Puluhan juta rupiah ia hamburkan begitu saja, tak ada lagi yang lebih menggairahkan bagi A Liang selain judi.
"Jika malam-malam ketika suami tidur, saya tidak takut untuk pergi sendiri. Dalam seminggu itu bisa 4 atau 5 kali... Dan saya memegang banyak uang," ungkap A Liang.
Bukan hanya uang, bahkan keluarganya pun ia pertaruhkan demi judi yang dicintainya. "Saya sampai tidak bisa ngomong lagi. Dia bilang ‘Saya main bukan pakai uang kamu.' Udah bicara berapa kali dia tidak mau dengar, ya saya tidak bisa ngomong lagi," kisah suami A Liang.
Kebiasaan buruk berjudi A Liang tersebut disebabkan karena traumatis masa lampaunya. Derita dan pahitnya hidup telah A Liang rasakan sejak ia kecil. Demi mencari uang, ia sudah bekerja semenjak masa kecilnya.
"Saya pernah dibawa oleh mama saya untuk jaga adik saya ke tempat main judinya. Mama saya judinya judi rumah tangga. Biar dikit-dikit ya, itu pun tetap sangat pengaruh untuk ekonomi. Kalau mama saya judi, menang, saya dapat makan enak. Kalau mama saya kalah berjudi, saya kena semprot, kena marah, kena pukul," kisah A Liang mengenai kebiasaan buruk ibunya yang suka berjudi.
Judi yang ibunya lakukan, terus menariknya dalam kepedihan hidup yang semakin dalam.
Sebenarnya A Liang berjanji bahwa ia tidak ingin seperti ibunya, "Saya melihat gitu, nanti kalau saya besar saya tidak boleh seperti mama. Saya harus menjagai anak-anak saya. Saya tidak boleh seperti mama saya. Anak-anak mama saya itu terlantar semua."
Tanpa A Liang sadari, ia telah menjadi sama seperti ibunya. Bahkan kecanduannya semakin menggila.
"Semuanya, fokus dan pikiran hanya ke judi. Sampai saya gak pergi kerja, pergi judi saja," ungkap A Liang.
Hutang, perlahan dan pasti mulai membelenggu hidup A Liang. Ia pun berencana untuk memperbaiki nasibnya dengan pergi ke luar Negeri. Niat baik sang kakak untuk meminjamkan uang sebagai deposit ke bank justru menjadi titik awal kehancurannya.
"Tak ada rencana, saya ambil uang dari kakak saya itu yang dititipkan ke bank. Akhirnya... saya berani untuk pakai berjudi dan habis. Jadi saya kalah 40 juta, masih ada 40 juta, dan saya ingin menang lagi. Saya berpikir kalau saya tidak menang, paling, saya bunuh diri saja. Akhirnya... Saya bukannya kalah, tapi malah menang banyak. Saya pun ingin untuk main lagi. Pikirannya saya nanti bisa menang lagi, belum cukup untuk kembalikan uang kakak saya. Tetapi akhirnya uang itu... saya kalah lagi," kisah A Liang mengenai bagaimana ia menghabiskan uang pinjaman kakaknya.
Ketakutan mulai menghantui A Liang. Melarikan diri ke sebuah tempat asing menjadi keputusannya guna menutupi rasa malu dan lari dari penagih hutang yang mencarinya.
"Saya tidak berani pulang ke rumah, saya meninggalkan anak saya. Tapi saya lari sambil main juga, ya berharap siapa tahu nanti masih bisa menang. Akhirnya saya pun tak menang, timbullah lagi niat bunuh diri lagi," kisah A Liang.
"Rasanya hidup ini tak ada artinya. Bikin malu semua saudara. Bikin susah orang tua, bikin susah suami. Muka mau ditaruh dimana...? Lebih baik saya bunuh diri saja," pikir A Liang.
Bagi A Liang, kematian menjadi satu-satunya jalan keluar dari semua kesalahan yang telah ia lakukan. Namun sebuah suara lembut, tiba-tiba terdengar dan menyadarkannya.
"Saya mengasihimu... Kata suara tersebut. Saya bilang, ‘Benar Tuhan, Kamu masih mengasihi saya?' Lalu saya bilang, ‘Yesus... banyak orang benci saya, banyak orang menghina saya, gara-gara kesalahan saya... Tapi Kamu masih bisa mengasihi saya.' Tuhan menyuruh saya pulang... ‘Pulang kepada suamimu, akan kubereskan semua hutang-hutangmu. Percaya saja.' Satu suara itu terus di telinga saya. Aku mengasihimu. Pulanglah... pada suamimu," kisah A Liang bagaimana Tuhan berbicara langsung kepada dirinya untuk menjadi kuat dan kembali pada keluarganya.
Akhirnya A Liang pun percaya. Ia pun memberanikan diri menelepon suaminya.
"Saya takut untuk menelepon suami saya. Saya tidak berani, takut rasanya," ungkap A Liang.
A Liang pun memberanikan melangkahkan kakinya ke rumah. Tetapi kenikmatan judi tidak semudah itu melepaskan A Liang. Hingga sebuah pernyataan dari sebuah buku yang A Liang baca, kembali menyadarkan A Liang atas semua kesalahannya.
"Saya baca Firman Tuhan dan saya temukan bahwa Tuhan itu mengasihi, mengasihi semua anak-anakNya. Tapi Tuhan tak mau dipermainkan, kata dalam Firman itu. Seringkali saya membaca Firman Tuhan itu, selalu tersentuh hati saya. Jadi, saya tidak mau main-main lagi sama Tuhan. Saya harus membereskan semuanya," kisah A Liang.
Maka A Liang pun berusaha untuk tidak judi lagi.
"Semenjak tahun 2003 sampai sekarang, saya tidak bermain judi lagi. Judi, buntut, apapun saya tidak main judi lagi," kisah A Liang.
A Liang telah terlepas dari judi yang mengikatnya selama bertahun-tahun. Satu demi satu hutangnya pun telah ia lunasi dan kebahagiaan telah kembali dalam keluarga ini.
"Kalau kepingin kaya, itu tidak salah. Tapi kalau pingin kaya dari berjudi, itu tidak mungkin," ujar A Liang.
"Rumah tangga saya sudah mau hancur-hancur, Tuhan sudah pulihkan. Keuangan saya, Tuhan juga sudah pulihkan. Tak ada satu manusiapun bisa memberi saya damai sejahtera, hanya Tuhan Yesus," tambah A Liang. (Kisah ini ditayangkan 2 September 2009 dalam acara Solusi Life di O'Channel).
Sumber Kesaksian:
A Liang dalam www.jawaban.com
Comments
No responses to “Pertobatan Wanita Penjudi Berat”
Posting Komentar