspeksi diri terlebih dahulu, apakah hidup kita telah memperkenan hati Tuhan atau belum. Jangan hanya menuntut hak kita tetapi melalaikan kewajiban kita.

Tuhan, Gembala Yang Baik itu memang berjanji untuk memlihara domba-domba-Nya, tetapi adalah kewajiban domba-domba itu untuk mendengar suara-Nya. Apakah kita sudah mendengar suara-Nya dan menaati-Nya ?

Sumber: Sinar Kasih

Kelegaan

Kita hidup di tengah-tengah dunia yang nampak semakin sibuk. Setiap orang sibuk dengan urusannya sendiri, dan semakin tidak peduli dengan orang lain. Ketika seseorang memiliki beban yang berat, dan mencoba berbabgi beban dengan rekan lain, rekannya pun nampaknya memiliki beban juga, bahkan ada yang lebih berat.

Tetapi hari ini kita patut bersyukur kepada Tuhan, karena Ia masih mengulurkan tangan-Nya untuk menerima beban kehidupan yang kita serahkan kepada-Nya. Ia berjanji memberikan kelegaan pada kita.

Bagaimana kelegaan itu dapat kita miliki ?

Pertama :


Kita harus menyadari bahwa kita adalah "orang kecil". Tak ada yang patut kita banggakan karena kita penuh dengan keterbatasan. Kesadaran diri ini penting agar kemudian kita beralih dari mengandalkan kemampuan diri sendiri dalam memikul beban menjadi mengandalkan Tuhan.

Kedua :
Kita harus percaya  kepada-Nya dan mempercayai-Nya bahwa Ia adalah Gembala yang mau dan mampu mengangkat beban kita. Ketika kita meragukan kebaikan-Nya, atau kemampuan-Nya, maka kita cenderung tetap memikul beban itu sendiri. Yesus berkata bahwa semuanya telah diserahkan Bapa kepada-Nya. Itu berarti bahwa Ia memiliki kuasa penuh untuk menolong kita.

Ketiga :
Kita harus menyerahkan beban itu kepada-Nya. Ia tidak akan pernah merampas beban kita. Ia menunggu kita datang kepada-Nya dan menyerahkan semuanya. Hidup berserah kepada Tuhan merupakan langkah berikutnya untuk menerima kelegaan dari pada-Nya>

Menyerah kepada Tuhan berarti mengakui otoritas-Nya secara penuh dan kemudian kita memperoleh kelegaan. Bertindaklah sekarang juga : menyadari ketakberdayaan kita, percaya dan datang kepada Yesus, dan menyerahkan segalanya !

"Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelagaan kepadamu" (Matius 11 : 28).

Sumber : Sinar Kasih

Rancangan-Ku Bukanlah Rancanganmu

Ada seorang anak laki-laki yang berambisi bahwa suatu hari nanti ia akan menjadi jenderal Angkatan Darat. Anak itu pandai dan memiliki ciri-ciri yang lebih daripada cukup untuk dapat membawa nya kemanapun ia mau. Untuk itu ia bersyukur kepada Tuhan, oleh karena ia adalah seorang anak yang takut akan Tuhan dan ia selalu berdoa agar supaya suatu hari nanti impiannya itu akan menjadi kenyataan.

Sayang sekali, ketika saatnya tiba baginya untuk bergabung dengan Angkatan Darat , ia ditolak oleh karena memiliki telapak kaki rata. Setelah berulang kali berusaha, ia kemudian melepaskan hasratnya untuk menjadi jenderal dan untuk hal itu ia mempersalahkan Tuhan yang tidak menjawab doanya. Ia merasa seperti berada seorang diri, dengan perasaan yang kalah, dan di atas segalanya, rasa amarah yang belum pernah dialaminya sebelumnya.

Amarah yang mulai ditujukannya terhadap Tuhan. Ia tahu bahwa Tuhan ada, namun tidak mempercayai-Nya lagi sebagai seorang sahabat, tetapi sebagai seorang tiran (penguasa yang lalim). Ia tidak pernah lagi berdoa atau melangkahkan kakinya ke dalam gereja. Ketika orang-orang seperti biasanya berbicara tentang Tuhan yang Maha Pengasih, maka ia akan mengejek dan menanyakan pertanyaan-pertanyaan rumit yang akan membuat orang-orang percaya itu kebingungan.

Ia kemudian memutuskan untuk masuk perguruan tinggi dan menjadi dokter. Dan begitulah, ia menjadi dokter dan beberapa tahun kemudian menjadi seorang ahli bedah yang handal. Ia menjadi pelopor di dalam pembedahan yang berisiko tinggi dimana pasien tidak memiliki kemungkinan hidup lagi apabila tidak ditangani oleh ahli bedah muda ini. Sekarang, semua pasiennya memiliki kesempatan, suatu hidup yang baru.

Selama bertahun-tahun, ia telah menyelamatkan beribu-ribu jiwa, baik anak-anak maupun orang dewasa. Para orang tua sekarang dapat tinggal dengan berbahagia bersama dengan putra atau putri mereka yang dilahirkan kembali, dan para ibu yang sakit parah sekarang masih dapat mengasihi keluarganya. Para ayah yang hancur hati oleh karena tak seorangpun yang dapat memelihara keluarganya setelah kematiannya, telah diberikan kesempatan baru.

Setelah ia menjadi lebih tua maka ia melatih para ahli bedah lain yang bercita-cita tinggi dengan teknik bedah barunya, dan lebih banyak lagi jiwa yang diselamatkan. Pada suatu hari ia menutup matanya dan pergi menjumpai Tuhan. Di situ, masih penuh dengan kebencian, pria itu bertanya kepada Tuhan mengapa doa-doanya tidak pernah dijawab, dan Tuhan berkata, "Pandanglah ke langit, anak-Ku, dan lihatlah impianmu menjadi kenyataan".
Di sana , ia dapat melihat dirinya sendiri sebagai seorang anak laki-laki yang berdoa untuk bisa menjadi seorang prajurit. Ia melihat dirinya masuk Angkatan Darat dan menjadi prajurit.. Di sana ia sombong dan ambisius, dengan pandangan mata yang seakan-akan berkata bahwa suatu hari nanti ia akan memimpin sebuah resimen. Ia kemudian dipanggil untuk mengikuti peperangannya yang pertama, akan tetapi ketika ia berada di kamp di garis depan, sebuah bom jatuh dan membunuhnya. Ia dimasukkan ke dalam peti kayu untuk dikirimkan kembali kepada keluarganya. Semua ambisinya kini hancur berkeping-keping saat orang tuanya menangis dan terus menangis.

Lalu Tuhan berkata, "Sekarang lihatlah bagaimana rencana-Ku telah terpenuhi sekalipun engkau tidak setuju".

Sekali lagi ia memandang ke langit. Di sana ia memperhatikan kehidupannya, hari demi hari dan berapa banyak jiwa yang telah diselamatkannya. Ia melihat senyum di wajah pasiennya dan di wajah anggota keluarganya dan kehidupan baru yang telah diberikannya kepada mereka dengan menjadi seorang ahli bedah.

Kemudian di antara para pasiennya, ia melihat seorang anak laki-laki yang juga memiliki impian untuk menjadi seorang prajurit kelak, namun sayangnya dia terbaring sakit. Ia melihat bagaimana ia telah menyelamatkan nyawa anak laki-laki itu melalui pembedahan yang dilakukannya. Hari ini anak laki-laki itu telah dewasa dan menjadi seorang jenderal. Ia hanya dapat menjadi jenderal setelah ahli bedah itu menyelamatkan nyawanya.

Sampai di situ, ia tahu bahwa Tuhan ternyata selalu berada bersama dengannya. Ia mengerti bagaimana Tuhan telah memakainya sebagai alat-Nya untuk menyelamatkan beribu-ribu jiwa, dan memberikan masa depan kepada anak laki-laki yang ingin menjadi prajurit itu.

(Diambil dari Inspirational Christian Stories oleh Vincent Magro-Attard)

Untuk dapat melihat kehendak Tuhan digenapkan di dalam hidup anda, anda harus mengikuti Tuhan dan bukan mengharapkan Tuhan yang mengikuti anda.
(Dave Meyer, Life In The Word, Juni 1997)

"Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya.... " (Pengkotbah 3:11)

Sumber : forward email

Jadilah Pensil Dalam Genggaman-Nya

Pembuat pensil itu menaruhnya ke samping sebentar, sebelum ia memasukkannya ke dalam kotak.


Ada 5 hal yang perlu kau ketahui, katanya pada pensil, sebelum kau kukirim keseluruh dunia. Hendaknya kau mengingat-ingat selalu dan jangan sampai kau lupakan, dan kau bakal berhasil menjadi pensil terhebat.

Pertama :
Kau bakal bisa melakukan banyak hal-hal yang hebat, tetapi hanya bila kau mau membiarkan dirimu dipegang dalam tangan seseorang.

Kedua :
Kau akan menderita tiap kali diruncingkan, tapi kau butuh itu agar bisa menjadi pensil yang lebih baik.

Ketiga :
Kau bakal bisa mengoreksi tiap kesalahan yang mungkin kau lakukan.

Keempat :
Bagian terpenting dirimu tetap adalah apa yang ada didalam.

Kelima :
Pada tiap permukaan dimana kau dipakai, tinggalkanlah jejakmu. Apapun kondisinya, kau harus terus lanjutkan menulis.

Pensil itu mengangguk mengerti dan berjanji akan mengingat nasihat tersebut. Dan kemudian pensil itu memasuki kotak yang akan diekspor itu dengan suatu tekad kuat dalam hatinya.

Renungan :
Bertukar tempatlah dengan pensil itu, ingatlah nasihat yang sama tadi dan yakinlah, kaupun pasti akan berhasil menjadi orang terbaik.

Pertama :
Kau bakal bisa berbuat banyak hal-hal besar, tetapi hanya apabila kau membiarkan dirimu dipegang dalam tangan-Nya. Dan mengizinkan orang-orang lain mengaksesmu dengan talenta-talenta milikmu.

Kedua :
Engkau pun akan menderita saat diruncingkan, yaitu dalam proses melewati macam-macam badai kehidupan, tapi kau membutuhkan itu agar menjadi lebih kuat.

Ketiga :
Kau bakal mampu memperbaiki kesalahan apa pun yang mungkin kau lakukan.

Keempat :
Bagian terpenting dari dirimu adalah apa yang ada didalam, yakni hati nuranimu.

Kelima :
Dalam setiap peristiwa dan lembaran hidup yang kau jalani, kau harus meninggalkan jejakmu. Tidak peduli bagaimanapun situasinya, kau harus tetap melanjutkan tugas-tugasmu. Jadilah garam dan terang bagi dunia.

Dengan mengerti, menghayati dan mengingatnya, marilah kita lanjutkan hidup kita, berbekalkan suatu tujuan untuk memberi arti bagi hidup kita.

"To be or not to be"

Sumber : forward email

Tujuan Dari Hidup : Wawancara Dengan Rick Warren

Ini adalah sebuah wawancara yang benar-benar luar biasa dengan Rick Warren, penulis Purpose Driven Life dan Pendeta dari Gereja Saddleback di California


Dalam sebuah wawancara dengan Paul Bradshaw, Rick Warren mengatakan:


Orang-orang bertanya kepada saya, apa tujuan dari hidup?

Dan jawab saya adalah:


Secara ringkas, hidup adalah persiapan untuk kekekalan. Kita diciptakan untuk hidup selama-lamanya, dan Tuhan menginginkan kita untuk bersama-sama dengan Dia di surga. Suatu hari jantung saya akan berhenti, dan itu akan menjadi akhir dari tubuh saya tapi bukan akhir dari saya.

Saya mungkin hidup 60 sampai 100 tahun di bumi, tapi saya akan menghabiskan trilyunan tahun dalam kekekalan. Ini adalah sekedar pemanasan, persiapan untuk yang sesungguhnya.

Allah menginginkan kita melatih di dunia apa yang akan kita lakukan selamanya dalam kekekalan. Kita diciptakan oleh Allah dan untuk Allah. Dan sampai engkau bisa memahami hal itu, hidup tidak akan pernah masuk akal.

Hidup adalah sebuah seri dari masalah-masalah: apakah engkau sedang dalam masalah sekarang, baru saja selesai dari satu masalah, atau akan segera masuk dalam satu masalah.
Alasan untuk ini adalah:

Tuhan lebih tertarik kepada karaktermu daripada dengan kesenangan/kenyamanan hidupmu.

