Hari guru telah tiba, kami beberapa orang teman sejawat berkumpul bersama, bercerita tentang guru-guru kami di masa kanak-kanak. Di mata anak-anak kecil guru adalah orang yang serba bisa, cerita punya cerita akhirnya rekan-rekan berebut menceritakan keahlian dan siasat yang dimiliki oleh para guru-guru itu.
Yang satu berkata, gurunya bisa memainkan akordeon dengan bagus, yang lain berkata gurunya pandai bercerita, sehingga teman-teman sekelasnya tidak ingin pulang jika sudah mendengarkan cerita dari gurunya itu. Bahkan ada salah satu rekan saya yang berkata, gurunya memiliki tenaga yang besar sekali, suatu ketika gurunya itu menggunakan satu tangan untuk mengangkat tiga orang teman sekelasnya sekaligus, seperti mengangkat anak ayam.
Semua rekan-rekan dengan antusias bercerita, hanya Halim yang duduk diam di samping tidak mengeluarkan sepatah katapun.
Kami bertanya kepadanya, "Halim bagaimana dengan gurumu?"
Halim menggosok-gosokkan tangan dan berkata, "Saya,... saya........"
Kelihatannya Halim mempunyai sedikit keraguan, kami semua memandang ke arahnya, akhirnya terlepas juga dari mulutnya. "Guru saya bukan seorang pesulap, tetapi dia mempunyai sebuah rumah kertas yang bisa menghasilkan uang!"
Mendengar perkataannya itu kami semua orang tertawa. Melihat keadaan ini Halim menjadi tidak sabar, selesai minum satu teguk teh dia berkata, "Kalian tidak percaya, baiklah setelah kalian mendengarkan ceritaku ini kalian akan mengerti."
Saat itu saya masih duduk di bangku kelas empat. Suatu ketika kelas kami akan mengadakan tamasya, setiap teman sekelas menyerahkan uang 50 ribu, satu kelas 40 murid jadi uang yang terkumpul adalah 2 juta, uang tersebut dikumpulkan oleh ketua kelas.
Ketua kelas kami waktu itu adalah seorang anak perempuan yang sangat manis, berpawakan kecil, rambutnya dikepang dua seperti tanduk kambing. Tetapi hari itu, dia menangis tersedu-sedu, karena setelah dia selesai berolah raga dan kembali ke dalam kelas, uang yang dia kumpulkan dan letakkan dalam laci bangku dalam kelas telah hilang.
Ayahnya adalah seorang pekerja tambang yang berada di dekat sekolahan kami. Ibunya tidak memiliki pekerjaan, keadaan ekonomi keluarganya tergolong miskin. Uang sejumlah 2 juta bagi dirinya terbilang cukup besar baginya, maka dengan kehilangan uang itu membuatnya menangis tersedu-sedan.
Para guru pengajar dalam kelas itu bergegas datang ke kelas untuk menanyakan situasi dari kejadian itu. Guru Inggris berkata kejadian tersebut sudah jelas pelakunya adalah teman sekelas sendiri, karena waktu hilangnya uang itu hanya beberapa menit saja.
Guru olah raga berkata, "Kalau begitu semua murid duduk kembali di atas bangku masing-masing, kita adakan pemeriksaan satu persatu." Usulan guru olah raga segera mendapatkan persetujuan dari beberapa guru yang lain, para guru berpendapat menggunakan cara ini yang terbaik.
Murid-murid satu kelas tidak ada yang berbicara, suasana dalam kelas sangat tegang. Saat itu datanglah guru matematika kami, dia adalah seorang pria tua yang kurus, dia mengacungkan tangan dan berkata, tidak boleh, tidak boleh diperiksa satu persatu!
Dia berkata dengan tegas serta dengan suara yang sangat keras. Dia berkata kepada para guru yang lain, mohon kepada mereka membiarkan dia menangani masalah ini, serta berjanji pasti akan menemukan kembali uang yang hilang itu.
Sambil berkata demikian guru matematika itu memalingkan badan mengeluarkan sebuah kotak kapur dari bawa meja, kapur tulis yang berada dalam kotak dikeluarkan semua. Tangannya menjadi sangat cekatan sekali, kotak kapur itu dibolak-balik dan dilipat-lipat, sesaat kemudian, kotak kapur itu telah berubah menjadi rumah kertas yang sangat cantik, rumah kertas itu juga disediakan sebuah jendela kecil.
Guru matematika itu mengangkat rumah kertas itu dan berkata, "Murid-murid sekalian, rumah kertas ini adalah sebuah rumah yang bisa menghasilkan uang, sekarang kalian setiap orang boleh berdiam seorang diri di dalam kelas selama satu menit. Gunakan tangan kecil kalian untuk meraba jendela kecil yang ada di rumah kertas itu, Bapak yakin, uang yang hilang itu akan segera terbang kembali ke dalam rumah kertas ini."
Sebentar kemudian, kami semua keluar dari ruang kelas itu, lalu satu persatu masuk ke dalam kelas seorang diri, menanti semua murid satu kelas sudah memenuhi gilirannya. Guru matematika itu langsung di tempat itu juga mengangkat rumah kertas itu. Benar juga dari dalam jendela rumah kertas itu dia mengeluarkan setumpuk uang!
Uang itu setelah dihitung jumlahnya persis 2 juta, satu senpun tidak lebih dan tidak kurang. Teman-teman satu kelas bersorak dengan riang gembira, situasi yang semula sangat tegang segera hilang ........
Bercerita sampai di sini, Halim terdiam untuk sejenak, dia minum seteguk teh lalu berkata, "Mungkin Anda sekalian sudah bisa menerka, tentunya rumah kertas itu tidak bisa menghasilkan uang. Uang yang berada di dalam rumah kertas itu diletakkan oleh teman sekelas yang telah mengambil uang itu, dan orang itu adalah saya."
"Saat itu saya sangat resah ingin memiliki sebuah buku yang berjudul Sepuluh Ribu Mengapa. Pikiran kacau telah menyebabkan saya nekad mengambil uang ketua kelas yang diletakkan di bawah meja belajarnya. Jika bukan karena rumah kertas yang dibuat oleh guru matematika itu, sangat mungkin sekali di dalam hati masa kanak-kanak saya akan terukir sebuah tanda penghinaan yang sangat mendalam."
"Beruntung ada sebuah rumah kertas cantik yang bisa menghasilkan uang telah melindungi saya, membuat saya bersyukur dan selalu mengenang dalam hati untuk selama-lamanya..."
Sumber : www.erabaru.or.id
Kan Kukenang Rumah Kertas Itu
02 Agustus 2009
- By Tommi
Label:
Renungan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Comments
No responses to “Kan Kukenang Rumah Kertas Itu”
Posting Komentar