Dalam gelapnya malam, bau semerbak kemenyan yang dibakar memenuhi udara. Seorang dukun tampak merapal mantra dibawah pohon, sementara gadis muda ini nampak duduk dengan wajah penuh tanya apa yang akan terjadi selanjutnya.
Berawal rasa ingin tahu mendengar rekan kerjanya yang menggunakan susuk, membawa Suherni (Mbak Ning) berguru pada seorang dukun.
"Kamu saya pakein tiga binatang ya.." ujar sang dukun.
"Oh iya... Saya mau..untuk bela diri," Eni mengangguk.
Ketika ilmu pertama dirapal dan dimasukkan oleh sang dukun, tubuh Eni jatuh terpental ke tanah. Namun sang dukun tidak lantas berhenti.
"Saya tambah lagi ya... Macan putih..,"
"Kok banyak amat.."
"Ngga papa... biar orang takut sama kamu..," jelas sang dukun.
Menurut sang dukun, semua ilmu yang diturunkan kepadanya akan membuat hidup Eni langgeng dan tidak mengalami kesusahan lagi. Mendengar penjelasan sang dukun Eni sangat senang, mengingat masa kecilnya yang susah.
Eni kecil harus menumpang pada pak de-nya (paman Eni) karena kedua orangtuanya telah meninggal dunia. Dari memberi makan ternak hingga mengangkat air harus dilakoninya agar ia bisa tetap menumpang dirumah pak de-nya.
"Ya namanya hidup di kampung ya kaya gitu... susah," kenang Eni tentang masa kecilnya.
"Hidup saya tidak bisa tenang karena tidak ada kedua orangtua saya. Kalau sedih, saya cuma bisa nangis. Saya pikir saat itu, semua ini sudah takdir."
Dengan kekuatan yang dimilikinya, Suherni mendapat keberanian yang begitu besar. Suatu malam saat dalam perjalanan pulang dengan seorang teman, dua orang pemuda berusaha mengganggu mereka. Namun dengan beraninya, Eni menghardik dua pemuda itu.
"Jangan iseng kamu!"
Para pemuda itu langsung terdiam, dan Eni bersama temannya segera berlalu dari tempat tersebut.
"Saya bisa membuat orang yang mau marah jadi ngga jadi, orang yang kesel jadi ngga jadi. Jadi semua orang bisa saya buat nurut."
Tidak berhenti kepada ilmu tiga roh binatang, Eni kembali pada sang dukun dan menerima seratus ilmu pengasihan dan lima buah susuk.
Selama Eni bekerja di diskotik, semua ilmu dan susuk yang diterimanya dirasakannya sangat membantunya, hal tersebut membuatnya lupa diri.
"Setiap malam saya bisa dapet tip seratus ribu, saya bayangkan kalau satu bulan itu sudah gede, karena saya memang ingin cari uang yang banyak."
Kebahagiaan yang Eni bayangkan dengan uang banyak yang di dapatnya ternyata berakhir suram. Sebuah kejadian bukan hanya merengut semua kebahagiaannya, namun juga menghancurkan masa depannya.
Banyak pria tertarik pada Suherni, namun tidak satupun pinangan para pria itu diterimanya. Penolakan demi penolakan dilontarkan oleh mulut Eni, memunculkan kesombongan dalam dirinya.
Malam itu, Eni menemani seorang tamu minum-minum di diskotik tempatnya bekerja, hingga dirinya mabuk dan tertidur. Pria tersebut tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Eni dibawanya kesebuah ruangan dan digauli dalam keadaan tidak sadar.
"Ketika saya sadar, saya sudah dalam keadaan tidak berpakaian.. saya ditinggalkan seorang diri dalam keadaan seperti itu."
Rasa sedih dan malu yang teramat dalam harus ditanggung Suherni karena aib itu. Dirinya bisa menangis meratapi nasibnya saja. Kini impiannya untuk mencari uang yang banyak kandas sudah, sebab akibat tindakan bejat pria tersebut, kini Eni hamil. Sudah berkali-kali, dirinya mencoba menggugurkan jabang bayi yang ada dirahimnya, namun semua itu gagal. Akhirnya, pria itu dicari dan dipaksa untuk menikahi Suherni.
"Sehabis nikah siri, saya dianterin pulang kampung."
Ketika tiba saatnya melahirkan, pria tersebut dihubungi dan akhirnya datang menemui Eni dirumah sakit. Namun dengan alasan mencari tambahan uang untuk melunasi biaya bersalin di rumah sakit, pria tersebut melarikan diri dan tidak pernah kembali lagi.
"Dia datang dengan bawa duit cuma dua setengah juta. Suami saya bilang akan cari uang untuk lunasin rumah sakit, tapi habis itu dia kabur sampai sekarang. Saya berpikir memang mungkin bukan jodoh saya, dan saudara-saudara saya juga meminta untuk merelakan saja dia pergi," ungkap Eni.
Eni tidak membenci bapak dari anaknya, karena dia sendiri memang tidak pernah menyukai pria tersebut. Akhirnya, Eni membesarkan sendiri bocah laki-laki itu dengan kemampuannya yang apa adanya. Karena tidak memiliki keahlian apapun, Eni akhirnya menerima tawaran pekerjaan dari kakaknya sebagai pembantu rumah tangga di Jakarta.
"Saya dibawa sama kakak saya kerja sama ibu Ita."
Menjadi pembantu rumah tangga, sekalipun tidak membutuhkan keahlian yang khusus ternyata bukan pekerjaan yang mudah. Ada aturan dan tata cara sendiri yang dibuat oleh sang majikan, dan Eni sering lupa hal tersebut. Ketika diingatkan, Eni malah marah.