Tuhan lebih tertarik untuk membuat hidupmu suci daripada membuat hidupmu senang.

Kita bisa cukup senang di dunia, tapi itu bukanlah tujuan dari hidup. Tujuannya adalah pertumbuhan karakter, dalam kemiripan kepada Kristus.

Setahun terakhir ini telah menjadi tahun yang paling hebat dalam hidup saya tapi sekaligus juga tahun yang paling sulit, dengan istri saya, Kay, terkena kanker.

Dulu saya terbiasa berpikir bahwa hidup adalah bukit dan lembah dimana pada suatu saat kamu melalui masa-masa gelap, kemudian kamu naik ke puncak, bolak-balik seperti itu.

Saya tidak percaya itu lagi.

Hidup bukannya dalam bentuk bukit dan lembah, sekarang saya percaya bahwa hidup adalah seperti dua jalur rel kereta api, dan pada setiap waktu kamu mengalami sesuatu yang baik dan sesuatu yang buruk dalam hidupmu. Tidak penting seberapa baiknya berbagai hal terjadi dalam hidupmu, selalu ada hal-hal yang buruk yang perlu diselesaikan. Dan tidak perduli seberapa buruknya yang terjadi dalam hidupmu, selalu ada sesuatu yang baik dimana engkau bisa bersyukur kepada Tuhan.

Engkau bisa fokus pada tujuan hidupmu, atau engkau bisa fokus pada masalahmu.

Jika engkau fokus pada masalahmu, engkau akan menjadi terpusat pada dirimu (self-centeredness) : masalahku, urusanku, sakitku.

Tapi satu cara yang paling mudah untuk menyingkirkan rasa sakit itu adalah dengan melepaskan fokusmu pada dirimu sendiri dan mulai memfokuskan diri kepada Allah dan kepada sesama.

Kami dengan cepat menemukan bahwa walaupun didoakan oleh ratusan ribu orang, Tuhan tidak akan menyembuhkan Kay atau meringankan penderitaannya. Keadaan sangat sulit untuk dia, tapi Allah sudah memperkuat karakternya, memberinya pelayanan menolong orang lain, memberinya sebuah kesaksian, menarik dia lebih dekat lagi kepada Allah dan kepada sesama.

Engkau harus belajar untuk berhadapan dengan hal yang baik maupun yang buruk dalam hidup. Sebenarnya, terkadang berurusan dengan yang baik bisa lebih sulit. Sebagai contoh, dalam setahun terakhir ini, secara begitu tiba-tiba, ketika sebuah buku terjual 15 juta buah, hal itu membuat saya langsung sangat kaya. Itu juga membawa banyak kepopuleran yang belum pernah saya hadapi sebelumnya. Saya pikir Allah tidak memberimu uang ataupun kepopuleran untuk ego dirimu sendiri atau untuk engkau hidup enak-enakan.

Jadi saya mulai bertanya kepada Allah apa yang Ia inginkan untuk saya lakukan dengan uang, kepopuleran, dan pengaruh ini. Dia memberiku dua ayat yang berbeda yang menolong saya menentukan apa yang harus dilakukan, yaitu dalam 2 Korintus 9 dan Mazmur 72.

Pertama :

Meskipun ada begitu banyak uang yang kami terima, kami tidak akan mengubah gaya hidup kami sedikitpun. Kami tidak melakukan pembelian besar apapun.
Kedua :

Mulai sekitar tengah tahun lalu, saya berhenti mengambil gaji dari gereja.
Ketiga :

Kami mendirikan yayasan-yayasan untuk mendanai sebuah inisiatif yang kami sebut The Peace Plan: untuk mendirikan gereja, memperlengkapi pemimpin-pemimpin, menolong orang miskin, merawat yang sakit, dan mendidik generasi masa depan.
Keempat :

Saya menjumlahkan semua yang telah gereja bayarkan kepada saya selama 24 tahun sejak saya memulai gereja, dan saya mengembalikan semuanya. Terasa sangat membebaskan untuk bisa melayani Allah secara cuma-cuma.

Kita harus bertanya pada diri kita: Apakah saya akan hidup untuk kekayaan? Popularitas?
Apakah saya akan diarahkan oleh tekanan? Perasaan bersalah ? Kepahitan ? Materialisme ?
Atau saya akan diarahkan oleh rencana-rencana Allah untuk hidup saya?

Ketika saya bangun pagi, saya duduk di sisi tempat tidur saya dan berkata, “Tuhan, jika saya tidak menyelesaikan satu halpun pada hari ini, saya ingin mengenal Engkau lebih lagi dan mengasihi Engkau lebih lagi”.

Tuhan tidak meletakkanmu di bumi hanya untuk mengisi daftar hal-hal yang harus dikerjakan. Dia lebih tertarik kepada siapa saya daripada apa yang saya lakukan.
Karena itulah kita disebut human beings, bukan human doings.

Dalam masa-masa yang menyenangkan, Pujilah Tuhan.
Dalam masa-masa sulit, Carilah Tuhan.
Dalam masa-masa tenang, Sembahlah Tuhan.
Dalam masa-masa yang menyakitkan, Percayailah Tuhan.
Setiap saat, Bersyukurlah kepada Tuhan


"Faith Sees The Invisible, Believes The Incredible, and Receives The Impossible"
"
Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kau buat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya" (Mzm 139:14)

"Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan
yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir" (Pengkotbah 3:11).

Sumber : forward email

Harganya Sudah Lunas Dibayar

Ada seorang profesor mata kuliah religi yang bernama Dr.Christianson yang mengajar di sebuah perguruan tinggi kecil di bagian barat Amerika Serikat. Dr. Christianson mengajar kekristenan di perguruan tinggi ini dan setiap siswa semester pertama diwajibkan untuk mengikuti kelas ini. Sekalipun Dr. Christianson berusaha keras menyampaikan intisari Injil kepada kelasnya, ia menemukan bahwa kebanyakan siswanya memandang materi yang diajarnya sebagai suatu kegiatan yang membosankan. Meskipun ia sudah berusaha sebaik mungkin, kebanyakan siswa menolak untuk menanggapi kekristenan secara serius.

Tahun ini, Dr. Christianson mempunyai seorang siswa yang spesial yang bernama Steve. Steve belajar dengan tujuan untuk melanjutkan studinya ke seminari dan mau masuk ke dalam pelayanan. Steve seorang yang popular, ia disukai banyak orang, dan seorang atlet yang memiliki fisik yang prima dan ia merupakan siswa terbaik di kelas professor itu.

Suatu hari, Dr Christanson meminta Steve untuk tidak langsung pulang setelah kuliah karena ia mau berbicara kepadanya.

"Berapa push up yang bisa kamu lakukan?"

Steve menjawab, "Saya melakukan sekitar 200 setiap malam."

" 200 ? Lumayan itu, Steve” , kemudian Dr. Christianson melanjutkan, "Apakah kamu dapat melakukan 300? "

Steve menjawab, "Saya tidak tahu. Saya tidak pernah melakukan 300 sekaligus".

"Apakah kamu pikir kamu dapat melakukannya ?”, tanya Dr.Christianson.

"Ok, saya bisa coba", jawab Steve.

"Saya mempunyai satu proyek di kelas dan saya memerlukan kamu untuk melakukan 10 push up setiap kali, tapi sebanyak 30 kali, jadi totalnya 300. Dapatkah kamu melakukannya ? "”, tanya sang profesor.

Steve menjawab, "Baiklah, saya pikir saya bisa. Ok, saya akan melakukannya".

Dr Christianson berkata, "Bagus sekali! Saya memerlukan Anda untuk melakukannya Jumat ini”.

Dr Christianson kemudian menjelaskan kepada Steve apa yang ia rencanakan untuk kelas mereka pada Jumat itu.

Pada hari Jumat, Steve datang awal ke kelas dan duduk di bagian depan kelas. Saat kelas bermula, sang profesor mengeluarkan satu kotak besar donat. Bukan donat yang biasa tetapi yang besar dan yang punya krim di tengah-tengah. Setiap orang sangat bersemangat karena kelas itu merupakan kelas terakhir pada hari itu dan mereka bisa menikmati akhir pekan mereka setelah pesta di kelas Dr Christianson.

Dr. Christianson pergi ke baris pertama dan bertanya, "Cynthia, apakah kamu mau salah satu dari donat ini ?"

Cynthia menjawab, "Ya".

Dr. Christianson lalu berpaling kepada Steve, "Steve, apakah kamu mau melakukan 10 push up agar Cynthia bisa mendapatkan donat ini ?"

"Tentu saja !"

Steve lalu melompat ke lantai dan dengan cepat melakukan 10 push up. Lalu Steve kembali ke tempat duduknya dan sesuai janjinya kemudian Dr.Christianson meletakkan satu donat di meja Cynthia.

Dr. Christianson lalu pergi siswa selanjutnya, dan bertanya, "Joe, apakah kamu mau suatu donat ?"

Joe berkata, "Ya".

Dr. Christianson bertanya, "Steve, maukah kamu melakukan 10 push up supaya Joe bisa mendapatkan donatnya ?"

Steve melakukan 10 push up, dan Joe mendapatkan donatnya. Begitulah selanjutnya, di baris yang pertama. Steve melakukan 10 push up untuk setiap orang sebelum mereka mendapatkan donat mereka. Di baris yang kedua, Dr. Christianson berhadapan dengan Scott. Scott seorang pemain basket, dan fisiknya sekuat Steve. Ia juga seorang yang sangat popular dan punya banyak teman wanita.

Saat profesor bertanya, "Scott apakah kamu mau donat ?"

Jawaban Scott adalah, "Baiklah, bisakah saya melakukan push up saya sendiri ?"

Dr. Christianson berkata, "Tidak, Steve harus melakukannya".

Lalu Scott berkata, "Kalau begitu, saya tidak mau donatnya".

Dr. Christianson mengangkat bahunya dan berpaling kepada Steve dan meminta, "Steve, apakah kamu mau melakukan 10 push up agar Scott bisa mendapatkan donat yang tidak ia kehendaki ?"

Dengan ketaatan yang sempurna Steven mulai melakukan 10 push up.

Scott berteriak, "Hei ! Saya sudah berkata, saya tidak menginginkannya!"

Dr Christianson berkata, "Lihat di sini ! Ini kelas saya dan semuanya ini donat saya. Biarkan saja di atas meja jika kamu tidak menginginkannya".

Ia lalu menempatkan satu donat di atas meja Scott.

Di waktu ini, Steve sudah mulai melakukan push up dengan agak perlahan. Ia hanya duduk di lantai saja karena terlalu capek untuk kembali ke tempat duduknya. Ia mulai berkeringat. Dr. Christianson mulai di baris ketiga. Para siswa sudah mulai merasa marah.

Dr Christianson bertanya kepada Jenny, "Jenny, apakah kamu menginginkan donat ini?"

Dengan tegas Jenny menjawab, "Tidak".

Lalu Dr. Christianson bertanya kepada Steve, "Steve, maukah kamu melakukan 10 push up lagi agar Jenny bisa mendapatkan donat yang tidak ia mau ?"

Steve melakukan 10 push up dan Jenny mendapatkan satu donat. Ruang sudah mulai dipenuhi oleh rasa tidak nyaman. Para siswa sudah mulai berkata,"Tidak! " dan semua donat dibiarkan di atas meja tanpa ada yang memakannya. Steve sudah kelelahan dan harus berusaha keras untuk tetap terus melakukan push up untuk setiap donat itu. Lantai tempat ia melakukan push up sudah dibasahi keringatnya dan lengannya sudah mulai kemerahan.Dr Christianson bertanya kepada Robert, seorang ateis yang paling lantang suaranya kalau berdebat di kelas, apakah ia mau membantu untuk memastikan bahwa Steve tidak curang dan tetap melakukan 10 push up untuk setiap donat karena dia sendiri sudah tidak sanggup melihat Steve melakukan push up-nya.

Dr. Christianson sudah sampai ke baris keempat sekarang. Dan beberapa siswa dari kelas yang lain yang sudah bergabung di kelas itu dan mereka duduk di tangga. Saat profesor menghitung kembali, ternyata ada 34 siswa sekarang di kelas. Ia mulai khawatir apakah Steve dapat melakukannya. Dr. Christianson melanjutkan dari satu siswa ke siswa yang selanjutnya sampai ke akhir baris itu. Dan Steve sudah mulai bergumul. Ia membutuhkan lebih banyak waktu untuk menyelesaikan push up-nya.

