Pria muda ini sudah lama berkecimpung dalam dunia entertaiment, dan sempat mengalami masa keemasan sekitar tahun 2005. Piere Roland, pemeran utama sinetron Gerhana ini memulai karirnya dari menjadi bintang iklan, waktu itu kira-kira dia masih kelas 6 SD. Bertumbuh menjadi remaja dengan wajah tampan, Piere mulai masuk dunia modeling pada tahun 1993, sewaktu dia masih duduk di kelas 2 SMP.
"Bisa tembus ke sinetron, pertama kali pada tahun 1995 lewat sinetron Lupus. Semenjak itu, terus main sinetron sampai tahun 1998 saya mendapat peran utama di Gerhana. Dari 26 episode, Gerhana akhirnya selesai jadi 256 episode. Berarti itu berjalan hampir lima tahun."
Dalam usianya yang masih 19 tahun, Piere terbilang sangat sukses dengan membintangi sinetron tersebut.
"Dalam materi, penghasilan saya saat itu kurang lebih sekitar 70 juta setiap bulan."
Pendapatannya yang begitu besar saat itu, membuat dia semakin terlena dengan kemewahan dan dunia malam.
"Saya waktu itu sangat bangga dengan diri saya. Umur 19 tahun, duit ngga kekurangan, punya semua, tapi sayangnya saya bodoh. Saat itu saya adalah adalah perokok dan peminum. Saya minum setiap hari, dan perokok berat."
Namun kehidupan tidak semulus seperti yang diharapkan Piere, hingga satu titik karirnya mulai menurun dan membuatnya tidak memiliki apapun.
"Tiba-tiba semuanya hilang, sampai saya beli satu bungkus rokok saja ngga bisa. Karena memang waktu itu semua job stop, dan mengenai uang yang saya dapatkan, saya tidak tahu habisnya kemana saja. Pelan-pelan saya mulai naik lagi, saya mulai bisa menghasilkan lagi, lalu jatuh lagi. Lama-lama stress yang saya alami semakin tinggi karena mengerjakan beberapa hal, sampai akhirnya saya jatuh sakit. Seumur hidup saya, saya tidak pernah dirawat dirumah sakit, hari itu adalah pertama kali dalam hidup saya, saya masuk rumah sakit. Walaupun sakit, pasti di rawatnya di rumah. Itu pecah telor hari itu, dan itu merubah hidup saya."
Setelah menjalani pemeriksaan dan menjalani tes laboratorium, dokter menjatuhkan vonis atas dirinya.
"Ternyata saya adalah insulin dependent, tipe satu dari diabetes."
Sakit diabetes yang Piere derita membuatnya harus berkali-kali keluar masuk rumah sakit. Namun hal ini tidak membuat Piere jera, anehnya, hal ini semakin membuatnya tenggelam dengan mabuk-mabuk. Hingga suatu malam ia mengalami hal yang paling menakutkan dalam hidupnya.
"Ngga tahu kenapa, saya merasa hari itu adalah hari terakhir saya. Saya tidak bisa bernafas. Saya tidak bisa bernafas sama sekali. Rasanya hari itu nafas itu mahal sekali. Saya menghirup nafas, tetapi rasanya tidak ada udara yang masuk. Paru-paru saya sepertinya tidak bisa memompa udara, hanya sedikit sekali udara yang saya bisa hirup."
Kondisi Piere sangat kritis, pasangan hidupnya saat itu bersamanya dirumah sakit, namun tidak berani masuk keruangan dimana Piere dirawat karena tidak tega melihat keadaannya.
"Waktu kami belum menikah, kami baru berencana akan menikah. Setelah semua ini berlalu, baru saya tahu bahwa istri saya waktu itu bahwa dia merasakan hal yang sama dengan saya."
