Saya menerima panggilan telepon baru-baru ini dari seorang pria dan kedengarannya dia sedang berada di dalam kesulitan yang besar. James menceritakan bagaimana ia membutuhkan pertolongan. James merasa hancur karena pernikahan yang telah dibinanya selama puluhan tahun berada di ambang kehancuran.
“Ceritakan apa yang terjadi,” ujar saya.
Terdengar helaan nafas panjang di telepon.
“Saya tidak tahu harus mulai dari mana,” ujar James. “Yang saya tahu sekarang saya berumur 48 tahun dan saya telah menikahi Sandy selama 28 tahun; tapi saya merasa sengsara.”
“Kenapa bisa begitu?” tanya saya.
“Karena pernikahan saya begitu datar,” jawabnya. “Tidak ada warna, tidak ada musik, tidak ada kegembiraan. Begitu polos dan datar”
“Saya turut prihatin,” ujar saya, sambil mendengar desahan nafasnya yang dalam. “Tapi saya tidak terlalu mengerti dengan apa yang Anda katakan. Bisakah Anda menceritakan lebih banyak?”
“Saya dan istri tinggal di dunia yang terpisah dalam sebagian besar pernikahan kami. Dia sangat sibuk dalam karir dan telah menjadi ibu yang fantastis bagi dua orang anak perempuan kami. Saya mengelola bisnis saya sendiri. Kami bisa mengabaikan masalah yang ada di antara kami selama anak-anak ada di sekeliling kami. Lalu kemudian mereka kuliah di luar kota dan saya terjebak dalam pernikahan tanpa cinta.”
“Ceritakan tentang pernikahan Anda,” ujar saya.
“Yah,” ujarnya dengan suara perlahan. “Saya mencintai Sandy, tetapi kami memiliki begitu sedikit kesamaan. Dia selalu sibuk dengan kegiatannya, bekerja, aktif di gereja, dan menjalankan event olahraga bagi kaum wanita. Saya sendiri sedikit gila kerja, dan saya mencintai pekerjaan saya. Itulah satu-satunya cara yang dapat membantu saya mengatasi kurangnya kasih sayang dalam pernikahan maupun tidak adanya tanda-tanda cinta di antara kami. Kami masih bersama karena itulah hal benar yang harus dilakukan. Tapi harus saya akui kalau pikiran saya melayang ke wanita lain.”
“Saya jadi penasaran, apa yang istri Anda pikirkan tentang pernikahan ini? Apakah dia pernah mendekati Anda dengan keinginan untuk memperbaiki keadaan yang ada?” tanya saya.
“Itulah yang aneh dalam situasi kami,” ujarnya. “Kami berdua sama-sama mengabaikan kalau kami sedang berada di dalam masalah. Sandy pernah mencoba mendekati saya beberapa kali selama bertahun-tahun, tapi secara umum diapun pandai berpura-pura seolah-olah kami tidak memiliki masalah seperti yang saya lakukan.”
“Jadi, mengapa panggilan minta tolong itu baru dilakukan sekarang?” tanya saya.
“Sandy cemburu pada seorang wanita yang bekerja dengan saya. Wanita itu pernah menelepon Sandy untuk membicarakan urusan bisnis. Sandy pikir sesuatu terjadi di antara kami.”
“Apakah memang terjadi sesuatu?” tanya saya.
“Ya dan tidak,” jawabnya. “Saya tidak akan pernah mengkhianati istri saya, tapi saya memang senang untuk berbicara dengan wanita ini. Saya ingin tahu apa yang akan terjadi jika saya bersamanya. Saya pikir sudah waktunya untuk mencari tahu apakah Sandy dan saya tidak lebih dari sekedar teman tidur sekamar.”
“Kedengarannya seperti sebuah panggilan peringatan,” ujar saya.