Steve bertanya kepada Dr. Christianson, "Apakah hidung saya harus menyentuh lantai untuk setiap push up yang saya lakukan ?"

Dr.Christianson berpikir sejenak dan berkata, "Semuanya ini push up kamu. Kamu yang pegang kendali. Kamu bisa melakukan apa saja yang kamu mau", dan kemudian Dr. Christianson melanjutkan ke siswa yang selanjutnya.

Beberapa saat kemudian, Jason, seorang siswa dari kelas lain dengan santai mau masuk ke kelas, dan sebelum ia melangkah masuk, seluruh kelas berteriak serentak,"Jangan masuk! Kamu berdiri di luar saja !" Jason kaget karena ia tidak tahu apa yang sedang terjadi. Steve mengangkat kepalanya dan berkata, "Tidak, biarkan dia masuk".

Professor Christianson berkata, "Kamu sadar bahwa jika Jason masuk, kamu harus melakukan 10 push up untuk dia ?"

Steve berkata, "Ya, biarkan dia masuk. Berikan donat kepadanya".

Dr.Christianson berkata, "Ok Steve. Jason, kamu mau donat ?"

Jason yang baru masuk ke kelas dan tidak tahu apa-apa menjawab, "Ya, tentu saja, berikan saya donat".

Steve melakukan 10 push up dengan sangat perlahan dan bersusah payah. Jason yang kebingungan diberikan satu donat. Dr. Christianson sudah selesai dengan baris keempat dan mulai ke tempat siswa-siswa dari kelas lain yang duduk di tangga.

Tangan Steve sudah mulai gemetaran dan ia harus bergumul untuk mengangkat dirinya melawan tarikan gravitasi. Di waktu ini, keringatnya bercucuran, dan tidak kedengaran apa apa kecuali bunyi nafasnya yang kencang. Mata setiap orang di kelas itu mulai basah. Dua siswa terakhir adalah dua siswa perempuan yang sangat popular, Linda dan Susan.

Dr. Christianson pergi ke Linda, "Linda, apakah kamu mau donat ?" Linda dengan sedih berkata, "Tidak, terima kasih".

Professor Christianson dengan perlahan bertanya, "Steve, maukah kamu melakukan 10 push up supaya Linda bisa mendapatkan donat yang tidak ia mau ?"

Dengan pergumulan yang berat, Steve dengan perlahan melakukan push up untuk Linda.

Lalu Dr Christianson berpaling kepada siswa yang terakhir yaitu Susan dan berkata, "Susan, kamu mau donat ini ?"

Susan dengan air mata yang berlinangan di pipinya mulai menangis dan berkata, "Dr Christianson, mengapa saya tidak boleh membantunya ? "

Dr. Christianson, dengan mata yang berkaca-kaca berkata, "Tidak, Steve harus melakukannya sendiri, saya telah memberinya tugas itu dan ia bertanggungjawab untuk memastikan setiap orang mempunyai kesempatan untuk mendapat donat itu, tidak kira apakah mereka menginginkannya atau tidak. Hanya Steve seorang saja yang mempunyai nilai yang sempurna. Setiap orang telah gagal dalam ujian mereka, mereka entah bolos kelas atau memberikan saya tugas yang di bawah standar. Steve memberitahu saya di latihan football, saat seorang pemain buat salah, ia harus buat push up. Saya memberitahu Steve bahwa tidak seorang pun dari kalian yang boleh datang ke pesta saya melainkan ia membayar harga dengan melakukan push up bagi kalian. Steve dan saya telah membuat perjanjian demi kalian semua".

"Steve, maukah kamu membuat 10 push up supaya Susan bisa mendapatkan donat ?".

Steve dengan sangat perlahan melakukan 10 push up yang terakhirnya. Ia tahu ia sudah menyelesaikan semua yang harus dia lakukan. Secara total, Steve telah melakukan 350 push up, tangannya tidak tahan lagi dan ia jatuh tersungkur ke lantai.

Dr. Christianson lalu berpaling ke kelas dan berkata, "Dan, demikianlah, Juru Selamat kita, Yesus Kristus, di atas kayu salib, ia telah melakukan semua yang dibutuhkan olehnya. Ia menyerahkan semuanya. Dan seperti mereka yang ada di ruangan ini, banyak di antara kita yang membiarkan hadiah itu begitu saja di atas meja, sama sekali tidak kita jamah".

Dua siswa mengangkat Steve dari lantai untuk duduk di kursi, walaupun sangat lelah secara fisik, Steve tersenyum bahagia.

"Engkau sudah berbuat dengan baik, hambaku yang baik dan setia," kata professor dan ia menambahkan, "Tidak semua khotbah disampaikan dengan kata-kata".

Berpaling kepada kelas, profesor berkata, "Harapan saya adalah kalian dapat memahami dan sepenuhnya mengerti akan semua kekayaan kasih karunia dan rahmat yang telah diberikan kepada kalian lewat pengorbanan Yesus Kristus. Allah tidak menyayangkan Putra Tunggal-Nya, tetapi menyerahkan-Nya untuk kita. Entah kita memilih untuk menerima ataupun menolak karunia-Nya, satu hal yang pasti adalah bahwa harganya sudah lunas dibayar".

"Apakah kita akan menjadi orang yang bodoh dan yang tidak bersyukur dengan meninggalkan hadiah itu di atas meja ?"

“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yohanes 3 : 16).

Sumber : forward email

Mengapa Engkau Bisa Bersabar Terhadapku ?

Aku bertanya kepada Tuhan, mengapa aku tidak kaya ?
Lalu Dia menunjukkan seorang pria yang sangat kaya, tetapi hidupnya sangat kesepian karena tidak memiliki siapapun untuk berbagi.

Aku bertanya kepada Tuhan, mengapa aku tidak cantik ?
Lalu Dia menunjukkan seorang wanita dengan kecantikan yang melebihi lainnya, tetapi karakternya sangat buruk.

Aku bertanya kepada Tuhan, mengapa Engkau membiarkan aku menjadi tua ?
Lalu Dia menunjukkan seorang anak laki-laki berusia 16 tahun sedang terbujur kaku, meninggal karena kecelakaan mobil.

Aku bertanya kepada Tuhan, mengapa aku tidak memiliki rumah yang besar ?
Lalu Dia menunjukkan sebuah keluarga beranggotakan 6 orang yang baru saja diusir keluar dari rumah kontrakannya karena tidak sanggup lagi membayar uang sewanya, dan kini harus tinggal di jalanan yang kotor.

Aku bertanya kepada Tuhan, mengapa aku harus bekerja ?
Lalu Dia menunjukkan seorang pria tua yang mendorong gerobaknya untuk mencari sampah dan makanan sisa untuk sekedar bertahan hidup.

Aku bertanya kepada Tuhan, mengapa aku tidak menjadi terkenal ?
Lalu Dia menunjukkan seorang terkenal yang dulunya memiliki banyak sahabat, namun kini ditinggalkan karena tidak mempunyai apa-apa lagi

Aku bertanya kepada Tuhan, mengapa aku tidak pintar ?
Lalu Dia menunjukkan seorang yang terlahir jenius, namun menyalahgunakan kepandaiannya dan sekarang berada di dalam penjara.

Aku bertanya kepada Tuhan, mengapa Engkau bisa bersabar kepada orang seperti aku yang tidak pernah bersyukur ?
Lalu Dia menunjukkan Alkitabnya kemudian Dia menunjukkan Anak-Nya yang tunggal yang tergantung mati di kayu salib dengan lambung tertikam dan tubuh yang remuk.

Aku tahu sekarang bahwa betapa besar kasih Allah padaku dan itulah segalanya bagiku.

Sumber : forward email

Bersepeda Bersama Yesus

Pada awalnya, aku memandang Tuhan sebagai seorang pengamat, seorang hakim yang mencatat segala kesalahanku, sebagai bahan pertimbangan apakah aku akan dimasukkan ke surga atau dicampakkan ke dalam neraka pada saat aku mati. Dia terasa jauh sekali, seperti seorang raja. Aku tahu Dia melalui gambar-gambar- Nya, tetapi aku tidak mengenal-Nya.

 



Ketika aku bertemu Yesus, pandanganku berubah.  Hidupku menjadi bagaikan sebuah arena balap sepeda, tetapi sepedanya adalah sepeda tandem, dan aku tahu bahwa Yesus duduk di belakang, membantu aku mengayuh pedal sepeda.

Aku tidak tahu sejak kapan Yesus mengajakku bertukar tempat, tetapi sejak itu hidupku jadi berubah. Saat aku pegang kendali, aku tahu jalannya, terasa membosankan, tetapi lebih dapat diprediksi, namun hal itu tak pernah berlangsung sama.

Tetapi, saat Yesus kembali pegang kendali, Ia tahu jalan yang panjang dan menyenangkan. Ia membawaku mendaki gunung, juga melewati batu-batu karang yang terjal dengan kecepatan yang menegangkan.

Saat-saat seperti itu, aku hanya bisa menggantungkan diriku sepenuhnya pada-Nya. Terkadang rasanya seperti sesuatu yang “gila”, tetapi Ia berkata, “Ayo, kayuh terus pedalnya !”

Kadang aku takut, khawatir dan bertanya, “Aku mau dibawa ke mana ? ”

Yesus tertawa dan tak menjawab, dan aku mulai belajar percaya. Aku melupakan kehidupan yang membosankan dan memasuki suatu petualangan baru yang mencengangkan.

Dan ketika aku berkata, “Tuhan, Aku takut ! “, Yesus menurunkan kecepatan, mengayuh dengan santai sambil menggenggam tanganku dengan eratnya.

Ia membawaku kepada orang-orang yang menyediakan hadiah-hadiah yang aku perlukan. Orang-orang itu membantu menyembuhkan aku, mereka menerimaku dan memberiku sukacita. Mereka membekaliku dengan hal-hal yang aku perlukan untuk melanjutkan perjalananku bersama Tuhanku. 

Lalu, kami pun kembali mengayuh sepeda kami.

Kemudian, Yesus berkata, “Berikan hadiah-hadiah itu kepada orang-orang yang membutuhkannya. Jika tidak, hadiah-hadiah itu akan menjadi beban bagi kita”.

Maka, aku pun melakukannya. Aku membagi-bagikan hadiah-hadiah itu kepada orang-orang yang kami jumpai, sesuai kebutuhan mereka. Aku belajar bahwa ternyata memberi adalah sesuatu yang membahagiakan.

Pada mulanya, aku tidak ingin mempercayakan hidupku sepenuhnya kepada-Nya. Aku takut Ia menjadikan hidupku berantakan, tetapi Yesus tahu rahasia mengayuh sepeda. Ia tahu bagaimana menikung di tikungan tajam, Ia tahu bagaimana melompati batu karang yang tinggi, Ia tahu bagaimana terbang untuk mempercepat melewati t empat-tempat yang menakutkan.

Aku belajar untuk diam sementara kakiku terus mengayuh, menikmati pemandangan dan semilir angin sepoi-sepoi yang menerpa wajahku selama perjalanan bersama Sahabatku yang setia, Yesus Kristus.

Dan ketika aku tidak tahu apa lagi yang harus aku lakukan, Yesus akan tersenyum dan berkata, “Mengayuhlah terus, Aku selalu bersamamu”.

Sumber : forward email

Doa Bapa Kami

Bapa kami yang di surga - ada hubungan Bapa/anak, begitu juga hubungan Atasan/bawahan

Dikuduskanlah nama-Mu - hubungan Allah/penyembah

Datanglah Kerajaan-Mu - hubungan Penguasa/rakyat

Jadilah kehendak-Mu - hubungan Tuan/hamba

Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya - hubungan Penderma/penerima

Ampunilah kami dari kesalahan kami - hubungan Penyelamat/pendosa

Janganlah membawa kami ke dalam pencobaan - hubungan Pemandu/peziarah atau Pemimpin/pengikut

Lepaskanlah kami dari yang jahat - hubungan Penjaga/ketergantungan

Karena Engkaulah yang punya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya - hubungan Pencipta/ciptaan

Sumber : David Jeremiah dalam buku "The Answer"

Batu Atau Roti ? Ikan Atau Ular ?

