Sore itu Yohana, putri bungsu pasangan Iwan Darmawan dan Retno sedang bermain di atap rumah seorang diri, tak pernah seorangpun menduga anak kecil tersebut bisa terlempar kebawah dan tidak sadarkan diri.
Saksi mata kejadian, Ibu Ariyani yang adalah tetangga korban mendengar suara benturan keras saat Yohana jatuh.
"Saya denger suara ‘gubrak' kaya suara motor tabrakan gitu... Ibu langsung ke depan. Dilihat disitu, Yohana jatuh. Kira ibu mah.. tangan yang patah. Tapi yang kena kan kepala," demikian tutur Ibu Ariyani menceritakan kejadian naas tersebut.
Saat itu Yohana dibawa oleh warga yang berada dekat lokasi kejadian kerumahnya. Ibunya, Retno yang tidak tahu apa yang terjadi dengan anaknya histeris kebingungan.
"Yohana..Yohana... bangun Yoh..ini mami Yoh...Ini Mami...," demikian cerita Ibu Retno mengingat kejadian itu.
Sang ayah yang masih bekerja di pabrik segera di hubungi oleh sang kakak.
"Halo.. ada apa ini?" tanya Iwan.
"Papi pulang..Papi pulang...!" seru sang kakak dengan histeris.
"Kenapa? Papi lagi kerja.."
"Hana jatuh pi.."
"Saya pikir ya jatuh biasa.. lah namanya juga anak-anak. Anak saya ini juga aktif sekali," demikian jelas Iwan.
Iwan mematikan HPnya. Namun tak berapa lama kemudian HP Iwan kembali berdering, anaknya kembali memintanya segera pulang.
"Hati saya jadi ngga enak.. saya jadi pengen segera pulang."
Iwan segera minta ijin dari kantornya dan langsung pulang. Sementara dirumah, sang istri dalam keadaan kebingungan melihat kondisi anaknya yang tidak sadarkan diri.
"Saya goyangkan mukanya dan bilang.. ‘Yoh.. ini mami..ini mami..' tapi dia hanya diam.. bikin saya bingung."
Tak lama kemudian Iwan sampai dirumahnya. Sang istri berseru histeris sambil memperlihatkan anaknya. Iwan melihat anaknya yang pingsan sempat kaget, dia berusaha menenangkan dirinya. Belum juga ia menenangkan dirinya, istrinya berseru memberitahukan keadaan kepala anaknya yang tidak normal.
"Papi.. kepalanya dekok..."
Iwan menyentuh pelan-pelan kepala anaknya, dan menemukan ada bagian kepala anaknya yang menonjol kedalam. Dan setiap kali disentuh, sang anak menangis. Iwan pun makin panik dan menhubungi ibunya dan menceritakan apa yang menimpa anak kesayanganya tersebut.
"Ibu.. Hana jatuh dan muntah bu..." teriak Iwan melalui telephone kepada ibunya.
"Cepat bawa kerumah sakit..kelihatannya dia gagar otak"
"Iya bu..iya bu..."
Mendengar anaknya gagar otak, Iwan dan Retno makin panik.
"Saat itu saya baru sadar.. posisi mulut anak saya sudah ketarik kesini," Iwan memperagakan posisi mulut anaknya yang sudah mulai tertarik kesamping.
"Saat itu saya kuatir, anak saya akan jadi seperti apa. Hati saya sakit."
Pertolongan yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga. Mobil temannya untuk membawa Yohana kerumah sakit akhrinya sampai. Tak ingin keadaan anaknya bertambah parah, mereka melarikan Yohana ke sebuah rumah sakit. Saat itu kenangan akan anaknya yang aktif muncul dalam ingatan Iwan.
"Kalau saya pulang, dia bukain pintu saya..."
Namun tiba-tiba Yohana muntah untuk kedua kalinya. Tapi secara mendadak, mulut Yohana yang tadinya miring, sudah kembali normal.
"Dan kepala yang tadinya saya pegang dekok, gembung. Saat itulah saya menangis."
Begitu tiba dirumah sakit, ternyata rumah penuh sesak dengan pasien. Beruntung seorang perawat membantunya mendapatkan sebuah tempat tidur.
"Yohana ditaruh disitu.. Cuma ditaruh aja.."
Iwan mencoba bertanya pada dokter disitu,
‘Ini gimana dokter?'
‘Coba bapak ke administrasi untuk mendaftarkan Yohana sebagai pasien disitu.'
Iwan sempat bingung karena dia tidak membawa uang. Uang yang ada hanya dua puluh ribu.
"Linda, teman saya tahu bahwa saya kebingungan. Tanpa permintaan, dia mengambil dompet lalu mengeluarkan uang. ‘Nih.. kamu pegang dulu. Aku tahu kamu ngga punya uang.' Dia bilangnya begitu. Hal ini menjadi seperti sebuah harapan baru buat saya. Saya langsung lari keruang pendaftaran. Saya sekali daftar Rp.60.000.-"
Setelah mendaftarkan Yohana sebagai pasien dirumah sakit itu, Iwan berharap anaknya dapat segera mendapat pertolongan yang serius.
"Cuma dipegang sedikit, dan sempat ditanya."
‘Ini kenapa?'
‘Oh.. ini jatuh dari lantai dua. Lalu muntah-muntah.'
‘Muntahnya berapa kali?'
‘Muntah dua kali.'
"Lalu setelah itu ditinggal lagi."
Tak lama kemudian, Iwan diberi surat rujukan agar Yohana segera di rontgen. Setelah di rontgen, tiba-tiba saja Yohana sulit bernafas dan kondisinya kian melemah.
