Anak laki-laki membutuhkan seorang ayah sejati, bukan sekedar ayah yang menghidangkan makanan di meja, menentukan jam malam, dan menyuruh anaknya membersihkan garasi. Ayah sejati adalah ayah yang juga bermain kejar-kejaran, petak umpet, mendongeng sebelum tidur, dan bergulat di atas karpet ruang keluarga dengan anak-anaknya. Ayah yang sejati melepaskan anaknya seperti anak panah untuk memberikan dampak pada generasi selanjutnya. Tidak mudah untuk menjadi ayah sejati, harga yang harus dibayar adalah waktu dan komitmen. Dunia kita sangat miskin akan kedua hal itu. Ada banyak permintaan dan gangguan yang membuat kita jauh dari hal-hal yang paling penting dalam hidup kita.
Hidup adalah suatu rangkaian perubahan yang tak berujung, dan para ayah harus dapat melihat kesempatan-kesempatan yang ada. Mereka harus menguji kemampuan mereka menghadapi tantangan yang lebih besar, tapi mereka juga harus menguji hati mereka terhadap apa yang berharga untuk anak laki-lakinya. Kehidupan seorang ayah dapat diisi dengan meraih lebih banyak pencapaian dan kekayaan. Dalam proses meraih hal-hal tersebut, para ayah harus berhati-hati jangan sampai menghancurkan hartanya yang tiada ternilai harganya. Harta itu adalah anak laki-lakinya. Sering kali harga yang harus dibayar untuk menuju ke puncak adalah jiwa sang anak. Si anak kehilangan rasa aman dan pengetahuan bahwa mereka lebih berharga bagi kita daripada pekerjaan kita. Mereka kehilangan didikan dari seorang pejuang.
Hidup adalah rangkaian dari kejadian-kejadian yang indah, aneh, sangat kuat, yang membentuk suatu koleksi yang kita sebut 'kehidupan'. Koleksi momen-momen ini mengubah bocah-bocah kecil menjadi laki-laki. Momen-momen tersebut ada yang dingin, menyakitkan, merusak, atau tidak ada artinya (hampa), yang terjadi dalam kekacauan-kekacauan pada masa kecilnya. Atau momen-momen tersebut bisa juga hangat, kuat, menyenangkan, sehat, dan disengaja untuk menciptakan anak muda yang berwawasan, stabil dan berbudi yang mampu menghadapi tantangan di generasi selanjutnya.
Para ayah harus terlibat dalam momen pendewasaan ini. Mereka harus mengivestasikan waktu, tenaga, dan nasehat untuk membuat setiap momen mencapai hasil yang tepat. Karena masyarakat kita telah berpindah dari desa ke kota, dari sawah ke kantor, banyak ayah-ayah yang kehilangan sentuhan dengan hati anak-anak mereka. Inti dari rasa berharga dan puas dari seorang ayah ada di tempat kerjanya. Para ayah telah belajar untuk mendelegasikan tugas-tugasnya di rumah. Membuat keputusan yang baik adalah keahlian yang terhebat di era informasi sekarang ini. Setelah seharian penuh mengambil keputusan, keputusan yang termudah adalah mendelegasikan tugas mendampingi anak pada sang ibu. Anak-anak memang membutuhkan sosok ibu, tapi mereka juga membutuhkan sosok seorang ayah. Anak laki-laki membutuhkan contoh mengenai kelaki-lakian yang bisa mereka dapatkan paling baik melalui ayah mereka. Mereka membutuhkan kasih dan kehangatan ibu, tapi mereka membutuhkan kasih dan kekuatan ayah.
Sangatlah aneh bagi saya apabila pada saat seorang ibu menghabiskan waktunya bersama anaknya berarti dia sedang menjadi 'orang tua' (parenting). Tetapi ketika giliran si ayah menjaga anak-anak, kita mengatakan dia sedang menjadi 'pengasuh' (baby-sitter). Perbedaan antara 'orang tua' dan 'pengasuh' berkaitan dengan motivasi hati dan seberapa panjang pengaruhnya. Para ayah perlu menjadi orang tua dengan hati yang mengasihi dan dengan keinginan mempersiapkan setiap anak laki-lakinya (atau anak perempuannya) untuk menjalani hidup yang membuat perbedaan bagi generasi-generasi yang akan datang.
Tidak ada seorang ayah yang pada akhir hidupnya menyesal karena tidak menghabiskan cukup waktu untuk bekerja dan menghabiskan terlalu banyak waktu dengan anaknya. Rasa sakit karena salah prioritas telah menghantui banyak ayah-ayah yang 'sukses'. Kita tidak dengan sengaja menghancurkan jiwa dari anak laki-laki kita, kita hanya gagal memenuhi kebutuhan kita. Berbagai peristiwa yang terjadi secara alamiah, tanpa dukungan dan bimbingan dari ayah, akan berdampak negatif. Tapi entah bagaimana, anak-anak kita 'berhasil'. Entah bagaimana, meskipun kita kurang peduli, bersikap acuh, dan tidak mampu berperan sebagai ayah, anak kita berhasil. Tantangannya adalah untuk membantu supaya mereka berhasil dengan kekuatan, keahlian, kebijaksanaan dan rasa percaya diri sebanyak mungkin.
Sumber : www.jawaban.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Comments
No responses to “Menjadi Superdad”
Posting Komentar