"Adakah seseorang dari antara kamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti, atau memberi ular, jika ia memibta ikan ? (Matius 7 : 9 - 10)

Banyak batu di Palestina memiliki bentuk dan warna yang sama dengan roti kecil bundar yang biasa dipanggang pada saat itu. Kemiripan itu mudah dilihat oleh siapa pun - apalagi Anda sedang lapar.

Ketika Yesus mengajar tentang doa di dalam Khotbah di Bukit, mungkin saat itu terdapat banyak batu bundar mirip roti yang berserakan di tanah, tempat orang banyak duduk ketika mereka mendengarkan-Nya. Maka, Yesus meminta para pendengar-Nya untuk memperhatikan apakah ada orang tua di antara mereka yang akan memberikan batu kepada anaknya jika ia meminta roti.


Kebetulan sisi bukit tempat Yesus mengajar itu menghadap ke arah Laut Galilea, tempat para nelayan setiap hari menebarkan jalannya, dan ikan adalah makanan umum bagi semua orang yang mendengarkan Yesus hari itu. Kadang-kadang ketika para nelayan menarik jala mereka, ular air ikut tertangkap bersama-sama dengan ikan-ikan. Mungkin Yesus sedang memikirkan hal ini ketika Dia bertanya kepada para pendengar-Nya, apakah sekiranya ada orangtua di antara mereka yang akan memberikan ular jika anak mereka meminta ikan.



Sumber : David Jeremiah dalam buku "The Answer"

Esai Brian Moore : Ruangan

Cerita di bawah ini adalah tentang Brian Moore yang berusia 17 tahun, ditulis olehnya sebagai tugas sekolah. Pokok bahasannya tentang surga itu seperti apa.

"Aku membuat mereka terperangah," kata Brian kepada ayahnya, Bruce.

"Cerita itu bikin heboh. Tulisan itu seperti sebuah bom saja. Itulah yang terbaik yang pernah aku tulis."

Dan itu juga merupakan tulisannya yang terakhir.

Orangtua Brian telah melupakan esai yang ditulis Brian ini sampai seorang saudara sepupu menemukannya ketika ia membersihkan kotak loker milik remaja itu di SMA Teays Valley, Pickaway County, Ohio.

Brian baru saja meninggal beberapa jam yang lalu, namun orangtuanya mati-matian mencari setiap barang peninggalan Brian: surat-surat dari teman-teman sekolah dan gurunya, dan PR nya. Hanya dua bulan sebelumnya, ia telah menulis sebuah esai tentang pertemuannya dengan Tuhan Yesus di suatu ruang arsip yang penuh kartu-kartu yang isinya memerinci setiap saat dalam kehidupan remaja itu. Tetapi baru setelah kematian Brian, Bruce dan Beth, mengetahui bahwa anaknya telah menerangkan pandangannya tentang surga.

Tulisan itu menimbulkan suatu dampak besar sehingga orang-orang ingin membagikannya.

"Anda merasa seperti ada di sana," kata pak Bruce Moore.

Brian meninggal pada tanggal 27 Mei, 1997, satu hari setelah Hari Pahlawan Amerika Serikat. Ia sedang mengendarai mobilnya pulang ke rumah dari rumah seorang teman ketika mobil itu keluar jalur Jalan Bulen Pierce di Pickaway County dan menabrak suatu tiang. Ia keluar dari mobilnya yang ringsek tanpa cedera namun ia menginjak kabel listrik bawah tanah dan kesetrum

Keluarga Moore membingkai satu salinan esai yang ditulis Brian dan menggantungkannya pada dinding di ruang keluarga mereka.

"Aku pikir Tuhan telah memakai Brian untuk menjelaskan suatu hal. Aku kira kita harus menemukan makna dari tulisan itu dan memetik manfaat darinya," kata Nyonya Beth Moore tentang esai itu.

Nyonya Moore dan suaminya ingin membagikan penglihatan anak mereka tentang kehidupan setelah kematian.

"Aku bahagia karena Brian. Aku tahu dia telah ada di surga. Aku tahu aku akan bertemu lagi dengannya."

Inilah esai Brian yang berjudul "Ruangan".

Di antara sadar dan mimpi, aku menemukan diriku di sebuah ruangan. Tidak ada ciri yang mencolok di dalam ruangan ini kecuali dindingnya penuh dengan kartu-kartu arsip yang kecil. Kartu-kartu arsip itu seperti yang ada di perpustakaan yang isinya memuat judul buku menurut pengarangnya atau topik buku menurut abjad. Tetapi arsip-arsip ini, yang membentang dari dasar lantai ke atas sampai ke langit-langit dan nampaknya tidak ada habis-habisnya di sekeliling dinding itu, memiliki judul yang berbeda-beda.

Pada saat aku mendekati dinding arsip ini, arsip yang pertama kali menarik perhatianku berjudul "Cewek-Cewek Yang Aku Suka". Aku mulai membuka arsip itu dan membuka kartu-kartu itu. Aku cepat-cepat menutupnya, karena terkejut melihat semua nama-nama yang tertulis di dalam arsip itu. Dan tanpa diberitahu siapapun, aku segera menyadari dengan pasti aku ada dimana.

Ruangan tanpa kehidupan ini dengan kartu-kartu arsip yang kecil-kecil merupakan sistem katalog bagi garis besar kehidupanku. Di sini tertulis tindakan-tindakan setiap saat dalam kehidupanku, besar atau kecil, dengan rincian yang tidak dapat dibandingkan dengan daya ingatku. Dengan perasaan kagum dan ingin tahu, digabungkan dengan rasa ngeri berkecamuk di dalam diriku ketika aku mulai membuka kartu-kartu arsip itu secara acak, menyelidiki isi arsip ini. Beberapa arsip membawa sukacita dan kenangan yang manis; yang lainnya membuat aku malu dan menyesal sedemikian hebat sehingga aku melirik lewat bahu aku apakah ada orang lain yang melihat arsip ini.

Arsip berjudul "Teman-Teman" ada di sebelah arsip yang bertanda "Teman-teman Yang Aku Khianati". Judul arsip-arsip itu berkisar dari hal-hal biasa yang membosankan sampai hal-hal yang aneh. "Buku-buku Yang Aku Telah Baca". "Dusta-Dusta Yang Aku Katakan" "Penghiburan Yang Aku Berikan". "Lelucon Yang Aku Tertawakan". Beberapa judul ada yang sangat tepat menjelaskan kekonyolannya: "Makian Buat Saudara-saudaraku". Arsip lain memuat judul yang sama sekali tak membuat aku tertawa: "Hal-hal Yang Aku Perbuat Dalam Kemarahanku.", "Gerutuanku Terhadap Orangtuaku".

Aku tak pernah berhenti dikejutkan oleh isi arsip-arsip ini. Seringkali di sana ada lebih banyak lagi kartu arsip tentang suatu hal daripada yang aku bayangkan. Kadang-kadang ada yang lebih sedikit dari yang aku harapkan. Aku terpana melihat seluruh isi kehidupanku yang telah aku jalani seperti yang direkam di dalam arsip ini.

Mungkinkah aku memiliki waktu untuk mengisi masing-masing arsip ini yang berjumlah ribuan bahkan jutaan kartu? Namun setiap kartu arsip itu menegaskan kenyataan itu. Setiap kartu itu tertulis dengan tulisan tanganku sendiri. Setiap kartu itu ditanda-tangani dengan tanda tanganku sendiri.

Ketika aku menarik kartu arsip bertanda "Pertunjukan-Pertunjukan TV Yang Aku Tonton", aku menyadari bahwa arsip ini semakin bertambah memuat isinya. Kartu-kartu arsip tentang acara TV yang kutonton itu disusun dengan padat, dan setelah dua atau tiga yard, aku tak dapat menemukan ujung arsip itu. Aku menutupnya, merasa malu, bukan karena kualitas tontonan TV itu, tetapi karena betapa banyaknya waktu yang telah aku habiskan di depan TV seperti yang ditunjukkan di dalam arsip ini

Ketika aku sampai pada arsip yang bertanda "Pikiran-Pikiran Yang Ngeres", aku merasa merinding di sekujur tubuhku. Aku menarik arsip ini hanya satu inci, tak mau melihat seberapa banyak isinya, dan menarik sebuah kartu arsip. Aku terperangah melihat isinya yang lengkap dan persis. Aku merasa mual mengetahui bahwa ada saat di hidupku yang pernah memikirkan hal-hal kotor seperti yang dicatat di kartu itu. Aku merasa marah.

Satu pikiran menguasai otakku: Tak ada seorangpun yang boleh melihat isi kartu-kartu arsip in! Tak ada seorangpun yang boleh memasuki ruangan ini! Aku harus menghancurkan arsip-arsip ini! Dengan mengamuk bagai orang gila aku mengacak-acak dan melemparkan kartu-kartu arsip ini. Tak peduli berapa banyaknya kartu arsip ini, aku harus mengosongkannya dan membakarnya. Namun pada saat aku mengambil dan menaruhnya di suatu sisi dan menumpuknya di lantai, aku tak dapat menghancurkan satu kartupun. Aku mulai menjadi putus asa dan menarik sebuah kartu arsip, hanya mendapati bahwa kartu itu sekuat baja ketika aku mencoba merobeknya. Merasa kalah dan tak berdaya, aku mengembalikan kartu arsip itu ke tempatnya. Sambil menyandarkan kepalaku di dinding, aku mengeluarkan keluhan panjang yang mengasihani diri sendiri.

Dan kemudian aku melihatnya. Kartu itu berjudul "Orang-Orang Yang Pernah Aku Bagikan Injil". Kotak arsip ini lebih bercahaya dibandingkan kotak arsip di sekitarnya, lebih baru, dan hampir kosong isinya. Aku tarik kotak arsip ini dan sangat pendek, tidak lebih dari tiga inci panjangnya. Aku dapat menghitung jumlah kartu-kartu itu dengan jari di satu tangan. Dan kemudian mengalirlah air mataku. Aku mulai menangis. Sesenggukan begitu dalam sehingga sampai terasa sakit. Rasa sakit itu menjalar dari dalam perutku dan mengguncang seluruh tubuhku. Aku jatuh tersungkur, berlutut, dan menangis. Aku menangis karena malu, dikuasai perasaan yang memalukan karena perbuatanku. Jajaran kotak arsip ini membayang di antara air mataku. Tak ada seorangpun yang boleh melihat ruangan ini, tak seorangpun boleh.

Aku harus mengunci ruangan ini dan menyembunyikan kuncinya. Namun ketika aku menghapus air mata ini, aku melihat Dia. Oh, jangan! Jangan Dia! Jangan di sini. Oh, yang lain boleh asalkan jangan Yesus! Aku memandang tanpa daya ketika Ia mulai membuka arsip-arsip itu dan membaca kartu-kartunya. Aku tak tahan melihat bagaimana reaksi-Nya. Dan pada saat aku memberanikan diri memandang wajah-Nya, aku melihat dukacita yang lebih dalam dari pada dukacitaku. Ia nampaknya dengan intuisi yang kuat mendapati kotak-kotak arsip yang paling buruk.

Mengapa Ia harus membaca setiap arsip ini? Akhirnya Iaberbalik dan memandangku dari seberang di ruangan itu. Ia memandangku dengan rasa iba di mata-Nya. Namun itu rasa iba, bukan rasa marah terhadapku. Aku menundukkan kepalaku, menutupi wajahku dengan tanganku, dan mulai menangis lagi. Ia berjalan mendekat dan merangkulku. Ia seharusnya dapat mengatakan banyak hal. Namun Ia tidak berkata sepatah katapun. Ia hanya menangis bersamaku.