"Biasanya saya langsung berdoa, ‘Tuhan kenapa bisa sampai kaya gini?' Biasanya saya selalu meminta terus, ‘Saya harus gimana? Mesti ini, mesti itu...' karena kejadian ini bukan hanya sekali saja, hal itu sudah ketiga kali sewaktu itu. Jadi saya lebih banyak meminta, namun pada malam itu doa saya berbeda. Saya lebih banyak berserah. Beberapa kali saya diminta kedalam, namun saya ngga berani. Dalam pikiran saya terbersit pikiran ‘apakah ini hari terakhir dia.' Karena kalau dilihat dari fisiknya, itu sudah benar-benar kritis. Jadi saya ngga mau ngeliat dia lagi, dari pada aku masuk kedalem, tapi malah bikin dia nge-drop. Akhirnya mama masuk kedalam, dan setelah itu kita dapat kabar lagi, kata dokter leher Piere harus di bolongin. Kita rundingan dulu, rundingan keluarga. Pada saat itu aku ngga ikut-ikutan, karena aku Cuma mikir kalau Tuhan mau ambil Piere, ambil aja." Demikian tutur Bonita, istri Piere.
Malam itu menjadi malam yang menakutkan bagi Piere karena pasien di kanan dan kirinya meninggal dunia. Namun anehnya, pada keesokkan harinya Piere sembuh total.
"Saya bangun dalam keadaan yang sangat baik. Menghirup udara dengan sangat bebas, seperti sekarang ini. Saya sembuh 100 persen."
Namun apa yang Piere alami di hari itu tidak juga membuatnya jera.
"Ada satu momen dimana saya jatuh lagi sama rokok. Ketika saya shooting lagi sampai subuh terus, saya mulai merokok lagi. Susah memang, manusia punya bad habit itu susah dihilangin. Sampai saat itu saya tidak tahu bagaimana caranya menghilangkan kebiasaan buruk saya," ungkapnya.
"Sampai anak saya berumur empat bulan, karena dia lahir di Macao saya harus jemput dia. Saya berada di airport, saya masih simpan satu bungkus rokok. Waktu itu saya merokok dua bungkus setiap hari. Saya pegang rokok itu, saya lihat, dan saya tentukan hari itu, saya harus berhenti merokok. Saya lihat tong sampah, saya buang satu bungkus rokok itu. Oooh gini ya Tuhan, ternyata gitu caranya berhenti. Harus hegh...! Kalau saya mau berhenti merokok, saat ini juga saya mau berhenti, saya berhenti. Bukan ngurang-ngurangin, bukan hari ini tidak merokok, besok merokok. Tapi saat ini juga komit sama Tuhan. Dess! Pasti bisa. Hari itu, karena karena saya mengambil keputusan, saya mau berhenti dari merokok dan hingga saat ini saya tidak merokok dan minum. Dan saya bisa mengambil keputusan itu karena apa? Karena saya mau memberikan sesuatu buat Tuhan. Dan itu change my life banget."
Demikianlah kehidupan Piere dan keluarganya dirubahkan, dimulai dari sebuah keputusan untuk komitmen di hadapan Tuhan untuk berubah.
"Berhenti merokok dan minum adalah sesuatu yang sulit buat saya. Jadi jika saya bisa melakukannya hingga saat ini, jika bukan karena bantuan dari Tuhan, hal itu tidak mungkin sama sekali."
"Jadi selama hidup saya, tiga hal yang saya dapatkan, yang pertama uang, kekuasan dalam bidang saya dan kedudukan dalam bidang saya, ternyata ketiga hal ini tidak bisa memberikan kepuasan dalam hidup saya. Saya tidak pernah merasa puas. Dan sekarang yang berbeda dari dulu adalah saya dapatkan kebahagiaan didalam Tuhan. Kebahagiaan itu sangat mahal sekali. Lalu point hidup saya mulai berubah dari situ, saya mulai menghargai Tuhan beri saya nyawa lagi pada saya. Nyawa itu ternyata mahal sekali. Tuhan beri kelepasan pada saya. Dan ketiga yang saya pelajari adalah ketiga hal tadi uang, kedudukan dan kekuasan pada akhirnya tidak akan menyelamatkan kita."
Dan inilah pengakuan dari Piere Roland, "Tuhan Yesus saya hidup, Tuhan Yesus saya hebat, dan sampai hari ini kalau saya boleh bilang, fyuh.... Unbelievable.. saya ngga tahu mau ngomong apa.. terlalu dashyat buat saya."
(Kisah ini sudah ditayangkan pada 3 November 2009 dalam acara Solusi Life di O'Channel)
Sumber : www.jawaban.com