“Saya ketemu cowok baru,” ujar teman saya di telepon. “Dari awal saya katakan kepadanya bahwa saya berkomitmen untuk hidup kudus sampai saya memakai cincin pernikahan.”
“Lalu apa yang dia katakan?”
“Dia setuju dan mengatakan kepada saya hal itu juga merupakan keputusannya selama ini.”
Jujur saja saya sedikit skeptis mendengar hal ini. Karena dari beberapa pria yang saya kencani di masa lalu, hampir tidak pernah saya temukan pria yang mengatakan ya untuk semua yang saya katakan lalu kemudian mereka melakukan hal lainnya, terutama jika itu sudah menyangkut kemurnian seksual.
Saya sebenarnya bukan meragukan seorang pria lajang yang tulus... karena bagaimanapun juga banyak pria lajang di luar sana yang benar-benar tulus dan murni. Tetapi saat mendengar percakapan yang dilakukan teman saya dengan pria baru yang dikenalnya, hal itu hanya membawa kenangan saya akan Matt, pria yang saya kenal secara online dan kami sempat berkencan selama beberapa bulan, jika hubungan maya lintas negara dapat disebut sebagai ‘kencan’.
Sejak awal perkenalan kami, saya menyampaikan semua pendapat saya mengenai keyakinan kerohanian saya, termasuk rencana saya untuk menjaga kekudusan sampai masuk ke dalam pernikahan. Dan dia dengan sangat sempurna menyetujui segala hal yang saya sampaikan. Dan saya pun berpikir, ‘Wow, pria ini tampaknya sangat rohani. Saya hampir tidak percaya berapa banyak kesamaan rohani yang kami miliki. Kami sependapat dalam banyak hal penting untuk masuk ke dalam pernikahan.’
Waktu berlalu, dan saya perhatikan dalam beberapa hal ia tidak memperlihatkan pikiran maupun pendapat rohani yang sebenarnya. Karena menjad sedikit aneh ketika kami akhirnya tidak sependapat dengan masalah teologia. Dalam masalah kecil maupun besar, yang bahkan tidak pernah terjadi dalam keluarga saya. Sebaliknya, semua yang saya katakan akan dijawab dengan jawaban aneh di telepon, “Oh ya, saya setuju... Itu juga yang saya pikirkan selama ini...”
Tidakkah pria ini memiliki pemikiran sendiri dari keyakinannya?
Dan seperti yang dapat diduga, ia memiliki ide sendiri tentang kencan yang bertentangan dengan apa yang kami bicarakan selama ini. Bukannya membicarakan perbedaan yang ada di antara kami dan berusaha menyeimbangkan hubungan kami (yang seharusnya akan lebih menyulitkan kami berdua), namun dia hanya mengatakan apa yang ingin saya dengar. Alasan terbaik yang bisa saya mengerti adalah ia melakukan hal itu supaya ia bisa mendapatkan apa yang ia inginkan dari saya, termasuk dalam hal seks. Saya menyadari hal ini karena ketika kami bertemu untuk pertama kalinya, ia memaksa saya untuk melakukannya meskipun sudah terlalu banyak percakapan kami yang membahas soal ini. Bahkan begitu banyak sehingga meyakinkan saya akan ‘ketulusannya’. Saya juga berpikir bahwa ia sedang berusaha mengisi kekosongannya secara emosional, dan bersedia mengikuti apa saja yang saya inginkan agar ia tidak sendirian.
Pelajaran Untuk Dipelajari
Saya mendapatkan beberapa pelajaran berharga dari Matt dan juga para pria lainnya dalam hari-hari saya yang masih melajang. Ada banyak orang di luar sana yang menyebut diri mereka sendiri Kristen tapi tidak benar-benar hidup secara berbeda dengan dunia ini. Ketika Anda mengencani salah seorang dari mereka, mereka sangat pandai untuk mengatakan apa yang ingin Anda dengar, daripada bersikap jujur menunjukkan nilai hidup dan minat mereka yang sebenarnya. Karena takut untuk hidup sendiri atau tidak mendapatkan apa yang mereka inginkan (seperti seks), mereka berpura-pura menjadi orang lain yang bukan mereka.
Dan itulah yang sebenarnya menjadi kesalahn dalam banyak pernikahan ‘Kristen’ hari-hari ini. Kita tidak meluangkan waktu untuk benar-benar mengenal orang yang kita kencani, dan menelan bulat-bulat apa yang mereka katakan kepada kita tentang siapa mereka sebenarnya bukannya menentukan kebenaran dengan memperhatikan bagaimana mereka menjalani kehidupan mereka yang sebenarnya.