Kemudian Ia berdiri dan berjalan kembali ke arah dinding arsip-arsip. Mulai dari ujung yang satu di ruangan itu, Ia mengambil satu arsip dan, satu demi satu, mulai menandatangani nama-Nya di atas tanda tanganku pada masing-masing kartu arsip. "Jangan!" seruku bergegas ke arah-Nya. Apa yang dapat aku katakan hanyalah "Jangan, jangan!" ketika aku merebut kartu itu dari tangan-Nya. Nama-Nya jangan sampai ada di kartu-kartu arsip itu. Namun demikian tanpa dapat kucegah, tertulis di semua kartu itu nama-Nya dengan tinta merah, begitu jelas, dan begitu hidup. Nama Yesus menutupi namaku. Kartu itu ditulisi dengan darah Yesus! Ia dengan lembut mengambil kembali kartu-kartu arsip yang aku rebut tadi. Ia tersenyum dengan sedih dan mulai menandatangani kartu-kartu itu. Aku kira aku tidak akan pernah mengerti bagaimana Ia melakukannya dengan demikian cepat, namun kemudian segera menyelesaikan kartu terakhir dan berjalan mendekatiku. Ia menaruh tangan-Nya di pundakku dan berkata, "Sudah selesai!"

Aku bangkit berdiri, dan Ia menuntunku ke luar ruangan itu. Tidak ada kunci di pintu ruangan itu. Masih ada kartu-kartu yang akan ditulis dalam sisa kehidupanku.

"Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16)

Sumber : forward email

Gifts From The Heart

Di sebuah kota di California, tinggal seorang anak laki-laki berusia tujuh tahun yang bernama Luke. Luke gemar bermain bisbol. Ia bermain pada sebuah tim bisbol di kotanya yang bernama Little League. Luke bukanlah seorang pemain yang hebat. Pada setiap pertandingan, ia lebih banyak menghabiskan waktunya di kursi pemain cadangan. Akan tetapi, ibunya selalu hadir di setiap pertandingan untuk bersorak dan memberikan semangat saat Luke dapat memukul bola maupun tidak.

Kehidupan Sherri Collins, ibu Luke, sangat tidak mudah. Ia menikah dengan kekasih hatinya saat masih kuliah. Kehidupan mereka berdua setelah pernikahan berjalan seperti cerita dalam buku-buku roman. Namun, keadaan itu hanya berlangsung sampai pada musim dingin saat Luke berusia tiga tahun. Pada musim dingin, di jalan yang berlapis es, suami Sherri meninggal karena mobil yang ditumpanginya bertabrakan dengan mobil yang datang dari arah berlawanan. Saat itu, ia dalam perjalanan pulang dari pekerjaan paruh waktu yang biasa dilakukannya pada malam hari.

"Aku tidak akan menikah lagi," kata Sherri kepada ibunya. "Tidak ada yang dapat mencintaiku seperti dia". "Kau tidak perlu menyakinkanku, " sahut ibunya sambil tersenyum. Ia adalah seorang janda dan selalu memberikan nasihat yang dapat membuat Sherri merasa nyaman.

"Dalam hidup ini, ada seseorang yang hanya memiliki satu orang saja yang sangat istimewa bagi dirinya dan tidak ingin terpisahkan untuk selama-lamanya. Namun jika salah satu dari mereka pergi, akan lebih baik bagi yang ditinggalkan untuk tetap sendiri daripada ia memaksakan mencari penggantinya."

Sherri sangat bersyukur bahwa ia tidak sendirian. Ibunya pindah untuk tinggal bersamanya. Bersama-sama, mereka berdua merawat Luke. Apapun masalah yg dihadapi anaknya, Sherri selalu memberikan dukungan sehingga Luke akan selalu bersikap optimis. Setelah Luke kehilangan seorang ayah, ibunya juga selalu berusaha menjadi seorang ayah bagi Luke.

Pertandingan demi pertandingan, minggu demi minggu, Sherri selalu datang dan bersorak-sorai untuk memberikan dukungan kepada Luke, meskipun ia hanya bermain beberapa menit saja.

Suatu hari, Luke datang ke pertandingan seorang diri.

"Pelatih", panggilnya, "Bisakah aku bermain dalam pertandingan ini sekarang? Ini sangat penting bagiku. Aku mohon ?"

Pelatih mempertimbangkan keinginan Luke. Luke masih kurang dapat bekerja sama antar pemain. Namun dalam pertandingan sebelumnya, Luke berhasil memukul bola dan mengayunkan tongkatnya searah dengan arah datangnya bola. Pelatih kagum tentang kesabaran dan sportivitas Luke, dan Luke tampak berlatih extra keras dalam beberapa hari ini.

"Tentu," jawabnya sambil mengangkat bahu, kemudian ditariknya topi merah Luke. "Kamu dapat bermain hari ini. Sekarang, lakukan pemanasan dahulu."

Hati Luke bergetar saat ia diperbolehkan untuk bermain. Sore itu, ia bermain dengan sepenuh hatinya. Ia berhasil melakukan home run dan mencetak dua single. Ia pun berhasil menangkap bola yang sedang melayang sehingga membuat timnya berhasil memenangkan pertandingan. Tentu saja pelatih sangat kagum melihatnya. Ia belum pernah melihat Luke bermain sebaik itu.

Setelah pertandingan, pelatih menarik Luke ke pinggir lapangan.

"Pertandingan yang sangat mengagumkan, " katanya kepada Luke. "Aku tidak pernah melihatmu bermain sebaik sekarang ini sebelumnya. Apa yang membuatmu jadi begini?"

Luke tersenyum dan pelatih melihat kedua mata anak itu mulai penuh oleh air mata kebahagiaan. Luke menangis tersedu-sedu. Sambil sesunggukan, ia berkata "Pelatih, ayahku sudah lama sekali meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil. Ibuku sangat sedih. Ia buta dan tidak dapat berjalan dengan baik, akibat kecelakaan itu. Minggu lalu ... Ibuku meninggal." Luke kembali menangis. Kemudian Luke menghapus air matanya, dan melanjutkan ceritanya dengan terbata-bata, "Hari ini ... hari ini adalah pertama kalinya kedua orangtuaku dari surga datang pada pertandingan ini untuk bersama-sama melihatku bermain. Dan aku tentu saja tidak akan mengecewakan mereka ..." Luke kembali menangis terisak-isak.

Sang pelatih sadar bahwa ia telah membuat keputusan yang tepat, dengan mengizinkan Luke bermain sebagai pemain utama hari ini. Sang pelatih yang berkepribadian sekuat baja, tertegun beberapa saat. Ia tidak mampu mengucapkan sepatah katapun untuk menenangkan Luke yang masih menangis. Tiba-tiba, baja itu meleleh. Sang pelatih tidak mampu menahan perasaannya sendiri, air mata mengalir dari kedua matanya, bukan sebagai seorang pelatih, tetapi sebagai seorang anak.

Sang pelatih sangat tergugah dengan cerita Luke, ia sadar bahwa dalam hal ini, ia belajar banyak dari Luke. Bahkan seorang anak berusia 7 tahun berusaha melakukan yang terbaik untuk kebahagiaan orang tuanya, walaupun ayah dan ibunya sudah pergi selamanya. Luke baru saja kehilangan seorang Ibu yang begitu mencintainya. Sang pelatih sadar, bahwa ia beruntung ayah dan ibunya masih ada. Mulai saat itu, ia berusaha melakukan yang terbaik untuk kedua orangtuanya, membahagiakan mereka, membagikan lebih banyak cinta dan kasih untuk mereka. Dia menyadari bahwa waktu sangat berharga, atau ia akan menyesal seumur hidupnya.

Sumber :
Forward email yang disadur dari "Gifts From The Heart For Women" karangan Karen Kingsbury

Maka, Aku Mengambil Waktu Untuk Berdoa

Aku bangun di suatu pagi,


dan segera berlari menyambut hari.

Begitu banyak yang harus diselesaikan !


Tidak ada waktu untuk berdoa !

Masalah berjejalan masuk,

setiap tugas yang datang terasa semakin berat.

Mengapa Allah tidak membantuku ?

Dia menjawab, “Kamu tidak memintanya”

Aku menginginkan sukacita dan keindahan,

tetapi semuanya kusam dan kelabu.

Mengapa Allah tidak menghiburku ?

Dia menjawab, “Kamu tidak mencarinya”

Maka aku mendekati pintu-Nya,

mencoba semua anak kunciku untuk membukanya.

Dan Allah dengan penuh kasih menegurku :

“Anakku, kamu tidak mengetuk”

Aku bangun pagi ini,

dan memikirkan hari yang akan kuhadapi.

Begitu banyak yang harus diselesaikan !

Maka, aku mengambil waktu untuk berdoa.

Sumber : Grace L. Naessen yang dikutip David Jeremiah dalam bukunya "The Answer"

Melampaui Rintangan Pengkhianatan

Tidak ada yang lebih Tuhan inginkan dari kita selain melatih iman kita. Ia tidak akan melakukan apaapun untuk merusaknya, dan kita tidak dapat menyenangkan Dia tanpa iman. Untuk mendefinisikan istilah itu sekali lagi, iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat (Ibrani 11 : 1). Iman bergantung kuat sementara bukti akan membuat kita melompat keluar. Iman menetapkan untuk mempercayai Dia walaupun Ia tidak menjawab semua pertanyaan atau bahkan tidak menjamin perjalanan kita bebas dari penderitaan.

Tidak ada ilustrasi yang lebih baik tentang kesetiaan ini dibanding terlihat dalam bagian kedua Ibrani pasal 11 dimana tertulis tentang para “pahlawan iman”, dan ini memiliki hubungan besar dengan diskusi kita. Di sini diuraikan tentang pria dan wanita bertekun dalam iman mereka di dalam keadaan yang ekstrim. Mereka menjadi sasaran segala macam penderitaan dan bahaya demi Salib. Sebagian disiksa, dipenjara, dilempari batu, dicambuk, digergaji, dan dibunuh dengan pedang. Mereka miskin, dianiaya, dihukum, dan berpakaian seadanya. Mereka mengembara di padang gurun, di pegunungan, di dalam gua, di celah-celah gunung. Yang paling penting adalah bahwa para “pahlawan iman” tersebut mati tanpa menerima apa yang sudah dijanjikan. Dengan kata lain, mereka teguh berpegang pada iman hingga mati walaupun Allah tidak menjelaskan tentang apa yang sedang Ia kerjakan melalui hidup mereka (Ibrani 11 : 35 – 40).

Tanpa mengurangi kesakralan Alkitab, saya ingin menggugah inspirasi Anda untuk melihat para pahlawan iman zaman modern yang saya kumpulkan. Terdaftar di antara para raksasa iman ini beberapa manusia luar biasa yang mendapat tempat istimewa di hati Allah yang besar.

Pada puncak daftar saya terdapat beberapa anak laki-laki dan perempuan yang saya kenal selama masa 14 tahun saya menjadi staf pengurus di Rumah Sakit Anak, Los Angeles. Kebanyakan anak-anak ini menderita penyakit yang sangat mematikan, walaupun sebagian menderita gangguan kronis yang merusak dan mengacaukan masa kanak-kanak mereka. Sebagian dari mereka di bawah usia 10 tahun, tetapi iman mereka kepada Yesus Kristus tidak terguncangkan. Mereka mati dengan kesaksian di bibir mereka, mereka menyaksikan kebaikan Allah sementara kondisi tubuh kecil mereka semakin memburuk. Sungguh suatu penerimaan luar biasa yang pasti telah mereka terima ketika mereka bertemu dengan Dia yang berkata, “Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku” (Markus 10 : 14)

Seorang anak laki-laki Amerika keturunan Afrika yang berusia lima 5 tahun tidak akan pernah dilupakan oleh orang-orang yang mengenalnya. Seorang perawat yang bekerja bersama dengan saya, Gracie Schaeffler, telah mengurus anak muda ini selama hari-hari terakhir dalam hidupnya. Ia sekarat karena kanker paru-paru yang merupakan penyakit yang mengerikan dalam stadium akhirnya. Paru-paru penuh dengan cairan, dan si pasien tidak akan dapat bernafas lagi. Sungguh suatu klaustrofobia (penyakit karena rasa takut akan ruang sempit dan tertutup) yang mengerikan, khususnya bagi seorang anak kecil.

Anak kecil ini mempunyai seorang ibu Kristen yang mengasihinya dan terus mendampinginya selama masa pencobaan yang berat dan panjang tersebut. Ia memangku anaknya dan berbicara dengan lembut mengenai Tuhan. Secara naluri, wanita ini menyiapkan putranya untuk jam-jam terakhir yang segera tiba. Gracie mengatakan pada saya bahwa ia masuk ke ruang anak ini pada suatu hari ketika maut menjelang, dan ia mendengar anak ini berkata ia mendengar bunyi lonceng.

