Translate

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Sebab Dia adalah Tuhan kekuatanku, bersama-Nya ku takkan goyah

Pukulan Itu Menyakitkan Tapi Mengubahku Menjadi Lebih Baik

Merasa dibuang dan disingkirkan oleh keluarga, membuat Elias Maralok Siallagan menjadi pribadi yang keras, bahkan pernah menempuh jalan kehidupan yang penuh liku dan kejahatan. Namun, Tuhan begitu mengasihinya. I Korintus 7:10 ini menggambarkan apa yang Tuhan kerjakan dalam hidupnya," Sebab dukacita menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan dan yang tidak akan disesalkan, tetapi dukacita yang dari dunia ini menghasilkan kematian." Inilah kisah yang dituturkannya.

Sewaktu SMP kelas dua, aku diiming-imingi oleh keluarga untuk menjadi seorang ABRI. Maka setelah lulus SMA, aku diberangkatkan ke Jakarta untuk melanjutkan studi. Namun sewaktu aku di Jakarta, setiap kali kukirimkan kabar ke kampung untuk meminta biaya tidak pernah ada tanggapan apapun dari mereka. Hal itu membuat aku sangat kecewa. Aku merasa keluargaku sengaja menyingkirkanku kepulau Jawa, sehingga mereka tidak lagi disusahkan lagi olehku. Aku merasa tidak dianggap sebagai anak oleh mereka.

Karena tidak ada dukungan dana sama sekali dari keluargaku, kehidupan jalanan yang keras dan kejam harus kujalani. Terkadang sering tidak makan, bahkan kalaupun makan hanya sepotong singkong dalam satu hari. Aku harus tidur dipinggir jalan, dan mandi dikali Ciliwung. Aku bertahan hidup dengan menjadi pedagang asongan, bahkan akhirnya terjerumus dalam dunia premanisme.

Saat itu, aku bergabung dengan gank karena merasa senasib dan diterima oleh mereka. Bisnis utama gank tersebut adalah menjadi rentenir, mereka meminjamkan uang kepada para penjudi, dan jika para penjudi itu tidak bisa membayar, kami mengambil barang-barang mereka, bahkan terkadang mobil dan rumah mereka. Keseharianku dalam gank itu hanyalah berjudi, mabuk, menagih hutang atau berkelahi.

Hingga pada pertengahan tahun 1977, aku menikah dan memutuskan untuk meninggalkan kehidupan jalanan itu. Aku tidak ingin membawa kehidupan lamaku kedalam hidup baru pernikahanku. Tapi sepertinya sikap keras itu tidak bisa kulepaskan dari hidupku, kupikir mungkin itu sifat yang diturunkan oleh orang tuaku. Istriku sering menjadi sasaran dari luapan emosiku, sehingga dia menjadi tertekan dan sakit hati karena sikapku.

Tetapi suatu kejadian yang hebat mengubah seluruh kehidupanku. Sewaktu itu aku sedang mengerjakan beberapa proyek di Jakarta. Aku bekerja sama dengan seorang teman sebagai sub-kontraktor, dan karena kekurangan modal akhirnya aku menawarkan uang pribadiku untuk digunakan dengan memegang janji darinya bahwa dalam waktu dua minggu akan dikembalikan.

Pada hari yang telah ditentukan, bahkan setelah 1 minggu mundur dari waktu yang dijanjikan, uang itu belum juga dikembalikan. Aku mencoba menemuinya, untuk membicarakan masalah ini. Namun, sekalipun telah aku tunggu sejak pagi, orang tersebut tidak bisa ku temui. Dengan marah, sambil mengucapkan sumpah serapah aku meninggalkan kantor orang itu. Dalam perjalanan menuju rumahku di Bogor, sebuah bis menghantam mobilku hingga tak berbentuk.

Setelah aku sadar, pada hari kelima setelah kecelakaan itu, keluargaku memutuskan untuk mengijinkan dokter melakukan pembedahan tanpa melakukan diagnosa terlebih dahulu. Hasil pembedahan itu memperlihatkan bahwa bagian lambung telah mendorong paru-paru dan jantung. Dan menurut dokter yang rusak adalah bagian paru-paru, hati, jantung dan limpa. Namun yang paling fatal dan tidak bisa diselamatkan adalah limpa. Dokter memberi vonis bahwa harapan hidupku hanya lima persen.

Melihat kondisiku yang sangat kritis, istriku begitu takut aku tidak bisa terselamatkan. Hal itulah yang membawanya kepada Tuhan, dia berdoa dan memohon kepada Tuhan supaya aku diselamatkan. Oleh doa-doa istriku itu, aku mengalami mujizat ajaib. Dalam waktu yang relatif singkat aku dipulihkan dari luka-luka akibat kecelakaan itu. Pada waktu itulah aku merasakan bahwa Tuhan benar-benar campur tangan dalam hidupku.

Aku merasa ini adalah cara Tuhan untuk menyatakan diri-Nya kepadaku. Sebelum kejadian itu, aku merasa ragu-ragu dan tidak pernah menyerahkan seluruh beban hidupku kepada Tuhan. Setelah kejadian ini, aku baru menyadari karya Tuhan dalam hidupku sungguh luar biasa. Aku sadar bahwa ucapan kotor yang sering aku ucapkan, akan membawaku kepada kehancuran. Dari hal inilah aku bertekad untuk merubah cara bicaraku, dan juga temperamenku yang mudah emosi. Aku merasakan tanpa Tuhan, hidupku ini akan sia-sia. (Kisah ini sudah ditayangkan pada 29 Agustus 2008 dalam acara Solusi Life di O'Chanel).

Sumber kesaksian:

Elias Maralok Siallagan



Sumber : www.jawaban.com

Comments

No responses to “Pukulan Itu Menyakitkan Tapi Mengubahku Menjadi Lebih Baik”

Posting Komentar