Apakah ini berarti kita harus menghakimi untuk mendiskualifikasi seseorang dalam suatu hubungan pacaran hanya karena mereka memiliki tingkat keyakinan yang tidak sama dengan kita? Hal ini bicara tentang sisa hidup Anda di bumi bagaimana Anda akan menghabiskannya dengan seseorang. Ini bicara tentang masa depan anak-anak Anda yang akan berdampak pada tujuan dan warisan rohani Anda. Sebagai anak Tuhan, Anda diizinkan untuk membuat penilaian tertentu tentang perilaku orang Kristen lainnya yang berkaitan dengan Anda dan tubuh Kristus (lihat 1 Korintus 5:9-13). Kita tidak diizinkan untuk menghakimi mereka yang bukan orang percaya karena mereka belum diubahkan oleh kuasa Tuhan. Kita harus berhati-hati dengan penilaian yang kita buat secara umum tentang orang percaya maupun memutuskan nasib orang lain, tapi tentu saja Tuhan ingin agar kita melatih kewaspadaan dan penegasan dalam hubungan cinta yang kita jalani.
Pegang Komitmen Anda
Saran saya untuk teman saya sangatlah sederhana. Hal terbaik yang dapat dilakukan olehnya adalah dengan “berpegang pada komitmennya”... mempersiapkan dirinya untuk mempertebal keyakinannya sejak awal hubungan. Hal ini tidak dapat disamakan dengan permainan, tapi sangat bergantung pada tahap awal hubungan untuk jangka panjang yang lebih baik.
Dengan memiliki strategi tetap menunggu sampai pernikahan itu tiba, Anda akan mengetahui pribadi dia yang sebenarnya melalui pengakuan mulutnya maupun perilakunya. Jika Anda memulai sebuah hubungan dengan seseorang karena mereka telah memperkenalkan diri mereka sebagai seseorang yang takut akan Tuhan dan dapat menunggu dengan tenang, maka lihatah bagaimana mereka dapat membuktikan hal ini kepada Anda tanpa tahu apa yang ada di dalam hati Anda.
Buat Anda para gadis, jika seorang pria melangkah masuk dalam suatu hubungan yang menghormati Tuhan tanpa masukan atau saran dari Anda, maka Anda akan tahu bahwa hatinya berada di tempat yang tepat bahkan tanpa pengaruh dari Anda. Tapi jika sejak awal ia mulai bersikap seperti pria duniawi lainnya yang Anda kencani yaitu mengutamakan dirinya dan keinginan dagingnya, maka tidak perlu menyia-nyiakan waktu bersenang-senang Anda lebih lanjut dengannya.
Bagi Anda para pria, jadilah pria sejati dengan menjadi pemimpin spiritual dalam hubungan Anda. Tariklah nilai-nilai hidup Anda sesuai kehendak Tuhan dan bawalah hubungan Anda dengan cara itu. Jika sang wanita memperlihatkan dirinya sebagai seorang yang saleh, lihat dan perhatikanlah apakah perilakunya sudah sesuai. Apakah dia merespon dengan baik akan kepemimpinan Anda? Apakah dia mendukung kemurnian tubuh Anda melalui cara berpakaian, bertindak dan berkata-kata? Apakah ia memiliki keyakinan imannya sendiri?
Saya yakin bahwa salah satu barometer terbesar bagi seorang lajang untuk berjalan bersama dengan Tuhan adalah dengan komitmennya untuk tetap hidup dalam kekudusan. Jika mereka bersedia mengorbankan keinginan daging dan nafsu demi kebaikan mencintai Tuhan dan orang lain lebih daripada diri mereka sendiri, saya percaya hal itu akan mengungkapkan komitmen perubahan hidup yang lebih mendidik dan mendalam kepada Tuhan. Jika Anda adalah seseorang yang seperti itu, maka seseorang seperti itu juga yang harus Anda tunggu untuk dijadikan pasangan Anda.
Jadi pikirkan hal ini. Jika Anda tahu Anda memiliki keyakinan yang kuat dan standar untuk diri Anda sendiri, dan Anda menginginkan pasangan Anda nantinya juga memiliki standar yang sama, akan ada begitu banyak hal yang bisa Anda dapatkan dengan mengamati orang-orang di sekitar Anda.
Sumber : Julie Ferwerda - cbn.com/jawaban.com
Comments
No responses to “Sedikit Bicara Banyak Melihat”
Posting Komentar