”Loncengnya berbunyi, Mama”, katanya. “Aku bisa mendengarnya.” Gracie mengira anak itu berhalusinasi karena ia sudah mulai kehilangan kesadaran. Ia pergi dan kembali beberapa menit kemudian dan kembali mendengar anak ini mengatakan tentang bunyi lonceng yang didengarnya.

Perawat tersebut berkata kepada si ibu, “Saya yakin Anda tahu anak Anda mendengar hal-hal yang tidak ada. Ia mengalami halusinasi karena penyakitnya.”

Si ibu mendekap anaknya lebih erat ke dadanya, tersenyum dan berkata, “Tidak, Nona Schaeffler. Ia tidak berhalusinasi. Saya katakan kepadanya bila ia takut – karena tidak dapat bernafas – apabila ia mau mendengarkan dengan cermat, ia dapat mendengar lonceng di surga berbunyi untuknya. Itulah yang ia bicarakan sepanjang hari”.

Anak yang berharga ini meninggal di atas pangkuan ibunya malam ini dan ia masih berbicara tentang lonceng di surga ketika para malaikat datang menjemputnya. Sungguh anak ini bagai anggota pasukan yang sangat berani. Keberaniannya tidak diberitakan di surat kabar keesokan harinya. Namun, ia dan ibunya tinggal selamanya di dalam para “pahlawan iman” kami.

Contoh saya berikutnya untuk keabadian iman adalah seorang pria yang tidak pernah saya temui, walaupun ia menyentuh hidup saya ketika ia kehilangan hidupnya. Saya mengenalnya dari sebuah dari drama dokumenter di televisi yang saya lihat bertahun-tahun. Produsernya mendapat izin dari seorang ahli kanker untuk menaruh kamera di kliniknya. Kemudian, dengan persetujuan dari tiga orang pasien, dua pria dan satu wanita, ia merekan di atas film saat masing-masing dari mereka mengetahui mereka terkena kanker ganas stadium lanjut. Keterkejutan mereka, ketakutan, dan kemarahan terekan dalam rincian grafis. Sesudahnya, tim dokumenter mengikuti ketiga keluarga ini melewati proses pengobatan dengan pasang surutnya, harapan dan kekecewaan,kepedihan dan teror. Saya duduk terpaku sementara drama antara hidup dan mati terurai di atas layar. Akhirnya, ketiga pasien tersebut meninggal dunia, dan program tersebut berakhir tanpa komentar atau editorial.

Begitu banyak hal yang harus dikatakan. Yang membuat saya terkesan adalah cara-cara yang berbeda dari ketiga orang ini sewaktu menghadapi keadaan yang menakutkan. Dua dari mereka agaknya bukan orang yang beriman yang bereaksi dengan kemarahan dan kepahitam. Mereka tidak hanya berperang dengan penyakit mereka, tetapi agaknya juga berperang dengan semua orang lain. Hubungan pribadi mereka dan bahkan pernikahan mereka terguncang, khususnya ketika saat akhir semakin dekat. Ingatlah, saya bukannya mau bersikap kritis. Kebanyakan dari kita akan menanggapi dengan cara yang sama seandainya dihadapkan dengan kematian yang mengintai. Akan tetapi, itulah yang membuat orang yang ketiga begitu mengilhami saya.

Ia adalah seorang pendeta kulit hitam sederhana dari sebuah gereja pusat kota kecil. Usianya di akhir enam puluhan dan sudah melayani Tuhan sepanjang usia dewasanya. Kasihnya kepada Tuhan begitu mendalam sehingga tercermin dalam semua yang diucapkannya. Ketika ia dan istrinya diberitahu bahwa hidupnya tinggal beberapa bulan lagi, mereka tidak memperlihatkan kepanikan. Dengan tenang mereka bertanya kepada dokter apa arti semua itu. Ketika dokter menjelaskan program pengobatan dan apa yang mereka dapat antisipasi, dengan sopan mereka berterima kasih kepadanya atas kekhawatiran si dokter dan mereka pun pergi. Kamera mengikuti pasangan ini ke mobil tua mereka dan menguping sementara mereka menundukkan kepala dan mengadakan komitmen ulang kepada Tuhan.

Dalam bulan-bulan berikutnya, si pendeta tidak pernah kehilangan ketenangannya. Tidak pula ia mengoceh tentang penyakitnya. Ia tidak melakukan penyangkalan. Ia benar-benar menerima kanker yang dideritanya dan kemudian hasilnya ia tahu bahwa Tuhan memegang kendali dan ia menolak imannya terguncang.

Kamera hadir pada Minggu terakhirnya di gerejanya. Ia benar-benar berkhotbah pagi itu dan berbicara terbuka mengenai kematiannya yang mendekat. Seingat saya, inilah yang ia katakan :

“Sebagian dari Anda pernah bertanya kepada saya apakah saya marah kepada Tuhan karena penyakit yang telah menguasai tubuh saya. Saya katakan kepada Anda semua secara jujur bahwa saya tidak mempunyai apa pun selain kasih di dalam hati untuk Tuhan saya. Ia tidak melakukan ini pada saya. Kita hidup di dalam dunia yang penuh dosa di mana penyakit dan kematian adalah kutuk yang manusia bawa atas dirinya sendiri. Saya akan pergi ke suatu tempat yang lebih baik di mana tidak akan ada lagi air mata, penderitaan, dan kepedihan hati. Jadi janganlah bersedih untuk saya. Tuhan kita menderita dan mati bagi dosa kita. Mengapa saya tidak boleh ikut menderita bersama-Nya ?

Lalu, ia mulai bernyanyi, tanpa iringan musik, dengan suara tuanya yang pecah, dan beginilah syairnya :

Must Jesus bear the cross alone
(Haruskah Yesus memikul salib sendirian)
No, there’s a cross for everyone
(Tidak, ada sebuah salib untuk setiap orang)
And there’s a cross for me
(Dan ada sebuah salib bagiku)

How happy are the saint above
(Betapa bahagianya para orang kudus di atas sana)
Who once went sorr’wing here
(Yang pernah menderita di sini)
But now they taste unmingled love
(Tetapi, sekarang mereka mencicipi kasih yang murni)
And joy without a tear
(Dan sukacita tanpa air mata)

The consecrated cross I’ll bear
(Salib suci yang akan kupikul)
Till death shall set me free
(Hingga kematian akan membebaskanku)
And then go home my crown to wear
(Dan kemudian pulang untuk mengenakan mahkotaku)
For there's a crown for me
(Karena ada sebuah mahkota untukku)


Saya menangis ketika pria lembut ini bernyanyi tentang kasihnya kepada Yesus. Ia terdengar sangat lemah, dan wajahnya tampak tertarik akibat kerusakan oleh penyakit tersebut. Akan tetapi, komentarnya sama berkuasanya dengan komentar yang pernah saya dengar. Perkataannya pagi itu adalah perkataan terakhir dari mimbar, sejauh yang saya tahu. Ia masuk ke dalam keabadian beberapa hari kemudian, di tempat ia bertemu dengan Tuhan yang telah ia layani seumur hidupnya. Pendeta yang tidak disebut namanya ini bersama istrinya mendapat tempat yang menonjol di antara para pahlawan rohani saya.

Ada lebih banyak pahlawan di dalam katalog saya ketimbang yang dapat saya ceritakan dalam buku seukuran ini, tetapi saya akan menolak menyebutkan nama mereka. Tujuan kami, sebagaimana Anda tahu, adalah untuk membantu mereka yang tidak memiliki dasar keyakinan yang tidak begitu kuat. Seandainya setiap orang dikaruniai kegigihan seekor anjing bulldog dan iman Bapa Abraham, maka diskusi seperti ini tidak akan perlu diadakan. Akan tetapi, kebanyakan dari kita bukanlah superstar rohani. Itulah sebabnya gagasan ini dipersembahkan dengan penuh kasih kepada orang-orang yang rohnya terluka karena pengalaman yang tidak dapat mereka mengerti. Potongan teka-teki gambar kehidupan benar-benar tidak cocok satu sama lain sehingga mereka bingung, marah, dan kecewa.

Barangkali Anda ada di antara mereka yang telah berjuang untuk memahami kepedihan tertentu dan alasan Tuhan mengizinkannya terjadi. Seribu pertanyaan yang tak terjawab sudah berputar-putar di dalam benak Anda - kebanyakan dimulai dengan "Mengapa ...?" Anda dengan putus asa ingin mempercayai Bapa dan percaya akan kasih karunia dan kebaikan-Nya. Akan tetapi, jauh di dalam, Anda terperangjap oleh perasaan dikhianati dan ditinggalkan. Tuhan jelas mengizinkan kesulitan Anda terjadi. Mengapa Ia tidak mencegahnya ? Dan mengapa Ia tidak mencoba menjelaskan atau meminta maaf untuk itu ? Ketidaksanggupan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar itu telah menjadi rintangan rohani yang sangat tinggi, dan Anda kelihatannya tidak dapat menemukan jalan untuk mengitari atau melompatinya.

Bagi mereka yang telah berjuang untuk memahami pemeliharaan Allah - saya membawa harapan bagi Anda hari ini ! Tidak, saya tidak dapat memberikan solusi kecil yang pasti untuk semua ketidakkonsistenan yang mengganggu dalam hidup ini. Itu tidak akan terjadi hingga kita bertemu langsung dengan Tuhan. Akan tetapi, hati-Nya sangat lembut terhadap orang yang tertindas dan kalah. Ia mengetahui nama Anda dan Ia telah melihat setiap butir air mata yang Anda teteskan. Ia ada di sana pada setiap kesempatan ketika hidup kita berbelok arah yang salah. Yang kelihatan seperti ketidakpedulian atau kekejaman ilahi adalah suatu kesalahpahaman atau kebohongan iblis.

Bagaimana saya tahu ini benar ? Karena Alkitab dengan tegas mengatakan demikian kepada kita. Sebagai permulaan, Daud menulis, "Tuhan itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya" (Mazmur 34 : 19). Bukankah itu ayat yang indah ? Betapa membesarkan hati mengetahui bahwa hadirat Raja itu sendiri - Sang Pencipta surga dan bumi - melayang dekat orang yang terluka dan hancur hatinya. Jika Anda dapat memahami sepenuhnya betapa dalamnya Anda dikasihi, Anda tidak akan pernah merasa sendirian lagi. Daud kembali ke gagasan itu dalam Mazmur 103 : 11 : "Tetapi setinggi langit di atas bumi, demikian besarnya kasih setia-Nya atas orang-orang yang takut akan Dia."

Satu lagi ayat favorit saya adalah Roma 8 : 26, yang memberitahu kita bahwa Roh Kudus benar-benar berdoa untuk Anda dan saya dengan gairah yang bahasa manusia tidak memadai untuk menggambarkannya. Ayat itu mengatakan, "Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita ; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa ; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan." Sungguh penghiburan besar yang dapat kita ambil dari pemahaman itu ! Ia menyebutkan nama Anda kepada Bapa hari ini, membela kasus Anda dan menceritakan kebutuhan Anda. Oleh karena itu, betapa kelirunya menimpakan kesalahan karena kesulitan Anda pada Sahabat terbaik yang pernah dimiliki umat manusia ! Lepaslah dari kesimpulan lain yang Anda ambil, dan percayalah ini : Ia bukanlah sumber penderitaan Anda !

Apabila Anda sedang duduk di hadapan saya saat ini, Anda mungkin cenderung bertanya, "Kalau begitu, bagaimana Anda menjelaskan tragedi dan penderitaan yang menimpa hidup saya ? Mengapa Allah berbuat ini kepada saya ?" Allah biasanya tidak memilih untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dalam hidup ini ! Itulah yang selama ini saya coba katakan. Dia tidak akan memeragakan rencana dan maksud-Nya untuk kita setujui. Kita tidak pernah boleh lupa bahwa Ia adalah Allah. Demikianlah, Ia ingin kita percaya dan yakin akan Dia walaupun ada perkara-perkara yang tidak bisa kita mengerti. Seperti itulah penjelasannya.

Allah tidak pernah menjawab pertanyaan cerdik dari Ayub, dan Dia tidak akan menanggapi semua pertanyaan Anda. Setiap orang yang pernah hidup, menurut pendapat saya, pasti telah menghadapi kontradiksi dan teka-teki serupa. Anda bukan pengecualian.