"Dulu kalau saya dikasih tau sama ibu Ita, saya sering emosi, marah, ngelawan. Habis itu saya ngedumel. Orangnya ngga ada, saya marah-marah sendiri. Tapi bu Ita itu, ngga pernah marah sama saya."
Sikap keras Eni sepertinya sudah mendarah daging dalam dirinya. Terhadap anaknya, Eni juga tidak menunjukkan sikap kasih sayang ataupun kelemah lembutan.
Suatu hari, anaknya bermain di rumah tetangga. Ketika bermain dengan seorang teman, anaknya berebut mainan lalu berkelahi dengan temannya, dan lari kerumah.
"Mama temenku tadi mukul aku.."
"Terus.."
"Ya aku pukul lagi.."
"Mamakan sudah bilang, kalau main itu ngalah. Jadi ngga usah berantem.!!"
Keras kepala Eni sepertinya menurun kepada anaknya. Anaknya tersebut melawan nasihat Eni.
"Dia ngelawan sama saya," tutur Eni. "Matanya melotot-melotot.. Kebetulan saya bawa balok panjang. Punggungnya saya gebuk."
Dengan sekuat tenaga, Eni memukuli punggung anak laki-laki kecil itu dengan pukulan yang bertubi-tubi.
"Seperti ada yang dorong. Ada bisikian di telinga sebelah kiri saya ‘terus..terus..!' Kalau saya marah sama anak saya itu, sepertinya setan senang."
Ketika tengah memukuli anaknya, sang majikan, Ibu Ita datang dan berusaha menyelamatkan anak Eni.
"Ketika saya sedang mengangkat kayu tersebut, tiba-tiba Ibu Ita datang dan menarik kayu tersebut."
Eni semakin bertambah marah atas tindakan ibu Ita tersebut.
"Anakmu nanti mati kalau kamu pukulin seperti itu," demikian Ibu Ita berusaha menyadarkan Eni.
Ibu Ita melihat mata Eni seperti orang kesetanan. Ibu Ita bertambah kaget saat Eni berani melawannya, dirinya merasa bahwa itu bukan diri Eni yang sebenarnya.
"Ngga usah ikut campur!! Itu anak saya..!" Teriak Eni pada ibu Ita.
Semua ilmu yang dimiliki Eni sekarang malah membuat hidupnya tidak tenang, tidak seperti yang dijanjikan sang dukun dulu. Bahkan ketika malam tiba, keadaannya semakin menyeramkan baginya.
"Saya ngga pernah bisa tidur. Tidurnya susah. Saya juga ngga pernah bisa berdoa. Susah... karena saya terganggu bayangan-bayangan binatang. Saya diputerin terus, di sekeliling saya ada empat puluh binatang. Saya memang ngga bisa ngelepasin, karena saya sudah janji. Tapi semua yang dijanjikan oleh guru saya tidak benar, malah buat hidup saya susah."
Hingga suatu hari, secara tidak sengaja Suherni memergoki kedua majikannya, Ibu Ita dan Bapak Ivan sedang berdoa dengan khusuk, hal tersebut sangat mengusik hatinya. Ketika mencoba mengintip untuk cari tahu apa yang sedang mereka lakukan, Eni tidak bisa melihat lebih jelas karena celah dijendela begitu kecil.
"Saya mengintip dari jendela, apa itu sih ibu Ita berdoa sambil menangis-nangis. Saya terharu, saya kepengen, saya ngintip terus.. ngintip terus...tapi ngga kelihatan karena jendela ditutup. Saya penasaran, akhirnya saya ketuk-ketuk.. Pak buka dong... saya pengen lihat seperti apa itu berdoa. Siapa ini Tuhan Yesus, saya ingin mengenal lebih lagi."
Hari itu, Bapak Ivan dan Ibu Ita mengajak Eni untuk berdoa bersama. Namun seperti ada penghalang, sangat susah bagi Eni untuk berdoa.
"Saya ngga bisa berdoa, karena saya belum percaya Yesus.."
Untuk mengusir keraguan Eni, Ibu Ita memberikan sebuah Alkitab untuk dibacanya.
"Setiap siang saya baca, saya renungin. O..gini ya... Tuhan pasti mau mengampuni saya. Walaupun saya sudah banyak berbuat dosa, tapi Tuhan mau mengampuni saya. Saya ingin lepasin, tapi rasanya beban ditubuh saya ngga mau keluar."
Akhirnya, dengan rasa ingin tahu yang menggebu-gebu Eni mengikuti sebuah seminar rohani. Di hari terakhir seminar tersebut, Eni ditantang untuk melepaskan ilmu-ilmu yang dimilikinya. Ketika Eni memberikan diri untuk didoakan sesuatu yang mengerikan mulai terjadi.
"Dalam nama Yesus, kuasa roh-roh jahat ku hancurkan. Dalam nama Yesus!"
Eni mulai bermanifestasi, roh-roh yang ada dalam tubuhnya mulai memberontak. Menggeram-geram bak singa, Eni tampak sangat marah ketika di doakan. Setelah di doakan selama lima belas menit, akhirnya roh itu keluar, dan Eni mengalami kelepasan total.
"Setelah jimat-jimat saya dilepaskan, hati saya lega dan tenang."
Kini Suherni menjadi manusia baru, dengan karakter yang lebih lembut bahkan mau melayani Tuhan dengan apa yang dia bisa.
"Sekarang saya diberkati sama Tuhan. Diubahkan sama Tuhan. Saya berterima kasih pada Tuhan karena sudah diampuni dan Tuhan sayang sama saya." (Kisah ini ditayangkan 24 Maret 2010 dalam acara Solusi Life di O'Channel).
Sumber Kesaksian:
Suherni/jawaban.com