James dan saya melanjutkan pembicaraan kami mengenai pernikahannya. Ia menceritakan bagaimana ia merasakan penyimpangan emosional dan terjadi selama bertahun-tahun, namun menyangkal akan parahnya masalah yang ada. Dia membuat alasan akan kurangnya liburan di antara mereka, kurangnya sentuhan dan terbatasnya hubungan fisik di antara mereka. James hanya mengatakan kepada dirinya sendiri bahwa keadaan akan menjadi lebih baik suatu hari nanti, tapi saat itu tidak pernah datang. Saat ini, dengan kecemburuan istrinya dan ketertarikan yang dimilikinya kepada wanita lain, keduanya siap untuk menghadapi bahaya yang menghadang pernikahan mereka.
James bertanya masih adakah harapan bagi pernikahannya, sedangkan dirinya meragukan ketertarikannya terhadap Sandy bisa dibangkitkan kembali. Saya membagikan kepadanya apa yang saya bagikan kepada banyak pasangan lainnya yang menghadapi kondisi yang sama.
Anda harus jujur dengan diri Anda sendiri mengenai kondisi sebenarnya dari pernikahan Anda. Jika Anda tidak menghadapi kebenaran akan bahaya yang sedang mengintai, Anda tidak akan mengambil tindakan untuk mengubah keadaan. Penyimpangan emosional pasti akan mengakibatkan bencana. Ketika Anda menghadapi krisis itu, Anda telah mengambil langkah pertama untuk memulihkan pernikahan Anda.
Anda harus bersiap untuk perubahan. Setiap perubahan memiliki harga yang harus dibayar – ketegangan, ketidak-nyamanan, dan mempelajari keahlian yang baru. Kita harus mengakhiri apa yang kita lakukan untuk memulai suatu cara yang baru. Kita harus melepaskan pola interaksi yang lama dan mempersiapkan pola perilaku yang baru.
Anda tidak dapat menemukan jalan keluar dari masalah ini sendirian. Mengingat parahnya penolakan yang ada, Anda tidak mungkin dapat memperbaiki masalah Anda tanpa bantuan seorang ahli. Temukan psikolog maupun konselor pernikahan yang terbaik. Temukan seseorang yang bisa Anda percaya dan izinkan mereka masuk dalam hidup Anda. Bertahanlan dalam proses perubahan ini meskipun keadaan mungkin akan menjadi sulit.
Sebuah perubahan kecil tidaklah cukup. Aspirin tidaklah cukup untuk memperbaiki masalah-masalah dalam pernikahan. Perbaikan kecil di sana sini dalam pernikahan Anda tidak akan memberikan hasil yang Anda butuhkan. Anda memerlukan perubahan signifikan yang akan membawa hasil yang signifikan juga.
Percaya pada diri Anda, pasangan Anda dan pernikahan Anda. Tuhan menciptakan pernikahan untuk menjadi luar biasa. Anda tidak harus puas dengan teman tidur ketika Anda bisa mendapatkan teman hidup. Anda harus membayangkan hubungan yang penuh kegembiraan dan merencanakan hal itu. Ciptakan kebahagiaan itu. Kelola kebahagiaan itu. Harapkan kebahagiaan itu.
Melakukan pekerjaan. Bicaralah secara langsung dengan pasangan Anda, dan ambil tanggung jawab bersama untuk merevitalisasi pernikahan Anda. Ciptakan lingkungan dimana Anda dapat berkomunikasi secara teratur dan mudah untuk menyatakan pendapat dengan pasangan Anda. Luangkan waktu untuk bermimpi bersama. Mulailah perjalanan baru di mana Anda dapat saling menemukan satu sama lain seolah-olah untuk pertama kalinya. Lakukan perjalanan bersama, bermain dan bersenang-senang, membaca buku, mencari teman baru, perkaya dunia Anda, dan temukan kembali warna dalam hidup Anda.
Daripada mencari teman hidup, jadilah teman hidup bagi pasangan Anda. Satu orang benar-benar dapat mengubah sebuah pernikahan. Tunjukkan teladan dan pasangan Anda mungkin akan mengikuti. Sering-seringlah menyemangati pasangan Anda. Anda tidak perlu mencari-cari di luar pernikahan untuk menemukan teman hidup, ia sedang duduk di seberang meja Anda.
Sumber : Dr. David Hawkins - cbn.com/jawaban.com
Comments
No responses to “Hanya Teman Tidur atau Teman Hidup ?”
Posting Komentar