Nasihat saya yang paling kuat adalah setiap kita menyadari sebelum krisis terjadi, bila mungkin, bahwa kepercayaan kita kepada Dia harus bebas dari pengertian kita. Tidak ada salahnya berusaha mengerti, tetapi kita tidak boleh bersandar pada kemampuan kita untuk mengerti ! Cepat atau lambat kepandaian kita akan mengajukan pertanyaan yang tidak mungkin kita jawab. Pada saat itu, bijaksanalah jika kita ingat firman-nya, "Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu" (Yesaya 55 : 9). Dan jawaban kita haruslah, "Bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi" (Lukas 22 : 42).

Ketika Anda memikirkan hal itu, ada penghiburan terhadap pencobaan dan kesengsaraan hidup. Kita dilepaskan dari tanggung jawab untuk mencoba memikirkan itu semua. Kita tidak diberi cukup informasi untuk menguraikan maksud tersebut. Cukuplah menyadari bahwa perbuatan Allah masuk akal bahkan ketika Dia tidak dapat dimengerti. Apakah pendekatan ini kelihatannya sedikit menyederhanakan, seperti penjelasan yang akan kita berikan kepada seorang anak ? Ya, dan karena alasan yang baik. Yesus menyampaikannya seperti ini, "Aku berkata kepadamu ; Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya" (Lukas 18 : 17).

Akan tetapi, apa yang kita katakan kepada orang yang benar-benar tidak dapat mengerti kebenaran itu ? Nasihat apa yang tersedia bagi orang yang mengalami kepahitan dan sangat marah kepada Allah karena perlakuan buruk yang dirasakan ? Bagaiman ia dapat mengelakkan rintangan pengkhianatan dan memulai hubungan yang baru dengan Tuhan ? Hanya ada satu obat untuk kanker kepahitan ini, yaitu mengampuni pihak yang dirasa sebagai penyerang untuk terakhir kali, dengan pertolongan Tuhan. Walaupun tampak aneh, saya nasihatkan sebagian dari kita perlu mengampuni Allah untuk kepedihan yang dituduhkan sebagai perbuatan-Nya. Anda sudah lama menyimpan kemarahan kepada-Nya. Sekaranglah waktunya untuk melepaskan itu. Jangan salah paham. Adalah urusan Allah mengampuni kita, dan kedengarannya nyaris seperti menghujat bahwa hubungan tersebut dapat dibalik. Ia tidak pernah berbuat salah dan tidaj memerlukan penerimaan kita. Akan tetapi, sumber kepahita tersebut harus diakui sebelum dapat dibersihkan. Tidak ada cara yang lebih baik untuk menyingkirkannya selain membebaskan Tuhan dari apa pun yang sudah kita tuduhkan, dan kemudian meminta pengampunan-Nya untuk kelemahan iman kita. Inilah yang disebut dengan pemulihan, dan satu-satunya cara agar Anda dapat terbebas sepenuhnya.

Almarhumah Corrie ten Boom pasti sudah mengerti nasihat yang saya berikan hari ini. Ia dan keluarganya dikirim oleh Nazi ke kamp pembantaian di Ravensbruck, Jerman selama tahun-tahun terakhir Perang Dunia II. Mereka mengalami kekejaman yang mengerikan di tangan penjaga S.S dan akhirnya, hanya Corrie yang selamat. Sesudah perang, ia menjadi penulis terkenal dan sering berbicara tentang kasih Allah dan campur tangan-Nya di dalam hidupnya. Namun, di dalam hatinya, ia masih merasakan kepahitan terhadap Nazi atas apa yang sudah mereka perbuat terhadap dirinya dan keluarganya.

Dua tahun sesudah perang, Corrie berbicara di Munich, Jerman, tentang topik pengampunan Allah. Sesudah kebaktian, ia melihat seorang pria berjalan ke arahnya. Inilah yang ia tulis mengenai pertemuan tersebut :

Dan ketika itulah saya melihatnya, berusaha maju dengan mendesak orang-orang lain. Untuk sesaat saya melihat mantel dan topi cokelatnya ; berikutnya, seragam biru dan topi dengan tanda tengkorak dan tulang bersilang. Semuanya terlintas kembali dengan seketika : ruangan besar dengan lampu sangat terang di atas kepala ; tumpukan menyedihkan pakaian dan sepatu di atas lantai bagian tengah ; rasa malu berjalan telanjang melewati pria ini. Saya dapat melihat sosok lemah saudara perempuan saya di sana, tulang rusuknya menonjol di balik kulitnya yang pucat, Betsie, betapa kurusnya kamu !

Tempat itu adalah Ravensbruck dan pria yang sedang berjalan menghampirinya adalah seorang penjaga - salah seorang dari penjaga yang paling keji.

Sekarang orang ini ada di hadapan saya dengan tangan terulur.

"Pesan yang bagus, Fraulein ! Betapa senangnya mengetahui bahwa, seperti Anda katakan, semua dosa kita sudah dibuang ke dasar laut !"

Dan saya, yang baru saja berbicara dengan fasih soal pengampunan, meraba-raba buku saya, bukannya menyambut tangan yang terulur itu. Tentu saja orang ini tidak akan mengingat saya - bagaimana mungkin ia ingat seorang tahanan di antara ribuan wanita itu ?

Namun, saya ingat kepadanya dan cambuk kulit yang mengayun dari ikat pinggangnya. Saya berhadapan muka dengan salah seorang yang menahan saya dan darah saya serasa membeku.

"Anda menyebutkan Ravensbruck dalam ceramah Anda", orang itu berkata. "Saya dulu menjadi penjaga di sana." Tidak, ia tidak ingat saya.

"Tapi, sejak saat itu", ia melanjutkan, "saya menjadi orang Kristen. Saya tahu Allah telah mengampuni saya untuk hal-hal keji yang saya lakukan di sana. Tetapi saya ingin mendengar dari bibir Anda juga, Fraulein", sekali lagi tangan itu terulur - maukah Anda mengampuni saya ?"

Saya berdiri di sana - saya dengan dosa yang lagi dan lagi harus diampuni - dan tidak sanggup mengampuni. Betsie meninggal di tempat itu - dapatkah orang ini menghapus kematiannya yang lambat dan mengerikan hanya dengan minta maaf ?

Tidak mungkin lebih dari beberapa detik orang itu berdiri di sana dengan tangan terulur, tetapi bagi saya rasanya berjam-jam sementara saya bergumul dengan perkara paling sulit yang harus saya lakukan.

Karena saya harus melakukannya - saya tahu itu. Pesan bahwa Allah mengampuni didahului dengan kondisi : bahwa kita harus mengampuni mereka yang sudah menyakiti kita. "Jika engkau tidak mengampuni kesalahan orang lain", Yesus berkata, "maka Bapamu yang di surga tidak akan mengampuni dosamu juga".

Saya tahu itu bukan hanya perintah Allah, tetapi juga sebagai pengalaman sehari-hari. Sejak akhir perang, saya mempunyai rumah di Belanda bagi korban kekejaman Nazi. Mereka yang sanggup mengampuni mantan musuh mereka juga sanggup kembali ke dunia luar dan membangun kembali hidup mereka, tidak jadi soal apa luka fisik mereka. Mereka yang menyimpan kepahitan tetap lumpuh, Sesederhana dan semengerikan itulah.

Dan saya masih berdiri di sana dengan hati yang membeku. Namun, pengampunan bukanlah emosi - saya juga tahu itu. Pengampunan adalah tindakan dari kehendak, dan kehendak dapat berfungsi lepas dari suhu hati saat itu. "Yesus, tolong saya !" Saya berdoa dalam hati. "Saya dapat mengangkat tangan saya. Saya dapat berbuat sejauh itu. Engkaulah yang memberikan perasaan itu".

Dengan kaku dan seperti mesin, saya pun mengulurkan tangan untuk menyambut tangan yang terulur itu. Ketika saya melakukannya, suatu kejadian luar biasa terjadi. Ada aliran yang timbul dimulai dari bahu saya, merambat turun ke lengan saya, lalu menyebar ke tangan kami yang saling menggenggam. Kemudian, kehangatan yang menyembuhkan ini tampak membanjiri seluruh diri saya sehingga mata saya banjir dengan air mata.

"Saya mengampunimu, Saudara", saya berseru, "Dengan segenap hati saya".

Untuk waktu yang lama kami saling menggenggam tangan satu sama lain, mantan penjaga dan mantan tahanan. Saya tidak pernah mengetahui kasih Allah begitu kuat, seperti yang saya rasakan saat itu. Namun, meskipun begitu, saya sadar itu bukan kasih saya. Saya sudah berusaha, dan tidak mempunyai kekuatan untuk itu. Itu adalah kuasa Roh Kudus seperti tercatat dalam Roma 5 : 5 , " ... karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita".


Perkataan Corrie sangat relevan bagi kita saat ini. Kepahitan dalam segala bentuk, termasuk yang kelihatannya "dapat dibenarkan", akan menghancurkan seseorang secara rohani dan emosi. Ini adalah penyakit jiwa. Corrie mengampuni seorang penjaga S.S yang ikut bertanggung jawab atas kematian para anggota keluarganya ; tentu saja kita pun dapat mengampuni Raja semesta alam yang sudah mengirimkan Anak-Nya yang tunggal sebagai penebusan bagi dosa kita semua.

Kita perlu mengerti bahwa Allah memandang kematian secara sangat berbeda dengan kita. Ini bukan bencana bagi Dia. Yesaya 57 : 1 mengatakan, "Orang benar binasa, dan tidak ada seorang pun yang memperhatikannya ; orang-orang saleh tercabut nyawanya, dan tidak ada seorang pun yang mengindahkannya ; sungguh, karena merajalelanya kejahatan, tercabutlah nyawa orang benar dan ia masuk ke tempat damai". Dengan kata lain, orang benar jauh lebih baik di dunia yang akan datang ketimbang di dunia yang sekarang. Mazmur 116 : 15 menyatakannya secara lebih ringkas : "Berharha di mata Tuhan kematian semua orang yang dikasihi-Nya."

Apa arti ayat-ayat ini bagi orang yang hidup ? Ayat-ayat ini mengisyaratkan sebuah tempat di seberang sungai yang lebih menakjubkan dibandingkan yang dapat kita bayangkan. Sebenarnya, itulah persisnya yang kita baca di dalam 1 Korintus 2 : 9 : "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia : semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia".

Apakah ini kedengaran seperti "candu bagi orang banyak", seperti Karl Marx yang sinis menggambarkannya ? Memang, tetapi Alkitab mengajarkannya dan saya percaya. Dan karena saya percaya, kematian telah mengambil suatu dimensi yang sepenuhnya baru bagi saya.

Jika Anda baru-baru ini kehilangan seorang anak atau orang yang Anda kasihi, atau Anda sendiri sedang menghadapi kematian, saya tidak mau meremehkan penderitaan Anda. Namun, saya berharap Anda akan melihat bahwa ketidaknyamanan ini diperkuat oleh kesalahpahaman akan waktu. Perjalanan kita di sini mempunyai ilusi kepermanenan waktu. Milyaran yang pergi sebelum kita memikirkan hal yang sama. Sekarang setiap hari mereka sudah pergi. Sebenarnya, kita hanyalah menumpang lewat di dunia ini. Jika kita sepenuhnya memahami singkatnya hidup, sehingga perkara-perkara yang membuat kita frustrasi - termasuk sebagian besar dari kejadian ketika Allah tidak dapat dimengerti - tidaklah terlalu berarti.

Ini adalah konsep alkitabiah yang sangat penting. Daud menulis, "Adapun manusia, hari-harinya seperti rumput, seperti bunga di padang demikianlah ia berbunga ; apabila angin melintasinya, maka tidak ada lagi ia, dan tempatnya tidak mengenalnya lagi" (Mazmur 103 : 15 - 16). Ia juga berkata, "Ya Tuhan, beritahukanlah kepadaku ajalku, dan apa batas umurku, supaya aku mengetahui betapa fananya aku !" (Mazmur 39 : 5). Musa mengekspresikan ide yang sama dalam Mazmur 90 : 12, "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana". "Bijaksana" yang tentangnya Musa bicarakan menempatkan segalanya ke dalam perspektif yang semestinya. Sulit untuk bergairah tentang materialisme semata-mata, misalnya, ketika orang ingat bahwa segalanya di dalam hidup ini hanya bersifat sementara.