"Nafasnya agak putus-putus, saya samperin dokternya dan bertanya, ‘Ini gimana?' ‘Pak tolong jaga kesadarannya, kalau ngga, ngga ketolong lagi.'"
Saat itulah ibundanya menelephon menanyakan keadaan cucunya.
"Halo wan.. Gimana keadaannya?"
"Iya bu.. ini baru selesai di rontgen bu.."
"Sudah di scaning otak belum?"
"Untuk apa bu?"
"Harus wan... harus discaning otak.." demikian permintaan ibunya.
Iwan pun menemui perawat untuk meminta anaknya di scaning.
"Emang bapak mampu bayarnya?" tanya perawat itu.
"Memang berapa sih harganya?"
"Enam ratus ribu pak.."
Saat itu Iwan hanya memegang uang tiga ratus ribu rupiah, namun ia meyakinkan dirinya bisa membayar biaya scaning otak anaknya. Ketika tiba di bagian kasih dan harus membayar, disinilah pertaruhan iman Iwan diuji.
"Saya sodorin..." saat itu Iwan tampak kebingungan.
Tiba-tiba adiknya datang. Pertolongan yang dibutuhkannya muncul tepat pada waktunya. Adiknya memberikan pinjaman untuk membayar scaning tersebut.
"Wah.. ini berbahaya pak. Ada pembekuan darah di otak dan ada darah yang menggumpal yang mendesak otak. Ini harus segera di operasi. Bawa surat rujukan saya ini ke bank darah," demikian ungkap dokter saat melihat hasil scan tersebut.
Harapan Iwan untuk mendapatkan darah dengan segera ternyata sia-sia. Ia bahkan dianjurkan untuk meminta darah ke PMI dan tanpa disangkanya, ia bertemu dengan kawan lamanya yang menolongnya untuk ke PMI.
"Dia bawa mobil, dan dianter ke PMI. Di PMI dilihat darah yang dibutuhkan ngga ada."
Tidak percaya dengan hasil tersebut, teman Iwan minta agar diperiksa ulang, ternyata ada satu kantong darah yang sesuai dengan golongan darah Yohana. Namun kendala demi kendala harus dialami oleh Iwan.
"Darah ini baru bisa digunakan besok pukul lima pagi," kata bagian bank darah.
Iwan memberitahu dokter yang menangani Yohana tentang hal ini.
"Ngga bisa, harus sekarang. Jam satu ini harus segera dipakai."
Namun pihak bank darah tetap tidak bisa mengijinkan, karena jika dipaksakan bisa berbahaya bagi pasien. Iwan akhirnya berkonsultasi kembali dengan dokternya, dan sang dokter menghubungi bank darah untuk segera mempersiapkan darah yang diminta.
"Ruang operasi siapin."
Suster saat itu memberitahu dokter bahwa Yohana masih di nomor urut enam puluh, namun dokter menyatakan bahwa hal ini darurat dan harus segera ditangani.
"Saya tanya ke beberapa suster, ‘Ini kalau gagal gimana?' Suster menerangkan, pertama bisa meninggal, kedua dia bisa terbelakang mentalnya. Saya tanya minimal berapa lama baru bisa pemulihan, dijawab minimal satu minggu baru bisa masuk bangsal pemulihan. Apa lagi kalau operasi otak."
Ibu Ratna hanya bisa menerima nasihat sang suster untuk terus berdoa.
"Ya berdoa saja, semoga berhasil. Kalau berhasil, itu mah mukjizat. Kami ngga kepikiran gimana-gimana, kami cuma bilang, ‘Tuhan, kami serahkan Yohana."
Saat itulah keluarga itu bergumul dengan Tuhan. Tak lepas, doa-doa dipanjatkan sepanjang masa operasi berlangsung. Mereka berharap penuh pada Tuhan, karena mereka tahu pengharapan mereka tidak akan sia-sia.
"Operasi berjalan dengan baik, Hana baik-baik saja," demikian berita dari dokter yang membuat seluruh keluarga itu merasakan kelegaan yang luar biasa.
"Seneng, bingung, semuanya campur baur," ungkap Retno.
Pemulihan Yohana berlangsung dengan cepat berkat campur tangan Tuhan. Dalam waktu tiga hari Yohana sudah dipindahkan ke bangsal pemulihan. Bahkan dalam waktu enam hari, Yohana sudah belajar berjalan kembali dan ingin kembali bersekolah.
"Yang pasti saya sangat senang ya... Wah ini dasyat! Ini mukjizat yang luar biasa!" demikian ungkap Iwan.
Saat ini Yohana sudah benar-benar sembuh. Bahkan dia mengalami banyak kemajuan jauh dari keadaan sebelumnya.
"Kemajuannya, dia ngga trauma. Tetap main, aktif. Tadinya dia belajar membaca belum lancar, begitu sembuh, anehnya dia langsung bisa lancar membaca. Tuhan menolong sebegitu luar biasanya. Yang harusnya membutuhkan waktu sangat lama, namun dalam waktu dua minggu anak saya sudah kembali ke sekolah,"demikian Iwan menceritakan kemajuan pemulihan putrinya.
Ibunya tak kalah bangga akan kesembuhan Yohana, "Banyak omong, lebih cerewet, lebih lincah. Semua itu Tuhan ijinkan untuk mendatangkan kebaikan bagi kita."
"Mungkin kita tidak peduli dengan hidup kita, tetapi Yesus itu sangat peduli," tandas Iwan.
"Terima kasih Tuhan Yesus, Yohana sudah sembuh," demikian Yohana menutup kesaksian keluarga ini.
(Kisah ini ditayangkan pada 13 Januari 2010 dalam acara Solusi Life di O Channel).
Sumber Kesaksian : Iwan & Retno Darmawan/jawaban.com