Bagi orang yang terluka dan patah semangat saat ini, saya pikir akan terhibur jika menantikan saat ketika pencobaan yang sekarang akan menjadi kenangan yang jauh. Hari perayaan sedang mendatangi berbeda dengan yang pernah terjadi dalam sejarah umat manusia. Tamu kehormatan pada pagi itu adalah Dia yang mengenakan jubah tanpa keliman, dengan mata seperti nyala api, dan kaki seperti tembaga murni. Ketika kita bersujud merendahkan diri di hadapan-Nya, sebuah suara nyaring terdengar dari surga, berkata :

"Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka. Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi ; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu" (Wahyu 21 : 3 - 4).

Dan, sekali lagi suara nyaring itu akan bergema melewati lorong waktu.

"Mereka tidak akan menderita lapar dan dahaga lagi, dan matahari atau panas terik tidak akan menimpa mereka lagi. Sebab Anak Domba yang di tengah-tengah takhta itu, akan menggembalakan mereka dan akan menuntun mereka ke mata air kehidupan. Dan Allah akan menghapus segala air mata dari mata mereka" (Wahyu 7 : 16 - 17).

Inilah imbalan bagi mereka yang setia - bagi mereka yang menerobos rintangan pengkhianatan dan bertekun hingga akhir. Inilah mahkota kebenaran yang disiapkan bagi mereka yang sudah mengakhiri pertandingan yang baik, telah mencapai garis akhir ; dan telah memelihara iman (2 Timotius 4 : 7 - 8). Oleh karena itu, sepanjang hari-hari kita yang tersisa di dalam hidup ini, izinkan saya mendorong Anda untuk tidak berkecil hati menghadapi kesusahan sementara. Terimalah keadaan sebagaimana adanya. Persiapkan terjadinya masa-masa penuh penderitaan dan jangan cemas ketika saat itu tiba. Jangan takut ketika tiba waktu Anda untuk menderita, dengan mengetahui bahwa Allah akan menggunakan penderitaan itu untuk rencana-Nya, dan sebenarnya demi kebaikan kita sendiri. Tuhan sangat dekat dan Ia sudah berjanji bahwa pencobaan Anda tidak akan lebih berat daripada yang dapat Anda tanggung.

Saya akan meninggalkan Anda dengan kata-kata mengagumkan ini yang saya kutip dari Mazmur 34 : 1 - 19 :

"Apabila orang -orang benar itu berseru-seru, maka Tuhan mendengar, dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya. Tuhan itu sangat dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya. Kemalangan orang benar banyak, tetapi Tuhan melepaskan dia dari semuanya itu".

Sumber : James C. Dobson, Ph.D dalam bukunya "Ketika Tuhan Tidak Dapat Dimengerti"

Rak Penyimpanan Arsip

Terdapat semacam ruang tamu yang dipenuhi rak-rak penyimpanan arsiip di panggung. Sepasang suami istri memasuki ruang tersebut, dan seorang laki-laki sedang menunggu mereka di sana. Ternyata ruang ini adalah pintu surga, dan Rasul Petrus sendiri yang mengundang pasangan itu untuk masuk.

Sang suami lalu bertanya kepada Petrus,"Untuk apa rak-rak penyimpanan arsip itu ?"

Petrus menjelaskan bahwa dalam laci-laci tersebut terdapat inventaris semua karunia yang tidak jadi diklaim, padahal telah disiapkan Allah bagi anak-anak-Nya.

"Di antara rak ini terdapat sebuah laci yang berlabel namamu, "kata Petrus kepadanya. "Dan semua hal yang ingin Allah berikan kepadamu, tetapi tak pernah kamu minta."

Sumber : David Jeremiah

Upah Dosa

Kita sudah membicarakan peristiwa-peristiwa ketika kesukaran dan kesulitan datang menyapu kehidupan kita tanpa alasan yang jelas. Kecelakaan, kematian, kesakitan, gempa bumi, kebakaran, kekerasan, dan sebagainya dengan sendirinya membuat orang-orang yang selamat bertanya,”Apakah kesalahan kami hingga kami harus mengalami hal ini ?” Ketidakmampuan mereka untuk mengaitkan “maksud Allah” yang tidak dapat dijelaskan ini dengan perilaku mereka yang salah seringkali menimbulkan perasaan dikhianati dan dikorbankan. Rasanya benar-benar tidak adil.

Namun, ada satu lagi sumber kepedihan dan penderitaan dalam hidup kita yang harus dipertimbangkan. Ini diuraikan Dr. Karl Menninger, ahli psikiater di dalam bukunya “Whatever Became of Sin ?” Ia menulis konsep yang nyaris terlupakan tentang ketidaktaatan kepada Allah dan bagaimana hal ini merusak kesejahteraan kita. Sebenarnya, banyak penderitaan yang membuat Allah sering disalahkan karena dosa model lama. Saya tidak merujuk pada dosa Adam, tetapi pada perilaku dosa spesifik yang merusak di dalam keluarga manusia.

Alkitab menjelaskan bahwa ada hubungan langsung antara ketidaktaatan kepada Allah dan konsekuensi berupa kematian. Yakobus menggambarkan hubungan tersebut demikian : ”Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena is diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut” (Yakobus 1 : 14 – 15).

Semua dosa mengandung karakteristik maut itu. Ini buka berarti Allah duduk saja di surga dan bertekad untuk menganiaya mereka yang berbuat kesalahan. Akan tetapi, Ia melarang perilaku tertentu karena Ia tahu itu akhirnya akan menghancurkan korbannya. Bukan Allah yang menyebakan kematian, melainkan dosa.Dosa bisa menjadi kanker dan menghabiskan orang yang memeliharanya.

Saya percaya banyak pencobaan dan godaan yang menghalangi kita akibat perbuatan kita sendiri. Beberapa diantaranya adalah akibat langsung dari dosa. Dalam kejadian lain, kepedihan yang kita alami adalah akibat dari keputusan yang tidak bijaksana. Kita bisa membuat kekacauan seperti itu dengan hidup kita karena kebodohan dan tiadanya tanggung jawab.

Kita terlalu banyak minum minuman keras atau kecanduan judi atau mengizinkan pornografi menguasai pikiran kita. Kita mengemudi terlalu cepat dan bekerja seperti tidak ada hari esok. Kita menantang atasan dengan tidak hormat dan kemudian menjadi marah ketika ia menghantam balik. Kita membelajankannya uang yang tidak kita miliki dan akibatnya tidak dapat membayar kembali. Kita marah dan bertengkar di rumah sehingga menimbulkan kesengsaraan bagi diri sendiri dan keluarga. Kita tidak hanya mengundang masalah, tetapi malah mencarinya. Kita bermain-main dengan ketidaksetiaan. Kita melanggar hukum Allah dan kemudian dengan lugu percaya bahwa kita sudah mengalahkan nasib. Lalu, ketika “upah” dosa dan kebodohan itu jatuh tempo, kita menghadapkan wajah kita yang terguncang ke surga dan berseru, “Mengapa saya, Tuhan ?” Sebenarnya, kita menderita akibat wajar dari perilaku berbahaya yang pasti menghasilkan penderitaan.

Tentu saja, saya tidak bermaksud mengatakan bahwa semua penyakit fisik atau sakit hati adalah akibat dosa. Namun, ada situasi dimana kaitannya tidak dapat disangkal. Saya berpikir tentang penyakit yang timbul akibat penganiayaan tubuh sendiri, seperti kanker paru-paru adalah akibat dari merokok, atau sirosis (pengerasan hati) yang disebabkan oleh kecanduan alkohol, atau penyakit mental yang dipicu oleh pemakaian narkoba. Ini adalah luka yang diakibatkan oleh diri sendiri.

Contoh yang lebih relevan sekarang ini adalah HIV. Pertanyaan yang sering diajukan adalah : Apakah Allah mengirim epidemi AIDS sebagai hukuman bagi perilaku homoseksual ? Saya percaya dengan pasti bahwa jawaban yang benar adalah tidak ! Banyak korban yang tidak bersalah, termasuk bayi yang baru lahir, menderita dan sekarat akibat penyakit ini. Kutuk dari Allah akan lebih spesifik pada pelakunya. Namun, penularan HIV disebarkan melalui sodomi, pemakaian narkoba, dan hubungan seks bebas, sehingga perilaku dosa membantu menciptakan epidemi yang sekarang mengancam keluarga manusia.

Barangkali sebuah kisah penutup ini akan membantu mengilustrasikan ke mana arah kita dalam pergumulan antara yang baik dan yang jahat.

Saya pernah mendengar kisah seorang misionaris di Afrika yang kembali di pondoknya pada suatu siang. Ketika masuk lewat pintu depan, ia berhadapan dengan seekor ular piton raksasa di atas lantai. Ia berlari kembali ke truknya dan mengambil pistol kaliber 45. Sayangnya, hanya tersisa satu butir peluru di dalamnya dan tidak ada amunisi ekstra. Dengan hati-hati, misionaris tersebut menembakkan satu-satunya peluru itu ke kepala ular. Ular ini luka parah, tetapi tidak langsung mati. Dengan kalut ular tersebut memukul dan menggeliat di atas lantai. Sewaktu mundur ke halaman depan, misionaris tersebut dapat mendengar perabot yang patah dan lampu yang hancur. Akhirnya, semua tenang dan dengan hati-hati ia masuk kembali ke rumah. Ia mendapatkan ular tersebut sudah mati, tetapi seluruh bagian dalam pondoknya berantakan. Pada saat sekarat, ular piton tersebut melepaskan seluruh kekuatannya yang dahsyat dan menghantam semua yang kelihatan.

Belakangan, misionaris tersebut membuat sebuah perbandingan antara ular piton dengan ular bisa bernama iblis. Musuh kita sudah terluka parah oleh kematian dan kebangkitan Yesus Kristus (Dalam Kejadian 3 : 15 Tuhan berfirman kepada ular itu,”Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya ; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.”) Jadi, hari-hari ular itu sudah dihitung dan ia mengetahui hal itu. Dalam upaya terkahirnya yang penuh keputusasaan untuk menggagalkan kehendak Allah dan menipu umat-Nya, iblis melepaskan segenap kemarahannya. Ia mendorong tumbuhnya kebencian dan kebohongan dan agresi di tempat kepentingan manusia berbenturan. Iblis khususnya memandang rendah lembaga keluarga, yang merupakan lambang dari hubungan antara Yesus Kristus dengan gereja-Nya.

Bagaimana kita dapat bertahan dalam lingkungan yang berbahaya seperti ini ? Bagaimana kita dapat mengatasi kemarahan iblis pada hari-hari terakhirnya ? Harus diakui, kita tidak punya peluang dengan kekuatan kita sendiri. Akan tetapi, dengarkan apa kata Yesus tentang para pengikut-Nya :”Domba-domba-Ku mendengarkan suara-ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorang pun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku. Bapa-Ku yang memberikan mereka kepada-Ku, lebih besar dari pada siapa pun, dan seorang pun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa” (Yohanes 10 : 27 – 29).

Karena Sang Penebus, kita tidak perlu takut kepada penipu besar itu – bapa segala dusta. Kita dijanjikan di seluruh Alkitab bahwa kita tidak akan pernah ditinggalkan melakukan peperangan kita sendirian. Yohanes, murid yang Yesus kasihi, menuliskan kata-kata dorongan ini sesudah melayani Tuhan Yesis seumur hidup :”Anak-anakku, dalam hal ini kutuliskan kepada kamu, supaya kamu jangan berbuat dosa, namun jika seorang berbuat dosa, kita mempunyai seorang pengantara pada Bapa, yaitu Yesus Kristus, yang adil. Dan Ia adalah pendamaian untuk segala dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia” (I Yohanes 2 : 1 – 2).

Rasul Paulus menegaskan bahwa dosa tidak perlu berkuasa atas kita. Ia menuliskan :
Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus. Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini. Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah (Roma 5 : 1 - 2).

Ituah berita besar bagi semua orang yang letih lesu dan terbeban berat oleh tekanan hidup. Ini semua dapat disimpulkan menjadi konsep sedehana ini : Allah tidak menentang kita karena dosa kita. Ia mendukung kita melawan dosa kita. Itu sangat menentukan.

Sumber : James C. Dobson, Ph. D dalam bukunya “Ketika Tuhan Tidak Dapat Dimengerti”